Sumselterkini.co.id, -Di pelataran Menpora yang biasanya hanya jadi lahan selfie muda-mudi setelah senam pagi atau ajang ngadem sore hari, Jumat malam (16/5/2025) mendadak berubah menjadi panggung kolosal budaya. Festival Sriwijaya ke-33 resmi dibuka dan seperti biasa, lebih meriah dari pesta kawinan anak camat.
Bupati Musi Banyuasin, H. M. Toha, tampak hadir dengan gaya santai tapi berwibawa, didampingi sang istri tercinta, Hj. Patimah Toha, Ketua TP PKK Muba, yang malam itu tampil ayu bak tuan putri dari negeri batik songket. Duet pemimpin ini tampak menikmati pertunjukan sambil sesekali tersenyum bangga seolah ingin bilang, “Inilah Sriwijaya, bos! Bukan sembarang budaya, tapi warisan kejayaan yang ditinggal nenek moyang, bukan utang!”
Acara dibuka dengan parade budaya dari seluruh penjuru Sumsel. Ada yang bawa angklung, ada yang joget rentak, bahkan ada yang kostumnya seperti gabungan antara tentara kerajaan dan model cosplay. Tapi semua itu tak ada yang aneh, karena justru di situlah nikmatnya: keragaman bukan bikin bingung, tapi bikin senyum dan angguk-angguk bangga.
“Budaya ini ibarat sambel ulek nenek kita,” ujar seorang penonton asal Sekayu. “Pedesnya beda, tapi kalau udah kena lidah, susah dilupain.”
Musik tradisional menggema, sesekali disambut tepuk tangan dan teriakan kagum dari pengunjung. Beberapa bocah kecil tampak menari dengan lincah di tengah penonton, sementara bapak-bapak sibuk nyari tempat duduk yang gak ketutup spanduk. Tapi semua tetap gembira. Namanya juga festival kalau gak rame, itu namanya seminar!
Bupati Muba, dalam wawancaranya yang penuh semangat dan kebapakan, menegaskan bahwa Festival Sriwijaya bukanlah sekadar tontonan. “Ini ladang identitas! Tempat kita belajar dari leluhur, bukan cuma ngintip dari Google,” ujarnya.
Ia mengajak anak muda untuk lebih mencintai budaya lokal, bukan hanya sekadar jago joget TikTok, tapi juga bisa bedain antara tari Gending Sriwijaya dan Gending Dandut Versi Remix. “Kalau generasi muda lupa budayanya, itu seperti nonton film silat tapi lupa jurusnya. Nanti giliran berantem, yang keluar malah gerakan zumba,” tambah beliau sambil tertawa.
Perwakilan dari Kemenparekraf, Reza Fahlevi, juga tak kalah semangat. Katanya, acara ini bukan hanya soal budaya, tapi juga soal ekonomi kreatif. UMKM diboyong rame-rame, mulai dari penjual kopi daun kersen sampai kerajinan dari limbah sabut kelapa yang dijadikan dompet anti maling. Katanya, kalau dicopet, sabutnya gatalin tangan maling. Inovasi lokal memang tak pernah kehabisan akal.
“Festival ini bukan cuma ajang tepuk tangan, tapi tempat menggeliatnya ekonomi rakyat. Kalau bahasa anak sekarang healing budaya sambil cuan,” kata Reza, yang malam itu tampil keren dengan batik motif awan gemawan.
Sebagai warga yang setia nonton dari barisan tikar di belakang panggung, saya cuma bisa bilang budaya ini jangan ditaruh di etalase. Dia harus terus dihidupi, ditari, dinyanyikan, bahkan dibanyolkan! Karena kalau budaya hanya jadi pajangan, dia akan seperti lemari kaca nenek: bagus tapi berdebu dan tak pernah disentuh.
Orang bijak bilang, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan budayanya.” Tapi orang kampung saya bilang, “Kalau kamu malu sama budaya sendiri, nanti kalau ke luar negeri kamu cuma bisa bangga jadi penonton.”
Festival Sriwijaya XXXIII membuktikan satu hal penting budaya kita masih hidup, masih bisa bikin penonton tersedak sambel karena ketawa, dan masih bisa menghidupkan dapur UMKM dari Sekayu sampai Ogan Ilir.
Bupati Toha menutup dengan kalimat mantap
“Budayamu adalah jati dirimu!”
Kalau boleh saya tambahkan sedikit
Kalau budayamu kuat, hatimu gak gampang goyah. Tapi kalau cuma ikut-ikutan tren, bisa-bisa nanti dikira generasi yang lebih hafal drama Korea daripada cerita Sriwijaya.
Jadi, ayo berdendang, menari, dan bangga!
Karena di balik setiap hentakan gong dan langkah tari, ada sejarah yang tak boleh dilupakan… dan juga pedagang pempek yang berharap dagangannya laku keras.
Selamat menikmati Festival Sriwijaya, sobat budaya! Jangan lupa: kalau kamu cinta Sriwijaya, jangan cuma selfie, tapi juga belajar tariannya.[***]