SUMSELTERKINI.CO.ID, PALEMBANG – “Jangan salah, yang paling tidak goyah itu justru usaha kecil seperti ini. Mereka tahan banting. Kita, gak perlu bicara high level, ini kenyataannya. Makanya kalau bicara UMKM saya paling depan ingin dorong UMKM,” kata Herman Deru, Gubernur Sumsel saat menerima rombongan Sampoerna Retail Community (SRC) Expo, dalam rangka silaturahmi sekaligus mendiskusikan potensi kerjasama Pengembangan UMKM di Prov. Sumsel di ruang Tamu Gubernur, Jumat (2/11/2018).
Emang bener juga, buktinya pada krisis moneter 1997/98, pemerintah pusat maupun pelaku usaha mengklaim usaha kecil menengah atau disebut dengan singkatan UMKM ataupun UKM jarang tertepa krisis.
Sehingga krisis moneter 1997/98 merupakan sinyal awal bahwa UMKM Indonesia kebal terhadap penyakit ekonomi yang melanda dunia. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar perlahan melemah, bahkan mirisnya sampai menyentuh angka Rp 16.650 pada Juni 1998.
Perekonomian bangsa yang dikenal garang, serupa macan ompong dibuatnya. Tingkat pengangguran tahun 1997 tercatat sebesar 4,3 juta jiwa. Namun pada 1998 meningkat menjadi 5,1 jiwa atau 5,5% dari jumlah angkatan tenaga kerja. Persentase tersebut belum termasuk jumlah pengangguran tidak penuh sebesar 8,6 juta jiwa.
Namun untung masih ada UMKM saat itu, karena UMKM merupakan jenis usaha yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga berperan besar dalam menyerap tenaga kerja, serta membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga rakyat maupun daerah. Apalagi bahan baku produksi UMKM umumnya diambil dari dalam negeri, sehingga dapat menghemat devisa.
Saking pentingnya iklim UMKM untuk menggenjot perekonomian rakyat dan bangsa,pemerintah juga satu kementerian khusus menangani masalah UMKM dan Koperasi, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM).
Namun sampai saat ini masih banyak kekurangan dalam mengembangkan UMKM di Indonesia. Masalah pertama adalah permodalan, karena sampai saat ini masih banyak pelaku usaha yang memanfaatkan modal pribadinya sehingga kesulitan untuk mengembangkan bisnisnya.
Di antara banyaknya masalah para pelaku usaha UMKM, masih banyak diantara mereka yang menjual produk olahannya melalui mulut ke mulut. Padahal teknologi internet mulai marak digunakan oleh masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk promosi barang dagang.
Sifat internet yang tak mengenal batasan ruang dan waktu serta cukup murah, menjadi obat ‘jitu’ memecahkan masalah promosi. Semakin banyak yang mengenal brand, meski UMKM sendiri memiliki kekuatan, buktinya juga masih banyak yang mengesampingkan.
Padahal sudah tahu para pelaku usaha, pemerintah maupun pengamat ekonomi mengakui bahwa UMKM masih bisa berjalan asal kendala di atas bisa di atasi.Dari gambaran itu, mantan Bupati OKU Timur mengaku siap berdiri paling depan mendorong pertumbuhan UMKM di Sumsel.
Karena, diakuinya terkadang UMKM ini masih kurang jeli menangkap pangsa pasar dan memanage bisnis mereka. Untuk itulah ia meminta Sampoerna Retail Community mengambil peran dalam posisi tersebut.
Baca pasar
Kenyataan itu, jelas HD sering ditemuinya saat berkeliling kabupaten menjadi Bupati dulu. Sebagian besar menurutnya pedagang kecil ini masih kurang fokus membaca pasar. Sehingga tak jarang banyak dijumpainya warung nasi juga ikut menjual pakaian dan barang dagangan lain yang tidak berhubungan satu sama lainnya.
“Ini tentu akan menjadi semangat baru bagi pedagang konvensional. Biar mereka memperhatikan jenis barang yang dijual, dibimbing agar jeli membaca pasar. Mereka ini butuh arahan. Jadi pembeli yang datang ke warung mereka itu bukan kebetulan tapi memang benar-benar mencari tujuan mereka,” jelas HD.
Menurut HD semangat para UMKM ini perlu terus didorong, karena moderen tidak menjadi jaminan bahwa bisnis mereka akan laku, jika tidak jeli membaca pangsa pasar. Untuk itu ia mengaku sangat berterimakasih SRC mau bergerak berdampingan dengan Pemprov Sumsel untuk mendorong para pelaku UMKM di Sumsel.
“Saya sangat berterimakasih sekali SRC sudah ikut membangun ekonomi. Sehingga tumbuh spirit baru para UMKM untuk memperbaiki penampilan. Akan lebih bagus kalau mereka bertambah omzet. Dan bila perlu biar ada ciri khasnya warung-warung yang dibina SRC ini mengangkat kerajinan lokal juga,” ujarnya.
Sementara itu Manager Stakeholder Regional Relation and CSR PT HM Sampoerna Tbk, Arief Triastika menjelaskan SRC ini bermuka dari tekanan yang dirasakan oleh banyak mitra Sampoerna terutama dari sektor UMKM.
Karena itu dibentuklah SRC untuk pendampingan secara terus menerus bagi pelaku UMKM. Untuk di wilayah Regional Sumsel ini saja tak kurang sudah 2500 UMKM yang kebanyakan pedagang kecil sudah mereka bina.
“Bukan hanya pelatihan saja, tapi kami beri mereka tips usaha dan cara mengembangkan usaha retail sampai bagaimana mereka membuka jejaring antar pedagang. Program ini kami laksanakan secara konsisten. Di samping itu kami juga perkenalkan mereka bagaimana persaingan bisnis di tengah era modern dan digital saat ini,” jelas Arief
Agar lebih maksimal, kami bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumsel. Arief pun berharap kedeoan kerjasama ini dapat dikembangkan di bidang lainnya demi berkembangnya retail tradisional lokal.
“Sejauh ini omzet mereka yang sudah kita bina naik 1,5 sampai 2 kali lipat,” jelas Arief.[**]
Penulis : One