Ekonomi

Inflasi Sumsel Jinak, Tapi PR Masih Numpuk? Ini Bedah Jujurnya!

ist

RAPAT Koordinasi TPID–TP2DD di Aryaduta Palembang itu suasananya mirip kumpul keluarga besar, bedanya, yang ngumpul bukan paman dan sepupu, tapi para jenderal ekonomi dari seluruh Sumsel. Ada BI, BPS, OJK, para kepala daerah, OPD, pokoknya lengkap. Tinggal kurang penyanyi organ tunggal saja biar makin sakral.

Gubernur Herman Deru membuka acara sambil menegaskan kalau inflasi Sumsel yang terkendali itu bukan hasil sulap semalam, tapi kerja bareng semua pihak mirip pepatah lama “Satu lidi patah, seikat bisa buat nyapu rumah sebelah”. Artinya, inflasi itu cuma bisa dikendalikan kalau semua nyambung, bukan jalan sendiri-sendiri seperti kabel listrik era kolonial.

Deru juga sempat mengelus-elus GSMP /Gerakan Sumsel Mandiri Pangan yang sejak 2021 jadi anak emas pengendalian inflasi. Program ini memang terbukti bikin banyak warga yang tadinya cuma tahu tanam aglonema, sekarang jago nanam cabai tanpa drama.

Hasilnya? harga lebih stabil, pasokan terjaga, dan dapur tetangga tidak lagi bergantung pada mood pasar.

Tapi jujur bro, pujian ini jangan cuma jadi pengharum ruangan tiap rapat. GSMP tetap butuh SPP /Support, Pemantauan, dan Pendanaan.

Jangan sampai programnya bagus di podium, tetapi di lapangan tumbuhan cabai lebih sering dikerubuti ayam daripada dipanen. Pemprov harus rajin turun cek apakah GSMP masih berjalan, apakah hasilnya masuk pasar, dan apakah distribusi tidak pakai drama sinetron.

Kepala BI Sumsel, Bambang Pramono, maju dengan gaya dosen favorit kampus, tenang, runut, dan datanya lengkap. Pertumbuhan ekonomi Sumsel 5,2%, di atas nasional. Inflasi 2,91%, sedikit di atas rata-rata, tapi masih aman.

Yang kurang aman adalah kabupaten/kota yang belum setor data monitoring inflasi. Bagaimana mau ngatur harga kalau datanya saja telat? Ini sama saja kayak main catur dalam gelap, jalannya kuda pun kita tak tahu ke mana.

Bambang juga melempar sindiran soal pentingnya konsumsi pemerintah. Belanja daerah jangan menunggu Desember baru panik mengejar realisasi. Ekonomi itu tidak bisa diberi makan sekaligus di akhir tahun, nanti malah sakit perut anggaran. Belanja rutin, belanja tepat, itu kuncinya.

Acara ini juga bicara soal digitalisasi daerah lewat TP2DD. Tapi digitalisasi jangan cuma jadi pajangan dashboard canggih, QRIS di spanduk, tapi transaksi masih tunai dan pencatatan tetap pakai buku tipis.

Goodie bag

Digitalisasi itu bukan kosmetik, tapi sistem kerja, kalau dilakukan serius, daerah bisa lebih cepat, lebih bersih, lebih transparan. Tapi kalau setengah hati, ya cuma jadi poster inspiratif.

Deretan pejabat yang hadir sangat lengkap, dari walikota sampai sekda. Tapi rakyat tentu berharap supaya yang dibawa pulang bukan cuma map biru dan goodie bag, melainkan langkah nyata.

Sebab percuma rapat tiap tahun kalau harga cabai tetap naik saat mendung datang, dan beras naik setiap kali grup WhatsApp ramai ngebahas isu gagal panen.

Jadi, secara keseluruhan, inflasi stabil, ekonomi tumbuh, inovasi jalan, tapi tetap ada PR menggunung, kedisiplinan data, percepatan digitalisasi, penguatan GSMP, dan konsistensi eksekusi.

Hal-hal ini harus dipoles, bukan diabaikan, kritik bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk memastikan motor perkembangan ekonomi tidak mati mesin di tengah jalan.

Oleh sebab itu, rapat boleh megah, slide boleh penuh grafik, tapi yang paling penting adalah harga di pasar tetap masuk akal. Ibu-ibu yang tersenyum waktu belanja adalah indikator ekonomi paling jujur lebih jujur daripada angka di layar presentasi.

Semoga Rakor TPID -TP2DD kali ini jadi langkah nyata. Jangan cuma jadi ritual tahunan. Rapat itu hanya awal, kerja lapanganlah yang menentukan apakah Sumsel bisa semakin stabil, semakin digital, dan semakin siap menghadapi tahun-tahun mendatang.

Pasalnya ekonomi itu ibarat kolam ikan, airnya harus jernih, ikannya jangan stres, dan pemiliknya jangan cuma sibuk foto-foto kolam tanpa memberi makan.[***]

Terpopuler

To Top