Features

Sekayu Punya Rahasia, Stand Birokrasi Lebih Hits daripada Warung ‘Seblak Viral’

ist

Di SEKAYU, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ada sebuah pemandangan yang bikin alis naik lebih cepat daripada harga cabai menjelang Lebaran. Sebuah expo digelar, panggung musik menjadi ramai, stan kuliner penuh asap sate, penjual minuman sibuk ngeblender jus mangga. Tapi anehnya, yang jadi magnet bukan artis lokal yang suaranya bisa pecahin kaca, bukan pula seblak viral yang level pedasnya bisa bikin orang nangis sambil nyanyi, melainkan… sebuah stan birokrasi.

Iya, benar,  Stan Disnakertrans Muba bikin heboh, mendadak jadi tempat nongkrong favorit anak muda, coba pikirkan, jika birokrasi yang citranya kayak printer kantor, berisik, macet kertas, dan bikin orang mau banting meja, kali ini berubah jadi panggung hiburan. Antreannya lebih panjang daripada promo BTS Meal waktu itu. Bedanya, di sini yang diburu bukan nugget ayam, tapi selembar kartu pencari kerja alias AK.1.

Antrean di stan Disnakertrans mirip ritual modern, anak muda datang dengan kemeja terbaik, parfum semprot tiga kali, rambut klimis setengah mati. Mereka antre rapi, bukan untuk iPhone terbaru, dan bukan juga untuk diskon kopi susu, tapi melainkan untuk selembar kartu yang bahkan nggak ada hologramnya.

Kalau antrean konser dangdut biasanya diwarnai joget tipis-tipis, antrean ini justru penuh ekspresi serius, namun tetap absurd lantaran ada yang sibuk buka map lusuh, ada pula yang ngebolak balik ponsel sambil berdoa, bahkan ada yang terlihat seperti habis menelan biji salak, alias tegang tapi pura-pura santai, he..he..he.

Namun buat sebagian orang, AK.1 ini bukan sekadar kartu, ia mirip tiket lotere resmi dari pemerintah. Bedanya, kalau lotere bikin orang berkhayal jadi miliarder, kartu ini bikin orang berkhayal bisa bayar kos tepat waktu,  sederhana, tapi nyata.

Begitu duduk di meja pendaftaran, para pencari kerja langsung disodori formulir. Nah, di sinilah adegan komedi situasi dimulai, ada yang menunduk serius seolah lagi ujian nasional, ada yang bolak-balik kertas sampai pensilnya ikut jatuh, dan ada pula yang diam-diam melirik jawaban tetangga sebelah. Suasananya hening, tapi penuh drama kecil, kalau ada sutradara diam-diam rekam, hasilnya bisa jadi sitkom “Formulir dan Air Mata”.

Pepatah lama bilang, “Tertawa itu obat paling mujarab”, dan benar saja, bahkan birokrasi yang biasanya kaku bisa berubah jadi panggung dagelan. Satu lembar formulir tipis ternyata punya kekuatan magis, bikin keringat dingin bercucuran, tapi sekaligus bikin orang ketawa kecil melihat tingkah tetangga sebangku.

Selama ini memang, kantor pemerintahan sering dianggap seperti museum, besar, dingin, dan membosankan. Orang masuk dengan harapan, keluar dengan wajah kusut sambil bawa map penuh fotokopi KTP. Tapi di Muba Expo, kantor itu seolah dicabut dari betonnya lalu dipindahkan ke lapangan festival. Ada balon warna-warni, brosur berkilau, dan suasana yang bikin orang rela antre kayak mau masuk wahana Dufan.

Umpanya begini “Kalau gunung tak mendekat ke manusia, maka manusia harus mendaki gunung”, bedanya di sini, gunung birokrasi justru turun sendiri ke tengah kota. Hasilnya? bukan cuma pelayanan yang lebih dekat, tapi juga birokrasi yang tiba-tiba punya sisi humor.

Birokrasi ikut senyum

Kepala Disnakertrans Kabupaten Muba, Herryandi Sinulingga, AP, juga ikut kaget sekaligus bahagia, katanya, “Kami sangat senang dengan banyaknya pengunjung yang datang untuk mendapatkan informasi lowongan kerja. Ini menandakan kesadaran para pencari kerja di Muba untuk terus berupaya meningkatkan kualitas diri”.

Senada, Sekretaris Disnakertrans Muba, Juanda, SE., M.Si, menimpali dengan senyum lebar “Antusiasme ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus memberikan pelayanan terbaik dan terdepan. Kami ingin memfasilitasi setiap masyarakat, baik yang baru merintis karier maupun yang sudah berpengalaman”.

Di titik ini, kita sadar bahwa bahkan pejabat pun bisa terseret ke pusaran komedi situasi ini, mereka tak lagi bicara dengan nada kaku ala konferensi pers, tapi dengan ekspresi senang, persis tuan rumah hajatan yang kaget lihat tamunya membludak.

Yang bikin lebih heboh lagi, stan ini juga memamerkan informasi pelatihan bahasa dan budaya Jepang. Bayangkan, dari Sekayu langsung melompat ke Shibuya, dan dari jalan kabupaten, tiba-tiba bisa membayangkan diri naik kereta di stasiun Shinjuku.

Buat anak muda Muba, ini bukan sekadar mimpi, Jepang memang lagi butuh tenaga kerja, dan Indonesia jadi salah satu sumber utama. Jadi skenarionya jelas, yakni  hari ini isi formulir di stan expo, besok bisa jadi isi kontrak kerja di Tokyo.

Ibarat pepatah bilang “Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah”,  langkah itu, ternyata, bisa sesederhana duduk di meja expo sambil isi formulir dengan pulpen pinjaman.

Bupati Muba menekankan soal digitalisasi pelayanan publik, kedengarannya serius, tapi expo ini jadi bukti kalau digitalisasi bisa jalan kalau niat. Cetak kartu kerja online, rekrutmen cepat, pelayanan mobile, semua bisa dipraktikkan.

Masalahnya, kita semua tahu kisah klasik aplikasi pemerintah, kadang lebih sering “down” daripada “up”, kayak jualan nasi goreng tanpa nasi. Tapi di expo ini, setidaknya digitalisasi terbukti bisa bikin antrean lebih tertib, formulir lebih cepat diproses, dan printer nggak macet di tengah jalan.

Nah, poin pentingnya adalah  anak muda jangan cuma berhenti di antre brosur, expo hanyalah pintu masuk, dan yang lebih penting adalah mengasah keterampilan, mencari pengalaman, dan berani bersuara kalau pelayanan kembali macet.

Oleh sebab itu, birokrasi itu seperti motor bebek tua, bisa melaju kencang, tapi kalau nggak dipanasin rutin, cepat mogok. Pemudalah yang harus jadi montir untuk  mengingatkan, menuntut, sekaligus mendorong, agar mesin pelayanan publik tetap jalan. Kalau generasi muda hanya diam, siap-siap kembali ke zaman batu, era map tebal, cap basah, dan tanda tangan berlapis.

Muba Expo 2025 sudah memberi satu pelajaran penting, seperti birokrasi bisa turun ke jalan, bisa bercanda, bisa jadi panggung humor, tapi tetap serius membantu rakyat.

Stand Disnakertrans membuktikan bahwa pelayanan publik tak harus membosankan, ia bisa jadi seru, ramai, bahkan lebih hits daripada warung seblak viral.

Tugas kita sekarang adalah memastikan momentum ini berlanjut, karena rakyat tidak butuh gedung mewah, yang mereka butuhkan adalah pelayanan cepat, ramah, dan sederhana.

Jika birokrasi bisa terus tampil, seperti di expo, maka pelayanan publik bukan lagi soal antrean panjang dan wajah kusut, melainkan soal senyum lebar dan masa depan yang lebih jelas, dan siapa sangka, di Sekayu, rahasia itu sudah terungkap, yakni birokrasi ternyata bisa bikin ngakak.[***]

Terpopuler

To Top