Sumselterkini.co.id,Jakarta – Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan sangat sulit jika konsep pengembangan dan pemanfaatan teknologi 4.0 secara luas tidak di dukung dana yang memadai.
“Anggaran belanja riset yang disiapkan pemerintah saat ini masih sangat minim,”ungkapnya melansir warta ekonomi.co.id, minggu.
Menurutnya gelombang penerapan teknologi 4.0 di sejumlah negara terus berkembang demikian pesat. Mulai dari semakin moncernya kinerja perusahaan startup di bidang e-commerce, payment system dan beragam yang lain hingga juga perubahan ‘wajah’ industri konvensional yang terdorong untuk semakin go digital. Tren ini juga terlihat mulai menggejala di Indonesia.
Meski demikian, pergerakan tren tersebut harus diakui sejauh ini masih lebih banyak didorong oleh pelaku industri secara mandiri.
Kondisi ini dinilai kurang ‘sehat’ dan membuat potensi pertumbuhannya menjadi kurang tergarap maksimal lantaran belum didukung oleh kebijakan pemerintah, utamanya dalam hal pengembangan Riset and Development (R&D).
Dalam catatan Bhima, alokasi dana belanja riset yang telah dianggarkan oleh pemerintah sejauh ini masih tertahan di level 0,3 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Porsi tersebut dikatakan Bhima jauh tertinggal bila disandingkan dengan politik anggaran yang dilakukan oleh negara-negara yang selama ini dikenal masyarakat sebagai salah satu pemain utama dalam gelombang industri 4.0.
“(Anggaran R&D) China itu sekarang sudah sampai di level dua persen (dari total PDB nasional), sehingga mereka bisa percaya diri untuk masuk ke era 4.0. Kalau kita mau ke arah sana ya tuntutannya sama, harus ada insentif baik berupa fiskal maupun non fiskal agar pengembangan keilmuan kita bisa maksimal sehingga bisa mengimbangi dinamika perkembangan teknologi yang ada,” tutur Bhima.
Selain anggaran R&D yang mencukupi, lanjut Bhima, pemerintah juga perlu mengusahakan keberadaan lembaga pengolahan dana riset yang profesional.
Dengan begitu harapannya keberadaan dana riset ke depan dapat diolah menjadi lebih produktif layaknya dana bergulir sehingga tidak hanya berhenti pada satu atau dua penelitian lalu tidak nampak secara langsung dampaknya di masyarakat dan juga industri.
“Makin banyak (lembaga pengelola dana riset) makin bagus agar makin kompetitif. Dan sebagai puzzle terakhir yang harus dilengkapi untuk kita bisa sampai di industri 4.0 adalah dengan adanya ekosistem regulasi yang bisa saling support, yang bisa memicu pelaku industri untuk secara bertahap tidak lagi ressistance terhadap perkembangan yang ada dan mulai masuk menjadi bagian di dalamnya,” tegas Bhima.[**]