Sumselterkini.co.id, – Di Musi Banyuasin, hujan rintik-rintik di pagi Idul Adha bukanlah alasan untuk bergelung selimut atau nambah tidur, justru langit seolah ingin memberi isyarat. “Eh, ini momen penuh berkah, jangan cuma jadi penonton!”. Maka dari itu, meski basah kuyup, warga tetap ramai-ramai turun ke lapangan, ke masjid, bahkan ke balai desa karena di Muba, Idul Adha bukan cuma ibadah, tapi pesta iman dan perjamuan rasa.
Kalau biasanya orang sibuk cari diskon di toko online pas tanggal merah, di Muba justru yang jadi rebutan adalah momen menyaksikan sapi kurban Presiden seberat 802,5 kilogram. Bayangkan, itu bukan sapi sembarang sapi. Kata orang kampung, “Sapi itu kalau berdiri miring dikit, bisa disangka lemari dua pintu.”
Bupati Muba, Pak Toha, juga nggak mau kalah. Beliau nyumbang sapi jenis Fitnes, bukan karena doyan nge-gym, tapi emang bentuknya berotot, padat berisi, dan kalau jalan, ngalah-ngalahin atlet binaragawan.
Ini bukan pamer kekayaan, tapi pamer keikhlasan, ibarat pepatah “Berani beli sapi, jangan pelit berbagi karena dagingnya bikin kenyang, tapi ikhlasnya bikin tentram”
Di Sekayu, hujan deras nyaris bikin sarung meresap lebih cepat dari kopi tubruk, tapi shaf shalat tetap penuh. Orang tua, anak muda, bahkan emak-emak yang biasanya heboh di grup WA, semua khusyuk berdoa.
Wakil Bupati Pak Rohman, yang juga hadir di tengah genangan haru dan air hujan, menyampaikan ajakan yang menusuk ke hati. “Mari jadikan Idul Adha sebagai momen saling memaafkan, jangan cuma saling nge-like status. Haji kita doakan sehat, kita di sini jangan malah sakit hati”.
Kalimat beliau ini seperti daging empuk nggak cuma enak, tapi ngasih gizi jiwa, kurban bukan cuma soal potong sapi atau kambing, tapi juga memotong ego, kesombongan, dan rasa pelit yang sering ngendap di pojok hati, seperti kata tetua kampung “Kalau mau bahagia, potonglah rasa iri lebih dulu, baru potong kambing”.
Di Sungai Angit, penyembelihan berlangsung khidmat, disaksikan langsung oleh Pak Bupati dan masyarakat, warga saling bantu membagikan daging, tak peduli siapa yang pakai parfum dan siapa yang pakai minyak kelapa. Semua satu rasa, satu tujuan berbagi.
Hujan mungkin membuat baju basah, tapi juga mencuci hati dari debu keangkuhan. Idul Adha di Muba tahun ini seperti nasi uduk lengkap lauknya, harum rasanya, dan bikin kenyang batin. Dari khutbah mendalam, shalat khusyuk, hingga penyembelihan penuh haru, semua jadi pengingat bahwa kita ini cuma penumpang kadang di jalan mulus, kadang harus lewat jalan becek.
Idul Adha di Muba bukan cuma soal ritual, tapi soal bagaimana kita belajar dari hewan kurban diam, ikhlas, dan memberi tanpa protes. Kalau sapi bisa tenang disembelih demi kemaslahatan, masa kita masih ribut soal like dan status?.
Mari jaga semangat ini karena membangun Muba bukan hanya dengan APBD dan proyek beton, tapi dengan hati yang rela berkurban, tangan yang ringan berbagi, dan mulut yang mau mendoakan, bukan sekadar mengeluh. Selamat Idul Adha 1446 H!. Semoga kita semua jadi ‘manusia Simental’ kuat iman, berat timbangan amal, dan berotot keikhlasan.[***].