KALAU di mal ada midnight sale dan di marketplace ada promo gratis ongkir, maka di Indonesia tiap bulan Agustus ada promo spesial remisi alias diskon masa tahanan. Bedanya, kalau belanja cukup pakai voucher, di Lapas vouchernya adalah kelakuan baik. Pepatah bilang “Siapa menanam disiplin, dia akan menuai kebebasan”.
Dan benar saja, pada HUT ke-80 RI tahun 2025, pemerintah memberikan remisi kepada 12.124 warga binaan di seluruh Indonesia, dari jumlah itu, 11.261 orang dapat potongan masa pidana, dan 461 orang langsung bebas pulang ke rumah. Rasanya seperti “check out” di keranjang belanja, tapi barangnya bukan paket, melainkan kebebasan.
Di Sumatera Selatan, seremoni pemberian remisi berlangsung di Lapas Perempuan Kelas II A Palembang. Wakil Gubernur H. Cik Ujang hadir bersama Kepala Kanwil Kemenkumham Sumsel Erwedi Supriyanto, menyerahkan SK remisi secara simbolis kepada 8 warga binaan.
Coba tengok suasananya, para napi perempuan yang biasanya penuh aturan ketat, tiba-tiba maju ke depan menerima “kertas sakti” yang bisa memangkas masa tahanan. Senyum mereka campur aduk antara lega, haru, dan sedikit bingung “Besok sarapan bukan lagi nasi Lapas, tapi lontong sayur bikinan emak di rumah”.
Tahun ini agak beda, karena selain remisi umum, ada juga remisi istimewa Asta Dasawarsa Proklamasi, hadiah spesial yang hanya diberikan setiap 10 tahun sekali. Kalau dalam dunia koleksi, ini semacam limited edition yang nggak bisa ditemukan setiap tahun.
Ibaratnya, kalau remisi umum itu promo bulanan, maka Asta Dasawarsa ini kayak promo ulang tahun toko yang cuma datang sekali dalam sepuluh tahun. Jadi, siapa yang dapat, rasanya seperti nemu kupon belanja 90% off.
Total nasional 12.124 penerima itu bukan sekadar angka. Itu artinya ribuan keluarga kembali utuh, ribuan anak bisa kembali tidur di pangkuan ibunya, dan ribuan istri atau suami bisa kembali duduk semeja sarapan bareng pasangannya.
Kalau dihitung-hitung, 461 orang yang langsung bebas itu berarti ada 461 rumah yang kembali penuh tawa di hari kemerdekaan. Seolah-olah bangsa ini merayakan kemerdekaan ganda merdeka dari penjajahan dulu, dan merdeka dari jeruji hari ini.
Tahun lalu, jumlah penerima remisi nasional masih berkisar 10 ribu lebih saja. Tahun ini naik menjadi 12 ribu lebih. Kenaikan ini bukan soal angka semata, tapi tanda bahwa makin banyak warga binaan yang sukses ikut program pembinaan dan menjaga perilaku baik.
Kalau diibaratkan, ini seperti panen raya. Kalau tahun lalu panen cuma dua ton gabah, tahun ini sudah naik jadi tiga ton. Artinya, sistem pembinaan di Lapas semakin berhasil menumbuhkan perubahan.
Tak hanya Sumsel, provinsi lain juga kebagian manisnya remisi, ada provinsi yang mencatat ribuan penerima sekaligus, dengan ratusan langsung bebas. Ada pula kabupaten kecil yang jumlahnya hanya ratusan, tapi tetap bermakna besar bagi keluarga mereka. Inilah bukti bahwa remisi bukan sekadar seremoni di atas panggung, melainkan gerakan nasional yang dirasakan sampai ke pelosok negeri.
Kalau di warung kopi ada tulisan “nambah kopi setengah harga”, maka di Lapas ada tulisan “nambah kelakuan baik, potongan masa tahanan”. Bedanya, kalau kopi bikin mata melek, remisi bikin hati plong.
Pepatah bilang “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, siapa yang sabar ikut pembinaan, dia yang cepat merasakan kebebasan”, dan kalau kata orang Palembang “Dak ado remisi tanpa disiplin, dak ado bebas tanpa usaha”
Wagub Sumsel Cik Ujang mengingatkan, remisi bukan hadiah gratis. Remisi adalah penghargaan atas usaha memperbaiki diri. Seperti anak sekolah yang rajin belajar dapat nilai bagus, warga binaan yang rajin ikut pembinaan dapat potongan hukuman.
Di balik semua itu, ada pesan besar merdeka bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tapi juga bebas dari sifat buruk. Bagi para warga binaan, kemerdekaan sejati adalah saat bisa kembali ke masyarakat, bekerja dengan baik, dan tidak mengulang kesalahan lama.
Pemberian remisi tahun ini mencatat sejarah baru, karena ada 12.124 warga binaan di seluruh Indonesia mendapat remisi, 461 orang langsung bebas, pulang tepat di Hari Kemerdekaan. Di Sumatera Selatan ikut mencatatkan diri sebagai bagian penting lewat seremoni simbolis di Palembang.
Merdeka sejati adalah ketika kita mampu memerdekakan diri dari keburukan, seperti kata pepatah lama “Tak ada gading yang tak retak, yang penting mau diperbaiki”, dan itulah makna remisi memberi kesempatan kedua, agar yang dulu pernah retak bisa kembali utuh.[***]