Ekonomi

“Muba Berminyak Tapi Tak Licin, Ketika Migas Tak Lagi Cuma Ngisi Tangki, Tapi Juga Isi Perut Rakyat”

ist

DI DUNIA perminyakan, ada dua jenis orang yang tangannya berminyak karena kerja, dan yang kantongnya berminyak karena bisa dibilang kebetulan dekat dengan sumber minyak. Nah, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan tampaknya sedang berusaha masuk ke kategori pertama  yang tangannya belepotan minyak, karena kerja keras, bukan karena main licin-licinan.

Senin (13/10/2025) kemarin, Pemkab Muba resmi menjalin kerja sama strategis dengan SKK Migas, bahasa kerennya sih nota kesepakatan tentang sinergi kegiatan usaha hulu migas, namun kalau mau dibikin simpel, ini semacam perjanjian “ayo kita sama-sama gali minyak, tapi jangan sampai rakyatnya malah kehabisan bensin buat hidup”.

Bupati Muba, H. M. Toha Tohet SH, dengan bangga menyebut bahwa Muba menerima Dana Bagi Hasil (DBH) migas sebesar Rp674 miliar, tertinggi di Sumsel, angka yang bikin mata melotot dan jantung deg-degan kayak lihat tagihan listrik pas akhir bulan, tapi kata Bupati, duit sebanyak itu bukan buat gaya-gayaan, melainkan buat nambah bensin pembangunan, biar ekonomi Muba melaju kencang, tapi tetap di jalur yang benar.

Pepatah bilang, “air tenang menghanyutkan”,  kalau minyak, tenang-tenang bisa meledak juga, karena banyak daerah di Indonesia yang dulu kaya migas, tapi akhirnya tinggal cerita, minyaknya habis, rakyatnya nangis. Untungnya, Muba keliatannya belajar dari pengalaman tetangga.

Oleh karena itu, makanya Bupati Toha getol ngomong soal Participating Interest (PI) 10 persen, ini bukan arisan minyak, tapi bentuk partisipasi daerah biar nggak cuma jadi penonton. “PI 10 persen ini harus jadi instrumen nyata mendukung kesejahteraan rakyat,” katanya.

Bahasanya memang formal, tapi maknanya sangat dalam sedalam sumur bor, he..he, jangan sampai minyaknya keluar, tapi manfaatnya mampir ke tempat lain. Kalau pepatah lama bilang, “ayam mati di lumbung padi” jangan sampai rakyat Muba haus di sumur minyak sendiri.

Nota kesepakatan itu nggak cuma buat pajangan di dinding kantor, kayak ijazah yang cuma dibingkai, tapi gak pernah dipakai, Di dalamnya ada empat poin penting, misalnya pemberdayaan tenaga kerja lokal, pengembangan masyarakat, pemanfaatan kandungan lokal, dan tentu saja, PI 10 persen tadi.

Artinya, warga Muba gak cuma jadi penonton ketika rig minyak berdiri gagah, tapi juga ikut kerja, ikut nyumbang, dan ikut menikmati hasilnya. Kalau dulu warga cuma lihat asap dapur perusahaan, sekarang semoga dapurnya sendiri juga bisa ngebul.

Deputi SKK Migas, Eka Bhayu Setta, juga bilang hal yang keren, sebab sinergi ini bukan cuma buat kepentingan Nasional, namun juga untuk otonomi daerah. Ini kayak hubungan pacaran yang sehat, bukan yang satu ngatur, satu nurut, tapi sama-sama nyari titik bahagia.

Jangan jadi “Minyak Goreng”

Memang kadang kalau sudah ngomongin soal minyak, banyak yang tangannya gatel, ada aja yang tergoda buat goreng proyek, goreng”data, bahkan goreng kebijakan. Tapi Muba sekarang kayaknya lagi bertekad, agar minyak cukup digoreng di dapur, bukan di meja rapat.

Kepala Bappeda Mursalin SE MM sampai bilang, kerja sama ini harus terintegrasi sama rencana pembangunan daerah, bahasa sederhananya jangan sampai proyek migas ini kayak nasi goreng tanpa bumbu, banyak tapi hambar, harus ada rasa lokal, manfaat nyata, dan aroma kesejahteraan yang nyebar ke seluruh penjuru Muba.

Kalau dipikir-pikir, Muba ini daerahnya unik, lantaran minyaknya banyak, tapi yang bikin salut adalah semangatnya menjaga, agar kekayaan alam nggak berubah jadi bencana sosial. Di tengah euforia “DBH 674 miliar”, Pemkab-nya komit tetap ngomong soal tenaga kerja lokal, UMKM, dan masyarakat sekitar tambang.

Ini kayak orang dapet durian runtuh, tapi masih sempat mikirin orang lain yang belum kebagian durian, nah, jarang-jarang loh!. Coba kalau kita bisa ngebayangi semua daerah kaya sumber dayanya punya mental kayak gini, wow sudah pasti Indonesia gak cuma jadi negara penghasil minyak, tapi juga penghasil harapan.

Dari kerja sama Muba dan SKK Migas ini, ada pelajaran berharga, yaitu sumber daya alam itu bukan jaminan kesejahteraan, tapi kesempatan untuk membuktikan kebijaksanaan, apalagi minyak itu bisa habis, tapi integritas dan kolaborasi kalau dijaga bisa terus mengalir.

Sehingga, asanya jangan sampai generasi berikutnya cuma baca di buku sejarah, “dulu Muba punya minyak”, tanpa pernah ngerasain manfaatnya.

Kalau kata orang tua dulu, “rezeki itu kayak minyak di panci,  kalau api terlalu besar, bisa gosong, tapi kalau sabar diatur, bisa matang sempurna”, begitu pula dengan migasnya,  jangan serakah, jangan tergesa, kelolalah dengan hati, bukan hanya kalkulator.

Oleh sebab itu, kerja sama dengan SKK Migas ini bukan cuma soal menandatangani kertas dan saling tukar plakat, ini soal tekad membuktikan bahwa Muba bisa makmur tanpa jadi licin, bisa kaya tanpa jadi congkak, dan bisa berminyak tanpa tergelincir.

Kalau semua berjalan sesuai niat baiknya, Insya Allah, bukan mustahil suatu hari nanti, orang akan bilang “Muba bukan cuma penghasil minyak, tapi juga penghasil senyum untuk rakyatnya”.[***]

Terpopuler

To Top