ADA pepatah lama bilang “Jauh-jauh ke pulau seberang, rupanya cuma cari sambal terasi”, maka kunjungan Wakil Bupati OKI ke Muba kali ini jelas bukan sekadar wisata sambal. Mereka datang bukan untuk keliling Danau Ulak Lia atau nyicip pempek asli Sekayu, tapi demi menyeduh ilmu tentang CSR dan pembinaan atlet muda, dua hal ini yang sering dianggap sepele, padahal efeknya bisa seperti cabe rawit kecil tapi nyengat ke masa depan.
Kita mulai dari CSR, yang sering dikira singkatan dari “Cuma Sebentar Rame”. Banyak daerah memperlakukan CSR kayak amplop lebaran, dibagi rata, cepat habis, dan lupa entah siapa yang dapat. Tapi di Muba, CSR sudah naik kelas?.
Karena bukan lagi sumbangan dadakan ala acara kawinan, tapi jadi sistem terukur yang bisa ngasih manfaat nyata ke masyarakat, dari pembangunan fasilitas hingga pemberdayaan rakyat, kayak bedanya antara mie instan sama rendang, satu cepat bikin kenyang, yang satu lagi tahan lama dan bikin bahagia.
OKI sepertinya mulai sadar, kalau CSR dikelola serius, bisa jadi mesin penggerak pembangunan, bukan cuma dikumpulkan lalu dibiarkan mengendap kayak cucian di kamar mandi kos, tapi diatur dengan regulasi dan visi yang jelas.
Dan ini penting, apalagi wilayah OKI dan Muba itu ibarat kembar tak identik, sama-sama banyak perusahaan, sama-sama penuh potensi, tapi bisa beda hasil kalau manajemennya beda.
Sekarang kita pindah ke ranah olahraga, Muba punya PPLPD tempat atlet muda digembleng bukan cuma ototnya, tapi juga akhlak dan kedisiplinannya.
Ini penting, karena jadi atlet itu bukan cuma soal bisa salto atau smash, tapi juga soal karakter. Jangan sampai anak-anak kita jago bela diri, tapi nggak bisa bela orang tua di rumah.
Dalam dunia olahraga, banyak talenta muda yang kayak durian montong di tengah hutan berkualitas, tapi kalau nggak dipungut ya keburu busuk.
Muba sadar betul hal ini, makanya bikin PPLPD sebagai dapur penggodokan masa depan olahraga. OKI pun mulai kepincut. Dan benar juga, daripada anak-anak sibuk jadi konten kreator nyanyi lipsync di sawah, mending diarahkan jadi atlet beneran yang bisa angkat nama daerah.
Wakil Bupati OKI juga bilang bahwa PPLPD bisa jadi benteng moral dari pengaruh negatif. Ini bagus. Karena kadang, membina anak muda itu kayak ngurus ayam jago salah sedikit bisa ngelabrak tetangga. Tapi kalau dilatih, dikasih kandang yang pas, bisa jadi juara sabung (secara positif, tentu saja bukan judi, ya!).
Namun, ada catatan penting. Kita harap semangat belajar dari Muba ini nggak cuma berhenti di foto-foto seremonial dan pidato manis kayak martabak Bangka.
Jangan sampai sepulang dari kunjungan, semua ide bagus ditaruh di laci, dan yang dibawa pulang cuma oleh-oleh kain jumputan dan foto selfie bareng Wabup Muba.
CSR bukan celengan ayam yang bisa diambil kapan suka, butuh regulasi yang ketat, pengawasan yang melek, dan transparansi seperti kaca spion, biar tahu siapa yang nyalip dari kiri.
Sementara pembinaan atlet bukan proyek musiman jelang PORDA. Kalau mau punya anak muda yang kuat, tangguh, dan punya identitas, ya harus dibina dari sekarang, bukan dari nanti-nanti yang nggak pernah jadi.
Bikin forum bersama antar daerah yang rutin bahas CSR dan olahraga, libatkan komunitas lokal dalam pengawasan CSR, bentuk PPLPD yang bukan cuma urus fisik, tapi juga pendidikan dan psikologi atlet muda, dan terakhir, dokumentasikan praktik baik ini bukan cuma di berita, tapi di regulasi resmi.
Harus bisa belajar dari perumpamaan petani kalau mau panen padi, jangan cuma tanam benih, tapi juga rawat tiap hari. Begitu juga CSR dan pembinaan atlet, jangan hanya dibuat saat butuh pencitraan, tapi dijalani dengan niat pembangunan.
Karena masa depan daerah bukan dibangun dari spanduk besar atau baliho wajah pejabat, tapi dari anak-anak muda yang sehat, berbakat, dan masyarakat yang sejahtera dari dana yang dikelola dengan adil.
Jadi, ayoklah…
CSR jangan cuma jadi Celengan Sekedar Rame,
dan atlet muda jangan cuma jadi Anak Tangga Panggung Medali, jadikan mereka fondasi masa depan, bukan sekadar latar panggung politik lima tahunan.[***]