Sumselterkini.co.id,- Kalau dulu para pemuda bersumpah demi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, maka sekarang kita perlu nambah satu lagi satu akun aktif buat belajar, bukan cuma buat scroll TikTok tengah malam. Zaman sudah berubah, tetapi tantangan tetap saja berat, bahkan makin banyak kayak notifikasi grup WA keluarga yang isinya cuma kiriman ulang doa-doa dan info promo beras.
Maka dari itu, langkah Wali Kota Palembang, Drs. Ratu Dewa, M.Si, menggelar kuliah umum dengan menghadirkan Dr. Bob Hasan dari ARUN, bukanlah sekadar seremoni bertema nasionalisme,tapi upaya mengingatkan bahwa “kebangkitan” itu bukan cuma soal berdiri dari duduk, tapi juga bangkit dari rebahan mental dan rasa cuek sosial.
Kita patut bersyukur, masih ada pejabat yang sadar bahwa generasi muda jangan cuma ditasbihkan sebagai “harapan bangsa” dalam pidato 17-an, tapi juga perlu dikasih ruang buat mikir dan berdiskusi. Maka, dikumpulkanlah para mahasiswa dan tokoh masyarakat, bukan buat demo atau rebutan mic di tiktok live, tapi untuk mendengar, mencerna, dan mudah-mudahan bertindak.
Menurut Dr. Bob Hasan, semangat pemuda harus terus ditiup seperti api semangat yang nggak boleh padam meski ditiup utang KPR. Ia menyampaikan bahwa sejarah adalah bahan bakar, bukan cuma bahan konten. Kita ini negara yang kaya potensi tapi sering sibuk potensi konflik. Nah, pemuda harus jadi pemadam, bukan pemantik.
Tema yang diusung “Sinergi Pemuda Bersama Stakeholder dalam Memperkuat Keamanan Negara”, memang terdengar seperti tema skripsi yang lagi nunggu bimbingan. Tapi kalau dimaknai lebih dalam, ini ajakan supaya semua pihak, dari pemerintah sampai penjual gorengan depan kampus, sadar bahwa keamanan itu tanggung jawab bersama. Ibarat makan durian, kalau saling tusuk-tusukan pakai kulitnya, ya nggak bakal dapat dagingnya.
Di momen ini pula, isu yang lebih kompleks seperti HGU pun dibahas. Artinya, bukan cuma semangat yang dibakar, tapi juga logika dan daya kritis ditajamkan. Pemuda bukan cuma dituntut jago orasi, tapi juga harus bisa bedakan antara HGU dan HGU-HGUan di medsos yang cuma ngadu domba.
Bangsa ini tidak kekurangan pemuda, yang kurang itu kadang cuma sinyal dan motivasi. Kita sudah terlalu sering lihat “sumpah” menjadi sekadar status, bukan gerak. Sudah saatnya sumpah pemuda tidak hanya diperingati dengan foto-foto retro dan postingan “kita adalah penerus bangsa”, tapi dijadikan langkah nyata. Kalau dulu pemuda berjuang dengan bambu runcing, sekarang berjuang dengan bambu sinyal Wi-Fi yang kuat dan ide yang tajam.
Karena, seperti kata pepatah lama yang patut diperbarui “Bersatu kita teguh, bercerai kita viral tapi gagal”. Mari jadikan momen kebangkitan ini sebagai alarm, bukan hanya kenangan. Sebab bangsa ini tak akan maju hanya dengan mengenang sumpah, tapi dengan menjadikannya napas sehari-hari. Dan ingat, pemuda yang rebahan terus tak akan bisa mengangkat bangsa dari keterpurukan.
Kita tetap optimis, meski kadang pemuda hari ini lebih hafal lirik lagu K-pop daripada lirik Indonesia Raya, harapan itu masih ada dan besar!, karena sesungguhnya, di balik layar HP yang terus menyala, masih banyak jiwa-jiwa muda yang menyimpan bara semangat perjuangan. Hanya saja, kadang bara itu tertutup tumpukan tugas kuliah, paket data menipis, dan sinyal Wi-Fi yang suka ngambek.
Bangsa ini butuh pemuda yang bukan cuma pintar selfie, tapi juga bisa self-reflect, bukan cuma jago bikin thread, tapi juga ngerti makna merah putih dan punya keberanian untuk berkata jujur, adil, dan peduli. Karena perubahan besar tak lahir dari yang banyak omong saja, tapi dari mereka yang diam-diam belajar, diam-diam bergerak, dan diam-diam jadi pahlawan masa kini.
Jadi, kalau dulu para pemuda berkumpul di Kongres Pemuda, sekarang ayo kita ramaikan Kongres Pikiran Positif. Mari bangun negeri ini bukan hanya dengan otot dan otak, tapi juga dengan empati dan semangat gotong royong karena akhirnya, seperti kata pepatah yang di-upgrade zaman now “Sekali layar terkembang, kuota pun dibeli, demi cita-cita bangsa yang mandiri dan berdikari”
Mari, para pemuda…
Bangkit bukan karena tren, tapi karena tanggung jawab!
Bersatu bukan karena viral, tapi karena visi yang sama!
Dan kalau pun mau naik panggung sejarah, pastikan dulu naskah perjuangannya sudah ditulis dengan tinta keberanian dan niat tulus membangun Indonesia. nagih. Selamat Hari Kebangkitan Nasional. Bangkitlah wahai pemuda! Tapi jangan lupa, bangkitnya abis subuh, bukan abis zuhur.[***]