Industri Kreatif & UKM

Nganyam Masa Depan, Emak-Emak Lawan Ketergantungan

ist

KISAH ini bukan Cinderella yang sepatu kacanya tertinggal di Istana, namun kisah nyata tentang ibu-ibu Kulonprogo yang meninggalkan jejak anyaman di pasar ekspor, bermodalkan semangat, pelepah pisang, dan sedikit harapan yang dikepang rapat-rapat.

Kalau dulu pelepah pisang cuma jadi rebutan kambing atau dibakar di dapur untuk mengusir nyamuk, sekarang ia naik pangkat menjadi bahan baku produk ekspor!. Dulu dianggap limbah, sekarang dilihat sebagai rejeki yang menyaru jadi ranting.

Mereka 100 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bukan lagi sekadar barisan penerima bantuan, tapi para calon pengrajin tangguh.

Dengan tangan cekatan, daun pandan yang biasanya jadi pembungkus lemper kini dianyam jadi tas cantik. Sementara pelepah pisang yang biasa dibuang begitu saja, kini dilinting jadi kotak tisu yang bisa mejeng di ruang tamu artis TikTok.

Fatma Saifullah Yusuf, Penasihat I Dharma Wanita Persatuan Kemensos, datang langsung menyapa mereka. Dalam bahasa yang lembut dan penuh semangat, ia memotivasi para peserta untuk terus berkarya.

“Jangan takut salah, yang penting terus mencoba. Produk ini bukan cuma hasil karya, tapi juga harapan,” ujarnya, sambil dikelilingi semangat emak-emak yang lebih panas dari kompor gas tiga tungku.

Dua mitra lokal, Yayasan Kumala dan Murakabi Craft, jadi semacam “chef” di dapur pelatihan ini. Mereka meracik pelatihan dengan resep keterampilan, kesabaran, dan pemasaran. Iya, bukan cuma diajari bikin kerajinan, tapi juga dibantu jualin.

Bayangkan, peserta pelatihan ini ibarat dilatih bikin rendang, dan hasilnya langsung masuk etalase warung padang siap dijual tanpa harus buka lapak sendiri.

Salah satu kisah yang menggetarkan seperti sambaran listrik PLN di tengah hujan adalah cerita Alif (40). Dahulu ia anak jalanan, pengamen dan penjual koran di lampu merah. Tapi karena tekad dan peluang, kini ia sudah berkeliling Indonesia sebagai pelatih dari Yayasan Kumala.

“Orang bilang nasib itu ditentukan garis tangan, tapi saya percaya tangan itu bisa digerakkan. Yang penting jangan pasrah,” katanya, sambil tertawa ringan.

Bekas pengamen, kini ia jadi mentor yang membimbing ibu-ibu KPM agar hidupnya tak cuma bergantung pada bantuan sosial,  semacam kisah dari miskin tapi keren jadi  berdaya dan berkualitas ekspor.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Mira Riyati Kurniasih, menjelaskan bahwa dari 50 peserta pelatihan anyaman pandan oleh Murakabi Craft, ada 10 yang produknya langsung lolos quality control. Itu artinya, tas-tas mereka bukan cuma layak pakai, tapi juga layak pamer di butik Paris atau kios oleh-oleh Bandara Adisutjipto.

Bayangkan, daun pandan yang biasanya kita cuekin di pinggir kebun, sekarang jadi alat memutar ekonomi.

Pepatah bilang “Di mana ada kemauan, di situ daun bisa jadi uang”, dan memang benar, dari pelatihan ini, emak-emak Kulonprogo sudah mulai menganyam masa depan mereka. Kalau sebelumnya KPM itu artinya Keluarga Penerima Manfaat, mungkin sebentar lagi bisa berubah jadi Keluarga Pengusaha Mandiri.

Kalau daun pandan bisa ngomong, mungkin dia akan bilang, “Akhirnya aku tidak cuma jadi isi kolak dan wangi-wangian nasi, tapi juga jadi sumber penghasilan keluarga.”

Kalau pelepah pisang punya akun Instagram, dia mungkin akan upload foto dirinya berubah jadi figura cantik dengan caption, “From pohon to showroom, baby!”.

Program pemberdayaan ini sejatinya bukan cuma tentang pelatihan, tapi tentang menyalakan api kecil dalam diri para KPM, bukan lagi cuma menerima, tapi mencipta.

Kalau dulu mereka antre ambil bantuan, sekarang mereka antre ngepak produk. Kalau dulu semangatnya digantung di gantungan dapur, kini sudah dijahit rapi di setiap produk yang mereka hasilkan.

Harapannya, seperti yang dikatakan  para pendamping semoga para peserta ini tak hanya lulus pelatihan, tapi juga lulus dari ketergantungan, lulus jadi mandiri, lulus jadi inspirasi.

Sebab ujung-ujungnya, pemberdayaan bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal harga diri, siapa tahu, dari pelepah pisang dan daun pandan ini, lahir masa depan cerah yang aromanya lebih wangi dari nasi uduk,  tentu lebih mengenyangkan dari sekadar bansos sebulan sekali.[***]

Terpopuler

To Top