Sumselterkini.co.id, – Di Kabupaten Musi Banyuasin, ada angin segar yang datang bukan dari AC kantor, tapi dari aula Kejari belum lama ini. Bukan pula dari kipas sate, tapi dari program Simbada, bukan singkatan Simpanan Masa Bahagia, tapi Kolaborasi Jaksa Bersama Daerah.
Nah lho apa itu ? begini maksudnya jaksa mulai ikut turun tangan soal tunggakan pajak dan retribusi, para penunggak pun mulai was-was seperti ayam ketemu serigala berkemeja rapi.
Program ini seolah jadi satpam baru di pintu kas daerah. Kalau dulu PAD (Pendapatan Asli Daerah) jalan sendirian kayak jomblo ditinggal nikah mantan, sekarang ia punya gandengan Kejari!.
Ini bukan gandengan biasa, tapi gandengan yang siap ngurusin yang nunggak, males bayar, atau pura-pura lupa bayar pajak. Ibarat rumah tangga. Kejari jadi pasangan yang nggak cuma kasih sayang, tapi juga tagihan dan pengingat jatuh tempo.
Bupati Muba, Pak H. M. Toha, kayaknya paham betul bahwa mengandalkan PAD itu seperti bercocok tanam kalau gak dipupuk dan diairi, ya jangan harap panen.
Nah, lewat Simbada, Kejaksaan bukan cuma jadi tukang siram, tapi juga tukang bersihin gulma terutama gulma tunggakan pajak yang suka nyamar jadi semak belukar tak terlihat.
Kajari Aka Kurniawan, dengan gaya kalem tapi tajam, bilang bahwa Kejaksaan siap mendampingi Pemkab dalam segala bentuk urusan hukum soal pendapatan daerah. “Kami siap bantu tagih, dampingi, bahkan tindak!” Begitu kira-kira bunyinya. Wah, lengkap sudah. Ini baru namanya kerja tim kayak duo maut penjaga gawang dan bek tengah satu cegat bola, satu sapu bersih.
Kalau mau jujur, ide Simbada ini mirip kayak task force pajak di negara-negara macam Korea Selatan atau bahkan Botswana iya Botswana, negara kecil di Afrika yang pajaknya tertibnya kayak antre minyak goreng pas promo.
Mereka punya unit pajak gabungan yang melibatkan kejaksaan, kepolisian, dan lembaga keuangan hasilnya? Penerimaan pajak mereka meroket, sampe bisa bangun jalan dan sekolah tiap tahun.
Di dalam negeri, Kota Surabaya juga punya cerita sukses saat Kejaksaan Negeri ikut dampingi Pemkot mengejar retribusi pasar dan parkir liar. Hasilnya? PAD naik, dan yang ngeluh cuma preman pasar yang kehilangan lahan parkir gelap.
Kita juga tak bisa menutup mata: potensi PAD Muba ini ibarat kelapa dari sabut, daging, sampai airnya bisa dimanfaatkan. Tapi kalau gak dipetik? Ya, kelapa tua juga akhirnya jatuh sendiri, membusuk.
Nah, dengan program Simbada, kelapa-kelapa itu dipetik dengan rapi, diparut secara hukum, dan dimasak dalam wajan kerja sama yang solid.
Tapi jangan lupa, jaksa bukan cenayang. Data akurat dan koordinasi aktif dari Pemkab itu ibarat minyak goreng di dapur. Tanpa itu, semua bumbu jadi gosong. Makanya, Kajari dan Kasi Datun Muba pun wanti-wanti. “Ayo kasih data yang bener, jangan yang udah expired.”
Program Simbada ini bisa jadi contoh keren buat daerah lain. Mungkin nanti muncul Simbada versi lain Simbada Versi Digital, atau bahkan Simbada Mobile biar warga bisa cek status pajak sambil rebahan. Tapi intinya tetap sama kerja bareng, tagih bareng, hasilnya dinikmati bareng, seperti pepatah lama. “Berat sama dipikul, tunggakan pajak jangan dipelihara.”
Program Simbada ini adalah jawaban dari doa panjang bagian keuangan daerah yang tiap minggu dikejar target kayak sales asuransi. Kejaksaan yang selama ini kita kenal urus kasus besar, kini turun gunung bantu urus pajak nunggak.
Dan ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan fiskal. Kalau semua bayar pajak dan retribusi, maka pembangunan akan merata, dan jalan desa tak lagi kayak uji nyali off-road.
Dengan Simbada, Kabupaten Muba sedang menunjukkan bahwa optimalisasi PAD itu bukan sekadar wacana di rapat, tapi sudah jadi aksi nyata dengan kejaksaan sebagai bintang tamu utama.
Semoga setelah ini, tunggakan pajak tinggal kenangan, dan PAD pun bisa tersenyum manis… kayak mantan yang baru gajian.[***]