Sumselterkini.co.id, – Pak Karim, lelaki setengah tua dengan kumis miring karena sering tidur miring, adalah pemilik kapal nelayan yang terkenal lurus dan jujur. Tapi sayang, awak kapalnya tidak serajin Pak Karim berdoa. Dalam beberapa bulan terakhir, kapal miliknya pulang melompong. Bukan karena laut kering, tapi karena hasil tangkapan entah di mana rimbanya.
“Ini ikan-ikan, kok tiap hari makin males ikut pulang ya, Din?” keluh Pak Karim pada Bang Udin, tetangganya yang kerjaannya ngopi tapi tahu banyak.
Bang Udin cuma ngangkat bahu. “Mungkin ikannya juga udah jenuh, Rim. Capek dikejar-kejar terus.”
Pak Karim termenung. Tapi bukan termenung biasa. Ini termenung berisi. Ia mencium aroma kecurangan, seperti mencium gorengan basi bau, tapi belum bisa ditunjuk siapa pelakunya.
Suatu hari, datanglah penyelamat bernama Pak Ipunk Direktur Jenderal yang datang bukan bawa parang, tapi bawa kabar.
“Pakai ini, Pak,” ujarnya waktu itu sambil menunjukkan HP. “Aplikasi SALMON. Sistem Aktivasi Lacak dan Monitor. Bisa lihat kapal Bapak lagi ngapain di laut.”
Pak Karim melongo.
“Lho, kapal saya diintip dari HP? Kayak mantau anak pacaran di taman kota?”
Pak Ipunk cuma senyum.
“Bapak nanti bisa tahu kapalnya nyasar ke mana, berhenti di mana, bahkan kalau ada yang main nakal jual ikan di tengah laut misalnya langsung ketahuan.”
Mendadak wajah Pak Karim berubah. Antara bahagia dan dendam pribadi yang tersalurkan. “Jadi saya bisa jadi intel, ya? Pakai HP? Wah, kayak James Bond tapi pakai sandal jepit!”
Malam itu Pak Karim resmi jadi pemantau laut virtual. Di tangannya, aplikasi SALMON bergetar.
Notifikasi muncul. “Kapal Anda berhenti selama 42 menit di titik koordinat X tengah laut.”
Mata Pak Karim langsung melotot. “42 menit di tengah laut? Itu bukan nangkap ikan. Itu negosiasi harga!”
Ia mendadak bangkit dari kursi rotan, lalu berteriak ke arah dapur, “Mak! Nyalain lampu! Aku mau ke pelabuhan! Ini bukan waktu tidur, ini waktu pembuktian!”
Mak Jah, istrinya, cuma ngedumel, “Bapak ini, tua-tua masih main intel…”
Esoknya kapal datang. Bawa senyum, tapi enggak bawa ikan. Anak buahnya bersiul-siul seolah tak ada dosa.
Pak Karim berdiri di ujung dermaga dengan gaya seperti guru BP nunggu murid bolos. HP di tangannya sudah siap dengan bukti.
“Mana hasil tangkapan?”
“Laut sepi, Pak. Ikan libur mungkin…”
Pak Karim nyengir, lalu nyodorkan layar HP.
“Kalau sepi, kenapa kapal kalian berhenti 42 menit di titik koordinat yang biasa buat jual beli hasil curian laut? Nih… ada rekam jejaknya. Jangan kira saya enggak tahu. Sekarang laut udah online, Nak. Ini bukan era bajak laut, ini era bajak sinyal!”
Anak-anak buahnya kaget, seperti maling yang mendapati rumah korban sudah pasang CCTV.
Sejak saat itu, awak kapal mulai berubah. Enggak ada lagi yang main ‘jual-dulu-bilang-kosong’. Semuanya sadar, kapal sekarang bisa dilacak. Bahkan kalau mereka bersin pun, kayaknya Pak Karim bisa tahu.
Pak Karim pun jadi tenang. Ia kini percaya laut tak lagi sunyi. Karena Salmon, sang satpam laut, selalu siaga menjaga.
Dan malam-malam berikutnya, Pak Karim tidur nyenyak.
Tapi di mimpi, dia selalu jadi James Bond. Tapi bukan bawa pistol. Dia bawa jaring dan sinyal satelit.
VMS alias SPKP alias Salmon ini memang revolusi. Laut jadi lebih jujur, kapal lebih terpantau, dan pemilik kapal enggak perlu lagi jadi korban tipu-tipu.
Dan buat awak kapal?
Sekarang mereka punya tiga hal yang tak boleh dilawan, yakni ombak, bos kapal, dan… sinyal GPS.
Di era teknologi sekarang, awak kapal yang suka curang harus siap-siap keringetan, bukan karena panas matahari, tapi karena dilacak dari langit lewat aplikasi bernama ikan Salmon
Jangan kira laut itu luas dan bebas, karena sekarang kapal nakal bisa ketahuan cuma dari HP kentang pemilik kapal. VMS itu bukan cuma singkatan keren, tapi bisa bikin awak kapal yang biasa nyolong ikan di tengah laut jadi rajin sholat karena was-was ketahuan.
Jadi, buat awak kapal yang masih doyan tipu-tipu, ingatlah
“Sekarang bukan cuma Tuhan yang Maha Melihat… Tapi juga Pak Karim, lewat aplikasi Salmon.ha…ha..ha.[***]