PAGI itu, di kantor Disnakertrans, Pak Herryandi Sinulingga lagi santai nyruput kopi sambil scroll HP. Tiba-tiba WhatsApp-nya berbunyi keras ding dong.
“Pak! Ada 66 pekerja PT Bintang Sukses Energi mau mediasi. Katanya bawa spanduk ‘Kami Pengen Surat Anjuran’. Eh, serius nggak nih?”
Herryandi nyengir sambil mengelap kacamata. “66 orang ya? Waduh… kalau mereka bawa drum band juga, saya siap bikin konser mini di ruang mediasi. Kalau bisa dipermudah, kenapa mesti dipersulit, ya?”.
Dan begitulah, dunia perselisihan industrial kadang lebih mirip sinetron komedi daripada drama serius.
Di ruang mediasi, suasana sudah mirip acara stand-up comedy. Pekerja datang dengan muka serius tapi mata berbinar, perusahaan duduk di seberang dengan gestur sok tegas tapi tangan gemetaran, dan mediator duduk di tengah sambil siap lempar joke.
“Pak, ini cek lem saya habis, gimana kalau gaji telat?” tanya Cek Lem dari PT Kencana Subur Sejahtera, mukanya panik tapi kelihatan lucu.
“Tenang, Nak. Kita mediasi dulu. Nanti gajimu nggak bakal hilang kayak kaos kaki di mesin cuci, janji!”, jawab mediator sambil senyum.
Di sisi lain, Rusli dari PT Intimegah Bestari Pertiwi ikut nyengir tapi serius “Pak, hak pekerja jangan sampai macet kayak lampu merah di persimpangan kota, ya!”
Momen itu bikin semua yang hadir ngakak. Mediator sampai harus menahan tawa sambil mengetuk meja “Oke, fokus, fokus… tapi santai aja, ya!”.
Ternyata, lima kasus PHI bulan Oktober 2025 berhasil diselesaikan. Ada yang ketawa lega, ada yang senyum simpul, semua pulang dengan hati ringan. Surat anjuran diterbitkan, pekerja puas, perusahaan lega, dan mediator? Mereka puas karena berhasil bikin orang-orang serius ngakak di tengah masalah.
Sejak diluncurkan 17 Agustus 2025, sistem pengaduan online dan call center WhatsApp 082279830006 jadi penyelamat. Pak Herryandi menekankan
“Kalau bisa dipermudah, kenapa mesti dipersulit? Pelayanan publik itu bukan cuma formalitas, tapi soal kemudahan masyarakat”
Memasuki November 2025, tiga kasus lagi menunggu giliran mediasi, antara lain PT Sriwijaya Nusantara Sejahtera – SBPI KASBI PT SNS. PT Arum Makmur Sejahtera – SBPI KASBI PT AMS
PT Bintang Sukses Energi – Paulus Amanto c.s. (66 pekerja)
Bayangkan saja, 66 orang datang dengan ekspresi campur aduk, serius, penasaran, tapi kadang ada yang senyum-senyum misterius kayak mau bikin prank. Perusahaan juga siap dengan argumen legal tapi waspada, takut salah ngomong sedikit bikin mediator ketawa sampai sidang molor.
“Pak, kalau saya demo sambil joget TikTok, boleh nggak?” tanya salah satu pekerja.
Mediator menahan tawa “Boleh… tapi jangan sampai sidang lebih lama dari durasi satu season drama Korea, ya!”
Dialog absurd seperti ini menunjukkan mediasi nggak selalu kaku. Humor kadang jadi bumbu rahasia supaya semua pihak rileks, fokus, dan lebih gampang menemukan solusi.
Pesan moralnya jelas, yaitu duduk bareng, ngobrol, dan selesaikan masalah dengan cara damai itu lebih efektif daripada ribut-ribut nggak jelas. Humor nggak bikin masalah hilang, tapi bikin hati lega.
Selain itu, mediasi yang transparan dan cepat bikin perusahaan belajar satu hal penting, hargai hak pekerja, jangan cuma mikirin untung. Kalau pekerja senang, perusahaan jalan lancar, nggak ribet di mediasi.
Di dunia perselisihan industrial, hukum memang serius, tapi kalau dikemas dengan tawa, semua orang senang, termasuk yang tadinya bete. Pekerja pulang senang, perusahaan lega, mediator puas, dan masyarakat ikut senang.
Kalau mau lapor perselisihan, jangan diem aja, klik bit.ly/DisnakertransMubaPHI atau WhatsApp ke 082279830006. Hakmu nggak bakal jalan sendiri, tapi kalau kamu bergerak, ada jalan damai yang bisa bikin semua pihak happy.
Di akhir hari, Pak Herryandi menyesap kopi terakhirnya sambil tersenyum
“Ternyata mediasi bisa bikin ngakak juga. Dan yang penting, semua masalah selesai, hak pekerja aman, perusahaan lega, masyarakat senang. Mediasi itu nggak cuma formalitas, tapi juga seni!”.[***]
Catatan redaksi : Tulisan ini diangkat dari rilis resmi Disnakertrans Kabupaten Musi Banyuasin tentang peningkatan penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). Gaya penyajian dibuat ringan dan jenaka agar isu ketenagakerjaan bisa lebih dekat dan mudah dipahami masyarakat.