Inspirasi

TAWA TAPI TAHU : HUT RI ke-80, Tugas Khusus di Hari Sakral Si Bambu Kuning & Hijau

ist

AKU bambu, ya…., bambu kuning dan hijau yang sering kamu pandang sebelah mata di kampung, di pekarangan, atau di pinggir sungai. Tapi jangan salah, setiap Agustus, aku dan saudaraku punya tugas sakral tahunan yang bikin kami bangga. Bukan sekadar menjadi pagar, rak buku, atau tusuk sate, tapi menjadi tiang bendera merah putih!

Bayangkan ini, ras kuning, biasanya gagah dan serius, harus berdiri tegak sepanjang bulan Agustus menahan panas terik. Ras hijau, santai tapi suka iseng, kadang bergoyang-goyang sambil bilang, “Eh, biar bendera kelihatan hidup dong, jangan kaku kayak besi tua!” Dan manusia? Mereka sibuk lomba makan kerupuk, panjat pinang, dan nyanyi lagu Indonesia Raya sumbang-sumbang kadang lupa kami juga ada di situ.

Dulu, waktu Indonesia masih “pacaran” sama penjajah, kami ikut bertempur jadi bambu runcing! Ujungku diruncingkan tajam seperti tombak, siap bikin musuh pontang-panting. Ras kuning, hijau, bahkan  bersatu ikut mengusir penjajah. Kami itu superhero tanpa jubah, diam tapi berbisa. Sekarang, tugas kami lebih damai, tapi nggak kalah sakral menopang merah dan putih agar berkibar gagah, simbol patriotisme yang bikin bangga.

Di kampung, pada Agustus, dimana bulan paling kacau tapi lucu. Manusia mengukur kami pakai tali rafia, mengikat kami dengan kawat, kadang tersandung sendiri sambil teriak, “Aduh, bambunya nggak lurus!” Ras kuning menahan panas seperti tentara tua yang sedang latihan militer, ras hijau bergoyang-goyang dramatis kayak model catwalk. Angin kencang datang? Goyang sedikit, tapi nggak tumbang. Ibarat nenek-nenek lucu yang tetap berdiri di dapur ngawasi cucu yang bikin repot, begitu juga kami gagah, sabar, dan… kadang ngeselin.

Tugas sakral kami memang terlihat sederhana, tapi epic, selama satu bulan penuh, kami menahan teriakan anak-anak yang berlatih baris-berbaris, guru bersiul, tetangga yang kepo liatin bendera, bahkan ayam kampung yang iseng nyebrang. Dan jangan salah, meski sakral, kami berbisa. Salah sentuh, salahikat, bisa lecet, bengkak, bahkan demam. Jadi manusia harus hati-hati. Kami bukan cuma tiang bendera, tapi penjaga merah putih, saksi sejarah, dan guru kesabaran.

Selain jadi tiang bendera, kami bambu kuning & hijau punya tugas rahasia lain yang lebih keren, dan ambil andil, jadi pahlawan devisa!

Ras kuning bisa jadi lantai kampung, bilik rumah, kursi, rak buku, ras hijau bisa jadi tusuk sate, rak sepatu, gelas, rak jembatan kecil, hingga dekorasi vila mewah. Semua itu bisa diekspor keluar negeri, jadi kontributor ekonomi bangsa. Bayangkan, duduk di kursi bambu sambil minum kopi tanpa sadar, aku sedang membantu perekonomian negara!. Jadi, bukan cuma gagah di HUT RI, tapi juga pahlawan devisa yang bikin Indonesia tersenyum di Pasar Internasional.

Kadang manusia terpesona sama kami. “Wah, bambu ini keren!” kata mereka. Tapi kami saling berbisik, “Iya, tapi jangan sok-sokan angkat kami pakai tangan kosong, nanti lecet lho!” Ras hijau suka ngerjain ras kuning. “Eh, jangan terlalu tegak, nanti ketahuan aku lebih dramatis!” Ras kuning cuma jawab, “Dasar hijau, jangan bikin malu!” Dialog itu bikin Agustus makin hidup, penuh drama dan humor.

Selain itu, kami punya momen-momen kocak saat dipasang bendera. Anak-anak kadang memanjat kami tanpa sepatu, guru sibuk menyemangati, tetangga selfie… dan kami cuma bergoyang sabar sambil bilang, “Santai, jangan jatuhin bendera, nanti malu sama tetangga!” .Kadang angin terlalu kencang, ras hijau menari-nari dramatis, ras kuning berdiri tegak, seperti patung hidup. Semua manusia ngakak, kami pun ikut “tertawa” dalam diam.

Kami juga bangga karena menjadi saksi sejarah, dari zaman perjuangan sampai HUT RI ke-80, kami selalu ada. Kami melihat perubahan zaman dari bambu runcing yang bikin musuh lari, sampai bambu tiang bendera yang bikin anak-anak kampung belajar baris-berbaris, guru tersenyum bangga, dan tetangga makin cinta tanah air.

Bahkan manusia modern sekarang mengekspor kerajinan bambu ke luar negeri, bikin devisa, dan menunjukkan dunia bambu Indonesia itu bukan main-main.

Pesan moral dari kami [si kuning dan hijau], jelas benda sederhana bisa sakral kalau digunakan dengan tujuan mulia. Tugas sekecil apa pun bisa bikin bangga, selama dijalankan dengan kesungguhan. Bahkan bambu pun bisa mengajarkan kesabaran, kekuatan, dan rasa bangga terhadap tanah air.

Tugas kami juga mengajarkan nilai kreativitas, ras hijau yang santai kadang berubah jadi rak buku unik, ras kuning yang serius jadi kursi dan meja stabil. Manusia belajar kalau mau berhasil, jangan remehkan benda sederhana. Dan kami pun tersenyum diam-diam, bangga jadi bagian dari kehidupan manusia baik di rumah, kampung, maupun di pasar Internasional.

Di HUT RI ke-80 ini, kami berdiri gagah, tapi tetap kocak. Ras hijau goyang-goyang, ras kuning berdiri tegak, anak-anak lari-lari, guru bersiul, tetangga selfie… semua jadi drama lucu. Kadang kami berpikir, “Kalau bambu bisa ngomong, pasti kita udah bikin stand-up comedy sendiri!” Tapi cukup diam, karena senyum manusia dan bendera berkibar sudah cukup jadi hadiah.

Tugas sakral si kuning & hijau di HUT RI ke-80 bukan sekadar berdiri sebagai tiang bendera. Ini tentang menegakkan simbol bangsa, mendukung kemerdekaan, menjadi pahlawan devisa, dan bikin manusia tersenyum bangga.

Jadi, setiap kali kamu lihat bendera berkibar di kampung, ingatlah: di puncak itu ada kami, bambu kuning & hijau, berdiri sakral, lucu, dan tetap berbisa kalau salah sentuh. Bambu kuning & hijau sederhana, lucu, berguna, sakral, pahlawan devisa, dan bikin bangga!.[***]

Terpopuler

To Top