Industri Kreatif & UKM

Tenun Bukan Sekadar Kain: Saat UMKM Kediri Menganyam Asa hingga Afrika dan Eropa!

ist

DI  sebuah sudut kota yang aromanya lebih harum dari tahu takwa yang baru digoreng, tenun Kediri diam-diam mengukir prestasi. Jangan salah tenun kediri bukan kain sembarang kain,  karena hasil anyaman sejarah, budaya, dan peluh perajin yang sejak zaman Kerajaan Kediri sudah paham, hidup itu harus sabar dan telaten… kayak narik benang satu-satu di alat tenun bukan mesin.

Oke, mari jujur sejenak, meskipun cantik dan eksotik, tenun kita itu kadang suka “salah kostum” kalau dikirim ke Eropa.

Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri yang baru saja blusukan ke Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul menjelaskan tenun bercorak rame ala Indonesia tuh digandrungi warga Afrika, tapi di Eropa malah dianggap terlalu “meriah”, padahal maksud hati mau tampil manis, malah dianggap overdressed.

Oleh sebab itu, Wamendag Roro kasih wejangan penting ke UMKM, pahami dulu preferensi pembeli, baru lempar produk. Jangan sampai jualan sarung motif gajah duduk ke negara yang lebih suka motif polos kayak meja rapat PBB, bukan soal kualitas yang kurang, tapi soal selera yang berbeda, bahasa kerennya, “Know Your Market.”

Kalau dulu prinsipnya “asal jadi asal laku”, kini pelaku UMKM kudu naik kelas, harus belajar selera konsumen internasional, kayak mahasiswa S2 belajar budaya asing sebelum PDKT ke bule, jangan sampai semangat ekspor malah zonk karena produk kita “nggak nyambung”.

Wamendag Roro juga mengingatkan, UMKM bisa ngobrol langsung ke 46 Perwakilan Dagang Indonesia di luar negeri. Mereka bisa jadi mak comblang, eh maksudnya fasilitator yang mempertemukan perajin dengan calon pembeli luar negeri lewat program business matching. Yah, semacam speed dating untuk produk dan pasar.

Dalam kunjungannya ke UMKM Medali Mas, Wamendag Roro juga sempat ngobrol santai dengan Bu Siti Ruqoyah, pemilik usaha yang kini punya 15 pekerja perempuan.

Di situ kita sadar, UMKM itu nggak cuma tentang omzet, tapi juga tentang pemberdayaan perempuan, regenerasi pengrajin, dan harapan agar usaha kecil jangan selamanya kecil, biar kayak tanaman, bisa tumbuh beranak pinak, bukan kerdil di pot yang sama.

Untungnya, Pemkot Kediri juga nggak tinggal diam. Lewat Instruksi Wali Kota No. 4 Tahun 2010, para ASN di Kediri diwajibkan memakai tenun ikat sebagai pakaian kerja, ini semacam endorsement kelas negara, kalau selebgram endorse sabun muka, ini endorsement dari pemda buat kain lokal. Cerdas, dan bisa ditiru oleh daerah lain.

Revolusi

Tak hanya jadi bahan fesyen, tenun Kediri juga sudah berevolusi jadi tas, sepatu, dompet, dan bahkan syal syar’i. Nggak hanya jual produk, Kampung Tenun kini juga jual pengalaman.

Ada wisata edukasi, pertunjukan Jaranan Unyil, homestay, hingga cemilan lokal yang bisa bikin wisatawan luar negeri bilang, “This is amazing, where can I buy more tahu takwa?”

Kampung Tenun Ikat ini adalah contoh hidup bahwa UMKM bisa jadi “kampung miliarder” asal ada strategi. Kata pepatah, “Rajin menabung pangkal kaya”, tapi untuk UMKM, pepatahnya berubah jadi. “Rajin belajar pasar, pangkal ekspor lancar”.

Kampung Tenun Kediri membuktikan bahwa warisan budaya bisa jadi mesin ekonomi, namun tidak cukup hanya bertumpu pada tradisi, harus ada transformasi. Harus ada inovasi,  tentunya harus ada koneksi, bukan koneksi kabel charger, tapi jaringan global yang bisa mendongkrak produk lokal.

Jangan biarkan tenun hanya dipakai buat kawinan atau seragam dinas, sudah saatnya kita bangga, pakai dan pasarkan tenun ke mana pun kaki melangkah ke pasar lokal, pasar regional, bahkan pasar luar negeri yang lidahnya belum tentu cocok dengan tahu takwa, tapi pasti bisa jatuh cinta sama keindahan buatan tangan orang Kediri.

Jadi, wahai anak muda dan pelaku UMKM se-Indonesia, ayo kita belajar dari Kampung Tenun Kediri, karena seperti kata pepatah “Bila tak pandai menjahit benang, jangan salahkan kain yang koyak”. Kalau tak pandai membaca pasar, ya jangan salahkan kalau produk kita cuma laku di grup arisan.

Siap-siap!, jangan cuma jadi penonton, UMKM itu bukan usaha Mikro, Melempem, dan Menyerah, tapi Usaha Maksimal, Mengglobal, dan Meledak di Pasar Dunia!.[***]

Terpopuler

To Top