TANAMAN porang atau di Sumsel lebih dikenal juga dengan nama talas ular merupakan spesies dari Amorphophallus muelleri.
Dilansir dari Kementerian Pertanian, umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental, bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang. Porang juga merupakan tanaman yang toleran dengan naungan hingga 60 persen. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja di ketinggian 0 sampai 700 mdpl.
Bahkan, sifat tanaman tersebut dapat memungkinkan dibudidayakan di lahan hutan di bawah naungan tegakan tanaman lain. Untuk bibitnya biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbinya yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.
Tanaman porang disebut-sebut memiliki nilai strategis untuk dikembangkan karena memiliki peluang yang cukup besar untuk diekspor.
Catatan Badan Karantina Pertanian menyebut, ekspor porang pada tahun 2018 tercatat sebanyak 254 ton, dengan nilai ekspor yang mencapai Rp 11,31 miliar ke sejumlah negara seperti Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia dan lain sebagainya.
Bupati Banyuasin H Askolani yakin tanaman porang dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi. Apalagi, pertanian membawa Kabupaten Banyuasin menduduki posisi ke 4 nasional sebagai produsen beras.
“Banyak yang belum paham jika porang ini bernilai ekonomis. Padahal porang ini ada di Banyuasin. Itulah kita lakukan disini. Harapannya dapat terus mendongkrak pangan di Banyuasin,” katanya.
Menurutnya, porang memiliki prospek yang luar biasa untuk dibudidayakan selain padi dan jagung.
“Kami yakin ini akan meningkat. Apalagi didukung oleh gubernur. Kami juga ucapkan terima kasih atas perhatian gubernur yang luar biasa kepada kami,” pungkasnya.[***]
Ril