DULU tahun 2003, saat aku dan istri baru resmi jadi pasangan rumah tangga, kami punya satu mimpi sederhana punya rumah sendiri, walau tipe 36, tapi itu surga kecil kami. Lokasinya di pinggiran kota, perumahan baru yang aspal jalannya masih malu-malu, kadang tanah, kadang semangat. Waktu itu, hidup kami seperti mie instan cepat, praktis, dan selalu butuh air panas alias perjuangan.
Nah, dari sekian banyak barang yang kami beli untuk rumah pertama itu, kompor dua tungku, karpet tipis motif batik, sampai galon kosong yang jadi meja tamu dadakan ada satu benda yang sampai sekarang tetap terkenang Kotak P3K alias First Aid Box.
Iya, bro, kotak itu bukan cuma sekadar lemari kecil berlogo plus merah. Dia adalah kotak sakti yang isinya lebih berharga dari lemari emas tante-tante sosialita. Isinya lengkap!. Dari perban gulung, kapas steril, betadine, hansaplast, sampai obat gatal buat digigit semut galak di dapur. Bahkan, sempat nyelip juga vitamin expired yang katanya bisa buat stamina, tapi cuma bikin mules.
Dan tau nggak, bro?. Kotak itu udah lama banget nemenin perjalanan hidup kami. Saking lamanya, warna putihnya berubah jadi krem, bukan karena tren monokrom, tapi karena waktu dan debu bersatu dalam ikatan yang lebih kuat dari akad KUA. Tapi justru di situlah nilainya, bukan dari kilau, tapi dari kenangan yang menempel di tiap goresannya.
Setiap luka, dari luka karena masak tumis kangkung yang meledak-ledak, sampai luka batin habis berantem soal siapa yang lupa nutup kulkas, semua disembuhkan oleh isi kotak ini.
Ibarat pepatah “Jangan menilai kotak dari tutupnya, tapi dari seberapa cepat dia bisa bikin luka berhenti berdarah.”
Atau “Lebih baik kehilangan sandal di masjid daripada kehilangan kotak P3K saat anak jatuh dari sepeda”.
Kami tinggal di rumah itu selama 10 tahun, selama itu pula, kotak P3K menjadi saksi bisu jatuh bangunnya hidup kami. Pernah saja jempolku ter iris pisau dapur dan darah ngocor dengan sangat deras. Kotak P3K langsung jadi superstar sore itu. Bahkan tetangga sampai pinjam isinya, lalu bilang, “Kok bisa selengkap ini? Ini bukan P3K, ini mini klinik bro”
Saat akhirnya kami menjual rumah dan pindah, tiga kali, macam musafir mengejar sunrise di tiap kota, kotak P3K tetap ikut. Isinya kadang berubah, tapi semangatnya tetap sama menyembuhkan luka tanpa banyak bicara.
Kalau ditanya, barang apa yang paling berharga selama hidup nomaden itu? Jawabannya bukan emas, bukan motor, apalagi piring keramik warisan. Tapi kotak P3K itu, karena dalam hidup, yang paling sering dicari bukan harta berlimpah, tapi solusi saat jatuh berdarah. Dan itu, bro, cuma bisa diberikan oleh kotak kecil berlogo merah ini.
Filosofisnya…Kotak P3K itu, seperti pasangan hidup, nggak selalu dipakai, tapi saat dibutuhkan, keberadaannya bikin damai. Dia bukan barang mewah, tapi tanpa dia, panik bisa jadi drama. Kotak P3K bukan cuma simbol kesehatan, tapi juga simbol kesiapan dan cinta, cinta pada diri sendiri dan pada keluarga.
Makanya, bro…“Jangan remehkan kotak kecil yang diam di dinding, karena di dalamnya bisa ada harapan, pertolongan, bahkan perdamaian rumah tangga”