EKSPOR sepatu Converse produksi PT Yih Quan Footwear Indonesia di Batang, Jawa Tengah, resmi dilepas Menteri Perindustrian Agus Gumiwa.ng Kartasasmita ke Amerika Serikat. Biasanya duta besar itu pakai jas necis, dasi rapi, dan pidato bahasa Inggris level IELTS 9.0. Tapi kali ini, duta besar kita wujudnya bukan manusia, melainkan sepasang sepatu Converse. Mereka nggak pernah kuliah hubungan internasional, nggak punya paspor, apalagi ikut diklat diplomasi. Cukup diproduksi, masuk kontainer, berlayar, dan jreng!, sudah nongol di Amerika Serikat.
Lucu kan? barang yang tiap hari kita injak-injak justru lebih dulu melancong ke luar negeri ketimbang pemiliknya. Pepatah lama bilang, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” Nah, Converse Batang ini versinya lebih upgrade “Di mana bumi dipijak, di situ dompet devisa dijunjung”
Misalnya anak muda Batang lagi nongkrong di warung kopi pakai sandal jepit, dia belum pernah ke bandara, paspor pun nggak punya. Tapi sepatu hasil tangannya sudah mondar-mandir di trotoar Manhattan, Los Angeles, bahkan mungkin nongkrong di Miami Beach.
Sementara bikin visa ke Amerika bisa bikin stres tujuh hari tujuh mala ditanya saldo tabungan, riwayat kerja, bahkan ditelisik hobi weekend. Sedangkan Converse Batang cukup duduk manis di kontainer, distempel bea cukai, langsung lolos masuk mall Amerika. Kalau kata orang Jawa “Witing tresno jalaran saka kulino” Kalau diubah konteks “Witing sukses jalaran saka ekspor sepatu”
Dulu kalau dengar kata Batang, orang mikirnya daerah penghasil rokok atau sekadar nama pohon, sekarang, coba sebut Batang di peta industri, jawabannya bisa “pusat produksi sepatu global.”
Inilah branding baru Batang bukan cuma sawah dan genteng, tapi juga sepatu Converse, pepatah bilang, “Tong kosong nyaring bunyinya” Banyak daerah heboh bikin seminar investasi, tapi realisasinya nihil, sementara Batang pelan tapi pasti, berhasil bikin dunia melirik lewat sepatu.
Diplomasi biasanya lewat meja perundingan, konferensi, atau pidato resmi. Tapi sepatu Converse Batang mengajarkan cara lain diplomasi lewat sol karet.
Bayangkan remaja Amerika pakai Converse Batang buat joget di konser rock, setiap hentakan kakinya sebenarnya sedang menabuh genderang diplomasi Indonesia. Tanpa perlu tanda tangan MOU, hubungan bilateral sudah berjalan. Converse dari Batang ini ibarat “kartu nama berjalan” Indonesia. Bedanya, kalau kartu nama suka nyelip di dompet, sepatu malah dipamerin di jalanan New York.
Jangan kira sepatu cuma soal kulit, karet, dan benang. Di balik satu pasang Converse ekspor dari Batang, ada banyak dapur yang ngebul. Ada pekerja pabrik yang sabar menjahit sol, ibu-ibu warung yang masak sayur asem buat bekal buruh, sampai sopir truk yang ngangkut bahan baku.
Setiap sepatu yang melangkah di Times Square sebenarnya membawa aroma dapur kampung Batang. Dari nasi megono sampai kopi hitam warung pinggir jalan, semuanya ikut mengalir ke dalam devisa negara. Jadi sepatu ini bukan sekadar produk industri, tapi juga album foto tak terlihat yang menyimpan ribuan cerita keluarga.
Mari kita tertawa sejenak, sepatu Converse dari Batang lebih gampang masuk Amerika daripada manusianya, sepatu cukup duduk manis di kontainer, sedangkan manusianya ditanya macam-macam saat bikin visa.
Maka jangan heran kalau ada anak Batang nyeletuk, “Sepatu gue udah jalan-jalan ke Amerika, gue malah belum”. Realita kadang memang kocak. Tapi jangan kecil hati, pepatah Jawa bilang, “Jer basuki mawa bea”, setiap keberhasilan butuh biaya. Sepatu butuh biaya produksi, kita butuh biaya kesabaran. Bedanya tipis, hasilnya bisa sama-sama membanggakan.
Oleh karena itu, jangan remehkan barang kecil, sepasang sepatu bisa lebih efektif jadi duta besar daripada spanduk besar penuh jargon. Pepatah bilang, “Air beriak tanda tak dalam”. Converse Batang memang tenang, nggak banyak bicara, tapi diam-diam membawa nama Indonesia melangkah jauh.
Ketika sepatu Converse dari Batang berjalan di trotoar New York, sebenarnya ekonomi Indonesia juga sedang melangkah. Inilah diplomasi sederhana tapi nyata tanpa jas, tanpa dasi, tanpa protokol. Hanya sol karet, tapi bisa bikin dunia menoleh.
Jadi lain kali kalau ada remaja Amerika pamer Converse baru, cukup senyum. Dalam hati bilang “Bro, itu made in Batang, kampung gue”, karena siapa sangka, duta besar paling efektif ternyata lahir dari pabrik sepatu di pinggiran Jawa Tengah.[***]