Sumselterkini.co.id, – Kalau ada yang bilang mobil balap cuma buat ngebut di sirkuit dan bikin jantung netizen naik-turun seperti saham gorengan, tolong suruh dia datang ke Panca Fest 2025, di sana, mobil balap bukan cuma soal kecepatan, tapi juga soal kreativitas, identitas, dan tentu saja… kekayaan intelektual alias IP, bukan IP address, ya. IP ini yang bisa ngasih pemasukan, bukan cuma sinyal Wi-Fi.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif kita yang satu ini, Irene Umar, secara sah dan meyakinkan telah menyatukan dua dunia yang tampaknya nggak nyambung dunia otomotif dan dunia IP lokal. Hasilnya? Mobil balap modifikasi yang ditempeli stiker-stiker karakter IP lokal. Luar biasa, kalau dulu mobil balap dihiasi decal api-api, sekarang bisa ditempelin gambar karakter lokal kayak “Si Gundul Anak Pak RT atau Kancil Nyelonong di Tikungan Tajam,”.
Irene bilang, “IP nggak harus hidup di layar, bisa juga mejeng di jalanan”. Nah lho, ini baru namanya IP jalanan, bukan cuma intellectual, tapi juga impactful. Mungkin sebentar lagi kita akan lihat helm pak ogah, knalpot bertema “Saus Cita Rasa Nusantara”, sampai motor bertema “Kartini Naik Vespa”.
Kalau ini dikembangkan serius, bukan tidak mungkin akan muncul tren baru parade mobil balap tematik, kontes IP jalanan, hingga ekspor kendaraan modif berkarakter khas Indonesia. Bayangin, mobil bertema “Gatotkaca Ride” mejeng di Dubai Motor Festival, atau motor bertema “Si Buta dari Goa Hantu” ngacir di Tokyo Auto Salon. Jepang punya “Gundam Bike”, masa kita nggak bisa punya “Bike Bima Sakti”?.
Wamen Ekraf ini memang tahu caranya ngoprek strategi, alih-alih hanya ngomongin ekonomi kreatif di ranah film, game, atau musik, beliau malah masuk ke dunia kunci Inggris dan karburator. Ternyata, di balik kap mobil modif, ada tangan-tangan kreatif desainer grafis, ilustrator, tukang cat, sampai penjahit jok yang semuanya bernafas IP.
Ibaratnya, otomotif itu mobilnya, IP itu stiker yang bisa bikin orang berhenti dan bilang, “Eh, keren nih!”, jangan salah IP itu bisa jadi bahan bakar baru ekonomi. Masih ingat bagaimana karakter Hello Kitty bisa jadi industri senilai miliaran dolar? atau mobil Pikachu yang wara-wiri di Jepang?.
Di Korea Selatan, mobil modif dengan tema K-pop group bisa jadi koleksi langka bahkan di Jerman, ada mobil bertema Bauhaus Movement, ya ampun sampai aliran desain pun mereka modif jadi estetika kendaraan.
Di era sekarang, anak muda lebih milih jadi desainer stiker daripada jadi PNS. Lho, beneran, dunia digital, medsos, dan budaya visual udah membuat semua jadi peluang, kalau dulu modifikasi kendaraan cuma dianggap hobi mahal dan bau oli, sekarang malah bisa jadi lahan cuan.
Panca Fest 2025 ini bukan sekadar pameran motor tempel-tempelan, tapi juga arena silaturahmi kaum modifikator, komunitas IP, dan tentu saja para pemimpi yang berharap karyanya kelak bisa masuk ke helm, jok, atau bahkan bumper depan. Seperti kata Steve Jobs, “Creativity is just connecting things” kalau boleh ditambahin versi Panca Garage, “Creativity is just connecting kabel gas ke ilustrasi lokal”.
Kota kreatif di dunia
Ada contoh kota kreatif di dunia Seoul, Korea Selatan, bukan hanya pusat K-pop, kota ini juga jadi raja IP dalam dunia otomotif. Mobil bertema karakter Line Friends, BTS, atau kartun lokal jadi gaya hidup. Pemerintahnya bahkan mendanai proyek IP visual untuk mendongkrak UMKM otomotif.
Berlin, Jerman, kota ini, konsep urban mobility digabung dengan desain Bauhaus dan IP lokal Jerman. Mobil listrik bertema desain klasik Jerman jadi identitas baru anak muda perkotaan, desain jadi semacam paspor visual.
Panca Fest 2025 dan program Ekraf Hunt ini bukan cuma soal mobil balap ngebut dan stiker-stiker lucu, namun soal pergeseran paradigma, dari yang tadinya kreatif itu dianggap ‘hobi pinggiran’, kini justru jadi pendorong utama ekonomi.
Sebenarnya Indonesia tidak kekurangan talenta, karena punya jutaan desainer, builder, kreator, dan pemimpi, namun yang dibutuhkan sekarang adalah ruang kolaborasi yang lebih luas, dukungan pemerintah yang konsisten, dan mental masyarakat yang mau menghargai IP lokal, bukan malah nonton bajakan atau nyontek desain tetangga.
Kalau ekonomi itu mesin, maka kreativitas adalah oli dan bensinnya, ingat!, tanpa pengemudi yang berani muter setir ke arah masa depan, kita hanya akan muter-muter di bundaran kemiskinan ide. Jadi, gas terus, modif terus, dan jangan lupa, IP itu bukan cuma identitas, tapi juga bisa jadi jalan tol ke perekonomian yang lebih mandiri.
Program seperti Ekraf Hunt dan Panca Fest 2025 adalah sinyal keras, sekeras knalpot bobokan malam minggu bahwa ekonomi kreatif Indonesia sedang gaspol di jalur lintas sektor. Otomotif bukan cuma urusan kampas rem dan velg chrome, namun sudah jadi kanvas tempat IP lokal unjuk gigi, bukan gigi palsu, tapi gigi ekonomi yang kuat untuk menggigit tantangan zaman.
Bayangin, kalau tiap daerah misalnya punya karakter IP khas ada “Si Pitung Ride” dari Betawi, “Lutung Kasarung Drift Edition” dari Jawa Barat, sampai “Putri Duyung Street Racing” dari Sulsel bukankah itu bisa jadi katalog budaya yang bergerak di jalanan?. Kalau sekarang karakter Marvel bisa masuk ke dashboard mobil Eropa, masa karakter lokal kita cuma nyangkut di lemari festival sekolah?.
Kita nggak perlu nunggu Elon Musk datang dan bilang, “This is amazing,” baru kita sadar bahwa anak muda Indonesia tuh keren, kita perlu jadi penonton yang tepuk tangan bukan cuma pas nonton balapan, tapi juga pas lihat IP lokal nongol di knalpot, di setir, bahkan di pelindung tangki bensin.
Siapa tahu, sebentar lagi ada start-up modifikasi mobil bertema “Si Unyil X Mad Max”, yang bikin orang Dubai dan Tokyo berebut orderan ke tukang las di Tegal. Ha..hay ..amin…!!
Jadi, mari kita dukung ekosistem yang bukan cuma nyambungin kabel busi, tapi juga nyambungin kreativitas anak bangsa dengan peluang kerja, karena ekonomi kreatif itu seperti kampas kopling kalau nggak dirawat dan digas bareng-bareng, ya bisa slip dan bikin mogok di tanjakan.
Kalau modifikasi kendaraan bisa jadi bahasa ekspresi, maka IP lokal adalah isi hatinya, kalau dua-duanya disatukan, bukan nggak mungkin kita akan lihat ekonomi Indonesia melaju di jalur cepat bukan jalur belok kiri ikuti arus, tapi jalur kanan yang pakai lampu sein masa depan.
Jadi, ayo semua ikut nempelin stiker IP ke kendaraan bernama Republik ini, jangan jadi penumpang yang cuma protes AC dingin, tapi jadilah sopir kreatif yang tahu arah, tahu bensin, dan tahu bahwa modifikasi bukan cuma soal gaya, tapi juga soal daya bangsa. Ketika mobil modif bertema IP lewat, jangan hanya bilang, “Wah, lucu juga stiker-nya,” tapi bilang juga, “Wah, ini masa depan bangsa!”. Amin, modifikasi!…[***]