Ekonomi

Petani Mandiri, Negara Ikut Nyiram

ist

ADA pepatah Jawa bilang, Sing rajin nyangkul bakal panen, sing rajin tidur bakal mimpi”,  pepatah ini kayaknya cocok banget buat menggambarkan semangat Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono waktu ketemu rombongan Tani Merdeka di kantor Kemensos, Senin kemarin.
Bukan rapat biasa, tapi obrolan penuh semangat tentang gimana caranya bikin petani Indonesia bukan cuma kuat nyangkul, tapi juga kuat di dompet.

Kata Pak Wamensos, program Kemensos ke depan bakal berubah haluan, kalau dulu fokusnya perlindungan sosial, sekarang arahnya pemberdayaan. Bahasa gampangnya adalah kalau dulu rakyat dikasih ikan, sekarang diajarin cara mancing bahkan lengkap sama pancingan dan umpannya.

Sebenarnya bukan berarti bantuan gak penting, tapi kan enak kalau bisa bantu diri sendiri, ibarat kata, kalau dulu nunggu nasi bungkus datang, sekarang bisa buka warung sendiri.
Presiden Prabowo, katanya, pengen rakyat Indonesia jadi bangsa yang mandiri, bukan bangsa yang nungguin bansos nyasar ke RT-nya.

Pak Wamensos juga nyebut, dari data Nasional, 52 persen masyarakat miskin itu buruh tani, ini dia jantungnya masalah sekaligus kuncinya solusi, karena kalau buruh tani sejahtera, maka angka kemiskinan bisa langsung nyungsep ke bawah.

Oleh karena itu, beliau ngajak Tani Merdeka buat bareng-bareng jalan di program pemberdayaan, biar para petani bukan cuma kerja keras di sawah, tapi juga punya kesempatan naik kelas lantaran buruh tani jadi pemilik lahan, dari penanam jadi pengusaha hasil bumi.

Kalau kata Pak Jabo, “Kita gak bisa kerja sendiri”, bener juga, ngangkat cangkul aja kadang perlu dua tangan, apalagi ngangkat ekonomi bangsa, dari sisi Tani Merdeka, Ketua Umum Don Muzakir juga punya seabrek ide. Mereka siap bantu petani dengan advokasi, pembinaan, sampai pendampingan, gak cuma nanem, tapi juga ngawasin, dari alat pertanian sampai pupuk.

Katanya, bantuan pemerintah kadang belum tepat sasaran. Nah, Tani Merdeka hadir biar gak ada lagi alat pertanian yang salah alamat, atau pupuk yang mendadak hilang pas dibutuhkan.
Selain itu, mereka juga mau perjuangkan standar upah buat buruh tani, biar hidupnya gak cuma bergantung pada cuaca dan takdir.

Di beberapa daerah, mereka udah mulai program kreatif,  kayak tumpang sari jagung dan cabe di desa-desa miskin, lumayan, cabe bisa buat sambal, jagung bisa buat bakwan. Dua-duanya bikin hidup lebih pedas tapi tetap lezat.

Kalau dilihat, kolaborasi antara Kemensos dan Tani Merdeka ini ibarat kerja bakti di sawah, yang satu bawa benih, yang satu bawa cangkul, kalau sama-sama niat dan kompak, tinggal tunggu waktu panen.

Kemandirian rakyat bukan berarti pemerintah lepas tangan, justru harus kayak hubungan petani dan air: gak bisa pisah, harus saling menghidupi. Negara hadir bukan buat ngasih terus, tapi buat nyiram, nyemai, dan jagain supaya tumbuh.

Kalau petani bisa berdiri di atas kaki sendiri, itu bukan karena ditinggal, tapi karena didorong buat maju, bansos boleh dikurangi, asal kesempatan ditambah, biar rakyat bukan cuma jadi penerima bantuan, tapi jadi pencipta keberkahan.

Jadi, program pemberdayaan ini ibarat menanam pohon, awalnya kecil, perlu dirawat tiap hari, tapi nanti buahnya bisa dinikmati banyak orang, dan kalau buahnya manis, ya itu hasil gotong royong, antara pemerintah yang nyiram, dan rakyat yang nyangkul dengan hati. Kalau nanti angka kemiskinan beneran turun di bawah 5 persen, jangan lupa, itu bukan keajaiban, tapi hasil kerja sama, karena seperti kata pepatah sawah ‘Panen besar lahir dari tangan-tangan kecil yang gak pernah lelah menanam”.[***]

Terpopuler

To Top