DULU, kalau kita ngomong soal cinta lingkungan, bayangan yang muncul pasti langsung nenek-nenek sekarung botol Aqua, anak pramuka nanam pohon, atau pejabat nunduk pas tanam mangrove demi foto Instagram. Tapi sekarang, zaman sudah masuk babak baru isu lingkungan sudah naik kelas dari sekadar slogan menjadi strategi branding yang kece, dari sekadar tanam pohon jadi tanam IP lokal.
Nah, ini yang diangkat Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamen Ekraf), Irene Umar, dalam Green Impact Festival 2025, beliau ngomong dengan semangat yang bisa bikin kaktus di padang pasir ikut berkaca-kaca.
Katanya, kalau mau nembus pasar sekarang, bukan cuma kualitas produk yang dilirik, tapi juga nilai-nilai yang dibawa si produk. “Brand image as a sustainable brand,” kata beliau. Artinya, selain harus enak dipakai, produknya juga kudu punya hati nurani jangan sampai celana yang kita beli itu ternyata bikin hutan di Kalimantan gundul.
Coba bayangkan kamu lagi scroll TikTok, tiba-tiba muncul karakter lucu, Kaktus berkacamata hitam yang hobi membawa tumbler, namanya “Si Kaktong”.
Dia nggak suka plastik, dan tiap kali lihat sedotan sekali pakai, dia berubah jadi superhero. Nah lho! Ini bukan cuma kartun iseng, tapi IP lokal yang bisa dijual, dipromosikan, dan sekaligus menyebar pesan lingkungan dengan cara yang bikin ngakak tapi ngena.
Wamen Irene mencontohkan, IP lokal bisa muncul dalam bentuk stiker karakter, game, bahkan merchandise. Tapi tetap, kata beliau, IP itu harus digarap serius dari hulu ke hilir, kayak ngurus anak dari lahir sampai wisuda. Jangan sampai IP-nya lucu, tapi supply chain-nya semrawut kayak benang ruwet di toko jahit.
Sementara itu, di sisi lain ruangan, Content Creator Ahmad Dekatama tampil dengan gaya khas TikTok-nya yang nyeleneh. Dia bilang, “Kita bisa mulai dari hal simpel, kayak bawa tumbler ke mana-mana. Biar orang lain tahu, ini bukan sekadar botol air, tapi simbol revolusi gaya hidup!”
Bayangkan, dalam satu video pendek, Ahmad nari-nari bawa tumbler sambil bilang, “Kalau kamu cinta aku, kamu harus cinta bumi juga!” langsung viral, langsung laku tumbler, dan langsung muncul tren #CintaBumiBersamaTumbler. Inilah kekuatan digital yang kadang lebih dahsyat dari 100 spanduk di jalan raya.
Konten yang lucu, informatif, dan punya pesan moral ibarat nasi goreng yang lengkap ada nasinya, telurnya, sambalnya, dan bonus kerupuk. Bikin kenyang dan nagih. Nah, dengan gaya yang nyantai tapi berbobot, konten kreator bisa jadi jembatan emas antara kesadaran dan kelucuan.
Toh seperti pepatah tua dari tanah Wakanda “Tertawalah sebelum tertimbun sampah plastik.”
Green Impact Festival bukan cuma pameran atau seminar berbau formalitas. Ini seperti kawah candradimuka buat ide-ide kocak yang bisa menyelamatkan dunia. Di situ semua ngumpul dari pejabat, kreator, aktivis, sampai mahasiswa yang masih bingung mau lulus kapan.
Bayangkan kalau semua kampanye lingkungan dikemas dengan gaya humor, dibumbui animasi lucu, dan disebar lewat TikTok dan Reels. Nggak usah ngotot jadi pahlawan lingkungan cukup jadi “influencer kesadaran”, yang tiap postingan-nya bikin orang tertawa sambil merenung, “Eh iya ya, aku kok masih pakai kantong plastik?”
Zaman sekarang, menyelamatkan bumi bukan lagi cuma urusan aktivis berkeringat di lapangan. Tapi juga urusan kreator konten, animator, dan kamu yang hobi bikin stiker WhatsApp. Mau bumi selamat? Yuk, bikin karakter IP lokal, viralkan gaya hidup ramah lingkungan, dan jangan lupa bawa tumbler, bukan drama.
Karena seperti kata pepatah baru era digital “Lebih baik viral karena cinta bumi, daripada viral karena prank nyebur got.”[***]