Sumselterkini.co.id, – Kalau zaman dulu orang kampung suka bilang, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing,” maka hari ini di Musi Banyuasin, pepatah itu disulap jadi diskusi tematik serius tapi santai, formal tapi penuh kolaborasi, seperti pesta gotong royong, tapi yang diundang bukan cuma tetangga kanan-kiri, melainkan semua pemegang kuasa pembangunan dari pemda, swasta, LSM, hingga masyarakat sipil yang biasanya cuma jadi penonton.
Diskusi Tematik I ini ibarat ngopi bareng masa depan. Wakil Bupati Rohman yang membuka acara tampil bukan sekadar memberi sambutan, tapi sekaligus melempar sinyal “Pembangunan itu bukan kerja tukang sulap, Bro. Butuh banyak tangan, ide, dan tenaga” kalau pembangunan bisa disulap dari mimpi ke kenyataan tanpa kerjasama, ya pastilah daerah-daerah lain sudah berubah jadi negeri Wakanda [he..he..he, kayaknya memang lebih sehajahtera di negeri itu].
Makanya, Pemkab Muba nggak mau maju sendirian kayak sepeda ontel tanjakan yang cuma digowes satu orang. Harus barengan, biar nggak ngos-ngosan di tengah jalan.
Apalagi tantangan zaman sekarang ini sudah kayak drama Korea penuh konflik dan plot twist. Ada kemiskinan, kualitas SDM yang masih bisa naik kelas, sampai PR besar bernama digitalisasi dan pelestarian lingkungan.
Wabup Rohman dengan gaya tenangnya menyampaikan, “Kami punya tujuh misi pembangunan,” mirip kayak tujuh naga di dunia persilatan, tapi versinya pemerintahan. Tapi misi itu jelas bukan cuma buat dibacain pas apel pagi. Harus dikeroyok bareng-bareng, bukan cuma OPD yang kerja sendirian seperti murid magang yang disuruh ngurus kantor.
Yang bikin acara ini makin berbumbu adalah hadirnya swasta dan LSM yang udah puluhan tahun berkecimpung di Muba. PT Hindoli, misalnya, udah 30 tahun lebih nongkrong di sana. Kalau orang, udah masuk fase langganan jamu tolak angin. Tapi alih-alih cuma duduk manis ngitung cuan, mereka juga mau ambil bagian dalam pembangunan.
Katanya, mereka ini bukan cuma investor, tapi “mitra pembangunan.” Nah lho, istilahnya udah kayak menantu idaman nggak cuma datang makan, tapi bantu cuci piring.
Begitu juga dengan Yayasan Care Peduli Indonesia. Mereka ini seperti pawang dialog bikin suasana adem, terbuka, dan penuh partisipasi. Dan itulah intinya Muba nggak pengen pembangunan model zaman Orde Lampau, yang isinya cuma perintah satu arah dan rakyat disuruh angguk-angguk. Sekarang semua bisa nimbrung, bahkan emak-emak pun bisa kasih masukan tanpa takut dibilang cerewet.
Diskusi ini bukan cuma ajang pidato dan lempar jargon. Wakil Bupati juga sudah wanti-wanti agar semua OPD nyimak baik-baik hasil forum ini, lalu dipakai buat nyusun program. Jangan cuma masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, lalu masuk laci meja dan nganggur kayak naskah drama sekolah minggu lalu.
Muba sedang menyulam masa depannya bukan dengan benang emas, tapi dengan benang gotong royong. Semua pihak
dari birokrat sampai buruh sawit diajak duduk semeja, karena pembangunan sejati bukan soal siapa paling hebat, tapi siapa yang mau bekerja bersama. Di tengah dunia yang makin rumit, kolaborasi adalah satu-satunya jurus jitu.
Karena kalau hanya satu tangan yang bekerja, paling cuma bisa garuk-garuk kepala. Tapi kalau semua tangan bergerak, Muba bisa mengelus masa depan dengan kasih sayang dan strategi.
Atau seperti kata pepatah versi Muba “Kalau sendiri kita loyo, kalau bareng-bareng kita bisa jadi layangan naik ke awan asal jangan putus benangnya”.[***]