Sumselterkini.co.id, – Barangkali kalau Flyover Jakabaring bisa curhat, ia akan mengeluh sambil menyeka debu. “Aku ini dibangun untuk mengurai kemacetan, bukan jadi jebakan Batman buat ban motor dan mobil!”.
Ya, memang begitulah nasib jalan di atas jembatan megah itu. Alih-alih jadi lintasan mulus bak pipi artis yang sering pakai skincare Korea, ia kini lebih mirip kulit jeruk berpori, berlubang, dan bikin nyeri kalau dilintasi.
Untungnya, mata dan hati Wali Kota Palembang, H. Ratu Dewa, tak selewat itu menatap aspal. Ketika ia meninjau beberapa ruas jalan pada Selasa (22/4/2025), flyover yang bolong-bolong itu langsung jadi perhatian.
Bukannya mengelak karena itu bukan “kewenangan kota”, ia justru sigap menugaskan Dinas PU PR untuk menambal sulam dulu dengan aspal. Nggak pakai debat, langsung aksi.
Sering kali, kita (terutama warganet) cepat curiga kalau ada pejabat turun ke lapangan “Ah, ini pasti pencitraan.” Tapi mari kita bedakan, mana yang selfie doang sambil nyengir, dan mana yang selesai foto langsung suruh dinas kerja. Yang dilakukan Wali Kota Dewa termasuk jenis kedua.
Dia tahu betul jalan bolong itu bisa jadi ranjau darat buat pengendara. Apalagi di malam hari, ketika lubang tak kasat mata dan insting berkendara tinggal separuh karena kantuk dan lampu seadanya. Kalau nunggu kewenangan resmi atau surat balasan dari Balai Jalan, bisa-bisa korban jatuh dulu baru kita bilang. “Kenapa nggak dari kemarin?”
Dan di sinilah nilai plusnya tidak semua pejabat mau ambil alih tanggung jawab yang bukan “kewenangan”-nya. Tapi Dewa, dalam hal ini, menunjukkan bahwa keselamatan warga lebih penting daripada garis batas birokrasi.
Coba bayangkan, kalau ada rumah tetangga kebakaran, lalu kita bilang, “Itu bukan rumah saya. Tanggung jawab RT sana.” Lha, sementara si jago merah udah siap pindah ke atap kita? Sama halnya dengan jalan berlubang. Meskipun itu jalan nasional, yang penting dilewati warga Palembang. Oleh sebab itu, menambal sementara adalah bentuk tanggap darurat yang rasional dan manusiawi.
Tengok ke Jepang, negeri yang jalannya bisa lebih cepat sembuh dari hati yang patah. Pernah suatu ketika, jalan di Fukuoka ambles karena gorong-gorong jebol. Dalam waktu kurang dari seminggu, jalan sudah kembali rata, lampu sudah menyala, dan warga bisa lewat tanpa takut masuk lubang. Kuncinya? Koordinasi, kecepatan, dan tak ada yang lempar-lempar tanggung jawab.
Jadi, langkah Wali Kota Dewa, walau hanya tambal sulam, mencerminkan semangat “nggak nunggu disuruh baru gerak”. Kalau gaya kerja seperti ini konsisten, bukan tak mungkin kita bisa punya jalanan yang lebih aman, dan pemimpin yang lebih dipercaya.
Flyover yang berlubang bukan hanya urusan aspal, tapi juga ujian karakter, dan dalam kasus ini, Wali Kota memilih menjadi pemimpin yang menambal, bukan yang menuding.
Semoga, langkah seperti ini bukan hanya jadi kabar viral sehari, tapi jadi gaya kerja yang menular. Karena jalan mulus bukan cuma soal kenyamanan berkendara, tapi juga soal rasa aman dan tanggung jawab bersama.
Siapa tahu, suatu hari nanti, flyover Jakabaring bisa senyum puas bukan karena dilap pakai microfiber, tapi karena ia tahu, masih ada yang peduli walau ia diam di atas sana.[***]