Riuh tawa, sandal tercecer, dan pelajaran tentang gotong royong
SEANDAINYA pagi itu Iwan Fals kebetulan lewat di Musi Learning Center, besar kemungkinan ia bakal bersenandung pelan
“Hey, sunatan massal, aha ahaSunatan massal, aha ahaDitonton orang berjubal-jubalBanyak tercecer sepatu dan sandalHey, hari bahagia, aha ahaBersuka ria, aha ahaAda yang berjoget tari IndiaStambul, cha-cha dan tari rabana..”
Soalnya suasananya persis seperti di lagu itu, ramai, riuh, penuh drama kecil. Bedanya, tak ada panggung dan gitar, yang ada justru sandal dan sepatu kecil berserakan, anak-anak mondar-mandir dengan wajah tegang, serta orang tua yang sok tenang padahal jelas deg-degan.
Di sudut halaman, seorang bocah sibuk mencari sandalnya. “Tadi di sini,” katanya sambil menatap lantai seperti detektif kehilangan barang bukti.
Di bangku tunggu, ada yang menunduk sambil meremas sarung, ada pula yang berkali-kali bertanya, “Mak, lamo dak?” pertanyaan klasik itu yang sebenarnya bermakna sakit atau tidak?
Begitulah suasana khitanan massal dalam rangka HUT ke-66 PT Pusri Palembang, Minggu (14/12). Sebanyak 330 anak dari berbagai wilayah Kalidoni, Ilir Timur II, Sako Sematang Borang, Plaju, Kertapati, Kemuning, hingga Sukarame berkumpul bukan untuk lomba atau pentas seni, tapi untuk satu momen hidup yang tak akan mereka lupakan.
Tangis dan tawa bercampur jadi satu, ada anak yang masuk ruang tindakan dengan langkah gemetar. Ada pula yang keluar sambil senyum bangga, meski bekas air mata masih setia di pipi. “Nggak sakit,” katanya lantang, seolah baru menjuarai final piala dunia, padahal jalannya masih agak hati-hati.
Di dalam ruangan, para tenaga medis dari RS Pusri bekerja tanpa banyak suara. Total ada 63 tenaga kesehatan 55 operator dan asisten medis, 4 asisten kering, 1 penanggung jawab, serta 1 dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
Wajah mereka pun terlihat tenang, sabar, dan profesional seolah sudah hafal betul menghadapi berbagai tipe pahlawan cilik.
“Tarik napas, Dek… ntar lagi selesai,” ujar seorang perawat sambil menepuk pundak pasien kecilnya. Kalimat sederhana, tapi ampuh. Meski tak selalu menghentikan tangis, setidaknya membuat anak-anak merasa tidak sendirian.
Bagi orang tua, kegiatan ini bukan sekadar acara ulang tahun perusahaan. Ini soal lega. Di tengah biaya hidup yang makin terasa pedas, khitan gratis jelas sangat membantu. Tak perlu menunda, tak perlu hitung ulang anggaran dapur. Anak bisa dikhitan tepat waktu, orang tua pun pulang dengan hati tenang. “Alhamdullilah, anak aku sudah di sunnat, dak malu lagi dio, ” ucap seorang ibu asal Kalidoni Palembang ini
Pusri juga menyiapkan paket perlengkapan untuk setiap peserta, tas sekolah, kain, baju koko, buku tulis, sertifikat khitan, hingga uang saku. Ada doorprize dan photobooth ceria upaya kecil tapi penting untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari rasa tegang.
Di sela kegiatan, hadir jajaran manajemen Pusri, unsur Muspika, Camat dan Lurah dari berbagai wilayah. Mereka tidak datang dengan pidato panjang.
Bahkan lebih banyak menyapa, meninjau, dan tersenyum melihat ekspresi anak-anak yang baru keluar dari ruang khitan antara bangga dan menahan perih.
Kepedulian nyata
Mewakili manajemen Pusri, SVP Tata Kelola & Manajemen Risiko, Junaedi, mengatakan bahwa kegiatan khitanan massal ini merupakan wujud kepedulian nyata perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
“Melalui kegiatan khitanan massal ini, Pusri ingin hadir dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, khususnya anak-anak di wilayah sekitar perusahaan. Kegiatan ini juga menjadi sarana memperkuat sinergi dan silaturahmi antara perusahaan, pemerintah setempat, serta unsur Muspika demi terciptanya lingkungan yang harmonis dan berkelanjutan,” ujarnya.
Ucapan itu terasa pas dengan apa yang terlihat di lapangan. Tak berlebihan, tak kaku, semua pihak menjalankan perannya masing-masing.
Perusahaan juga menyiapkan fasilitas, tenaga medis memastikan keamanan. Pemerintah setempat menjaga ketertiban, dan warga datang membawa kepercayaan.
Di ruangan sederhana itu, negara hadir tanpa jas dan tanpa podium, ia hadir lewat kerja bersama. Lewat pelayanan, lewat anak-anak yang pulang sambil memegang sertifikat dan goodie bag meski jalannya masih sedikit mengangkang.
Menjelang siang, suasana berubah. Tangis mulai jarang terdengar, anak-anak berkumpul sambil saling membandingkan keberanian. Orang tua saling bertukar cerita. Ada tawa, ada lega, ada rasa syukur yang tak perlu diucapkan.
Jadi, kehadiran yang paling bermakna bukan yang paling ramai diberitakan, tapi yang paling terasa manfaatnya. Bukan soal seberapa megah acara dibuat, melainkan seberapa jauh beban warga bisa diringankan.
Khitanan massal ini mungkin hanya berlangsung sehari, tapi dampaknya bisa panjang. Anak-anak lebih sehat. Orang tua terbantu. Hubungan perusahaan, pemerintah, dan masyarakat tetap terawat.
Bak pepatah lama bilang, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” sebab di ruang khitanan itu, pepatah tersebut bukan sekadar kata-kata, ia benar-benar bekerja. Selamat HUT ke-66 PT Pusri Palembang….[***]