Sumselterkini.co,.id, – Kalau diplomasi itu seni menjaga hubungan, maka konser budaya adalah seni menyentuh hati lewat gerakan lemah gemulai dan nada-nada merdu. Dan pada Senin malam (14/04/2025) di Ciputra Artpreneur Jakarta, panggung diplomasi berubah jadi panggung hiburan yang bikin duta besar pun bisa goyang bahu.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) yang biasanya sibuk mikirin ekonomi kreatif sampai larut malam, malam itu tumben bisa nyantai sedikit. Mereka diundang dalam acara megah Konser Bersama 75 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Rusia. Hadir langsung Deputi Bidang Pengembangan Strategis Ekonomi Kreatif, Bang Cecep Rukendi. Beliau datang tidak hanya membawa senyum manis, tapi juga semangat diplomasi setara rendang daging empuk tapi kuat nendangnya.
Acara ini bukan konser ecek-ecek. Bukan pula hajatan hajatanan. Ini semacam perayaan ulang tahun pernikahan emas-plus-perak antara dua negara. Sudah 75 tahun, lho! Hubungan diplomatik Indonesia-Rusia ini sudah seumur dengan kakek-kakek kita yang suka ngelawak di pos ronda.
Dan seperti pertemuan arisan dua emak-emak beda RW, konser ini penuh kejutan budaya. Indonesia mengeluarkan jurus Tari Pendet dan Tari Saman tarian yang kalau dipentaskan di TikTok bisa viral dalam 3 menit. Sementara Rusia, nggak mau kalah. Mereka boyong paduan suara M.E. PYATNITSKY dan ansambel tari Lezginka yang gerakannya bisa bikin siapa pun mendadak pengen belajar tari balet sambil nari silat.
Yang bikin makin syahdu, konser ini juga jadi ajang duet maut. Bayangin aja, Farman Purnama dari Indonesia nyanyi bareng Oksana Chernyaeva dari Rusia. Suaranya selaras kayak kopi susu Indonesia punya rasa, Rusia punya kekuatan. Mereka bawain lagu “Sio Mama” dan “Panon Hideung” yang bikin bulu kuduk berdiri, tapi bukan karena serem. Karena merinding nostalgia dan keroncong asmara lintas benua.
Deputi Cecep yang biasanya kalem dan penuh strategi, malam itu keliatan sumringah kayak anak kos yang dapet transferan. “Ini bukan cuma konser, ini ajang diplomatik kelas tinggi. Musik dan seni bisa jadi jembatan kokoh antara dua negara,” kata beliau, sambil senyum penuh makna seperti kode ke gebetan.
Wamenkebud Giring Ganesha iya, Mas Giring yang dulu vokalis Nidji itu juga tampil. Dan beliau berhasil membuktikan bahwa dari panggung musik ke panggung birokrasi, langkahnya tetap ringan. “Di bawah Pak Prabowo, kita gas pol hubungan dengan Rusia. Seni jadi bahasa universal yang menyatukan kita,” ujarnya, dengan suara tenang seperti menyanyikan “Laskar Pelangi” versi kenegaraan.
Yang bikin penonton mewek (tapi elegan), konser ini ditutup dengan lagu legendaris “Rayuan Pulau Kelapa” dalam versi Rusia! Iya, Rayuan Pulau Kelapa dinyanyiin dengan aksen Slavia yang kental, bikin kita sadar cinta tanah air ternyata bisa lintas bahasa dan lintas selera musik.
Sejenak, Ciputra Artpreneur jadi seperti rumah besar tempat dua keluarga besar (Indonesia-Rusia) kumpul, makan bareng (secara musikal), dan saling peluk lewat pertunjukan seni. Kalau diplomasi bisa semanis ini, seharusnya semua sidang PBB dibuka pakai Tari Pendet, ditutup pakai duet Panon Hideung.
Kalau kamu ribut sama tetangga gara-gara motor diparkir sembarangan, ingatlah… Indonesia dan Rusia yang beda benua aja bisa akur 75 tahun gara-gara budaya. Masa kamu kalah sama Rayuan Pulau Kelapa?
hubungan diplomatik Indonesia-Rusia sudah bukan hubungan formal yang kaku dan penuh basa-basi, tapi sudah naik level jadi hubungan yang hangat, akrab, dan penuh kepercayaan. Kayak sahabat lama yang walau jarang ketemu, tapi sekali ketemu langsung nyambung obrolannya dari lagu sampai strategi dagang. Dengan kata lain. “Kalau dunia ini panggung seni, maka Indonesia dan Rusia sedang latihan untuk tampil bareng di panggung perdamaian dunia.”
Kedua negara ini saling mendukung dalam kerja sama global, baik dari sisi budaya, ekonomi, sampai strategi politik. Mereka nggak cuma urus bisnis dan dagang, tapi juga memperkuat hubungan melalui seni dan budaya yang lebih menyentuh hati dan menyatukan manusia. Dan mereka sedang mempersiapkan diri untuk peran yang lebih besar di kancah dunia, sebagai mitra strategis yang saling percaya dan kompak.
Panggung perdamaian dunia itu simbol dari dunia ideal, tempat semua negara akur, nggak rebutan wilayah, dan saling jaga harmoni. Nah, Indonesia Rusia lewat konser budaya ini lagi “latihan” alias menunjukkan bahwa eh, begini loh caranya kalau mau rukun dan kolaboratif. Diplomasi itu nggak melulu soal meja bundar dan negosiasi alot. Kadang, cukup panggung, gamelan, duet lintas benua, dan satu lagu legendaris yang dinyanyiin bareng. Udah bisa bikin dunia senyum.[***]