KALAU kehidupan sehari-hari warga Muba diumpamakan seperti sepiring tekwan hangat di pagi hari nikmat, tapi kadang terasa hambar karena ada cabai rawit gejolak harga,maka Rakor Nasional Mendagri baru-baru ini bisa dianggap sebagai bumbu rempah yang menambah rasa menyehatkan, sekaligus mengingatkan agar tak terlalu manis manja.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian baru-baru ini menyoroti perlunya perbaikan fasilitas publik yang rusak akibat aksi demonstrasi, warga mungkin berpikir. “Wah, ini seperti rumah bocor yang baru diperbaiki kalau hujan datang, lega tapi telat juga.” Namun, jika dicermati, instruksi itu memiliki efek langsung bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Jalan berlubang, jembatan reyot, taman kota yang jadi sarang sampah, semua ini bukan hanya soal estetika, tapi juga soal efisiensi ekonomi dan kenyamanan warga, seperti pepatah bilang, “Tak ada rotan, akar pun jadi”, pemerintah daerah bisa memanfaatkan setiap rupiah anggaran untuk memastikan fasilitas publik kembali berfungsi, yang ujungnya mendorong produktivitas warga.
Bagi warga Muba, instruksi Mendagri soal menunda kegiatan seremonial mewah dan menghindari “flexing” di media sosial terasa seperti pesan moral dari nenek-nenek di pasar “Jangan pamer kalau dompetmu cuma tipis di akhir bulan”. Imbauan ini bukan sekadar basa-basi birokrasi, tapi berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi lokal. Mengapa? Karena anggaran yang tadinya untuk seremoni bisa dialihkan untuk penyaluran bantuan sosial, perbaikan fasilitas, atau program UMKM lokal, hal-hal yang langsung terasa oleh masyarakat.
Mari kita lihat dari sisi ekonomi warga biasa, stabilitas fasilitas publik artinya pedagang pasar bisa berjualan tanpa terganggu jalan rusak, anak-anak bisa sekolah tanpa khawatir jembatan ambrol, dan transportasi logistik tetap lancar. Inflasi lokal pun bisa sedikit ditekan karena distribusi pangan lebih efisien. Data dari Rakor sendiri menyoroti peran penting BULOG dalam menstabilkan harga beras hingga 1,318 juta ton pada 2025, bagi warga Muba, ini berarti nasi di meja tetap tersedia tanpa harga melonjak. Jadi, walaupun terdengar teknis dan jauh di Jakarta, keputusan Rakor Mendagri langsung menetes ke kantong warga.
Namun, warga Muba bukanlah penonton pasif. Ada yang mengeluh, ada yang menertawakan kebijakan pemerintah—seperti orang menonton sinetron, kadang garuk-garuk kepala, kadang ngakak sendiri. Humor ini sebenarnya menandakan kepedulian publik. Mereka tahu bahwa pemerintah mencoba menyeimbangkan antara pembangunan fisik dan sosial, antara stabilitas ekonomi dan keamanan publik. Seperti kata pepatah Jawa, “Ojo kesusu, ojo gumunan, sabar iku kunci”. Kesabaran masyarakat, ditambah perhatian pemerintah, akan menghasilkan harmoni ekonomi sosial.
Langkah Mendagri bisa dibaca sebagai upaya mempercepat efek domino positif, yakni perbaikan fasilitas publik, produktivitas meningkat, pengalihan anggaran dari seremoni ke program sosial, daya beli warga terjaga dan pengendalian inflasi lokal, harga bahan pokok stabil.
Ini menunjukkan keputusan yang tampak administratif dan jauh dari mata publik sebenarnya adalah strategi ekonomi mikro. Setiap jalan yang diperbaiki, setiap bantuan yang tersalurkan tepat waktu, adalah investasi kecil yang menumbuhkan kepercayaan masyarakat sekaligus ekonomi lokal.
Warga Muba harus tetap peduli, kritis, dan partisipatif, jika mereka hanya duduk manis sambil mengeluh di warung kopi, maka efek kebijakan pemerintah akan hanya jadi cerita di berita nasional. Sebaliknya, keterlibatan aktif warga dalam memantau penggunaan anggaran, menjaga fasilitas, dan mendukung UMKM lokal bisa mempercepat tujuan pemerintah kemiskinan berkurang, inflasi terkendali, dan kualitas hidup meningkat.
Rakor Mendagri bukan sekadar acara virtual di layar monitor, dampaknya nyata, terutama bagi warga Muba yang merasakan langsung perbaikan fasilitas publik, perhatian pada harga pangan, dan alokasi anggaran yang lebih tepat sasaran. Dengan humor, pepatah, dan analogi keseharian, kita bisa memahami bahwa ekonomi lokal bukan sekadar angka di laporan, tapi hidup sehari-hari warga yang membaik sedikit demi sedikit.
Bagi pembaca rubrik ekonomi, pesan yang bisa diambil jelas stabilitas sosial dan fasilitas publik yang memadai adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jangan anggap remeh langkah-langkah kecil, karena di sinilah ekonomi mikro bertemu dengan kehidupan nyata, dari jalan rusak, pasar ramai, hingga nasi tetap hangat di meja makan.[***]