MASYARAKAT yang tinggal di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, tentu sudah mengenal masjid yang satu ini. Namanya Masjid Tuo Kayu Jao dan menjadi saksi bisu syiar Islam di Sumatera Barat, khususnya kawasan Solok di mana masjid ini berada. Rumah ibadah umat Islam ini juga menjadi salah satu yang tertua di Nusantara dimana berdiri sekitar 1567.
Masjid ini ada di Kampung Kayu Jao, Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok. Dari pusat Kota Padang, masjid ini dapat dicapai setelah menempuh perjalanan selama 1,5 jam.
Lokasinya di perbukitan hijau yang sejuk di ketinggian 1.152 meter di atas permukaan laut. Masjid berdekatan dengan perkebunan teh di sebuah lembah kecil sehingga membuat Masjid Tuo Kayu Jao seperti dibentengi perbukitan.
Sebuah sungai kecil dengan aliran dari mata air lumayan deras berada di sisi timur hingga melingkar ke selatan masjid. Aliran dari mata air jernih dijadikan sumber wudu bagi jamaah ketika akan menunaikan salat lima waktu. Tempat berwudunya berada di sisi selatan masjid.
Di halaman sisi timur, terdapat beduk atau tabuah dalam bahasa setempat yang telah diberi bangunan cungkup pelindung dengan tiang kayu dan atap ijuk. Beduk ini sudah ada sejak masjid didirikan. Sedangkan pada arah kiblat masjid terdapat sebuah makam para pendiri masjid.
Sebagaimana publikasi pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumbar di website Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, masjid didirikan oleh dua tokoh ulama di Solok, Angku Masyhur dan Angku Labai pada tahun 1567. Mereka dibantu oleh masyarakat tiga nagari yaitu Kayu Aro, Kayu Jao, dan Lubuk Selasih.
Salah satu keturunan pendiri masjid yaitu Pendri Agusmal Rianto menyebut angka 1419 Masehi sebagai awal pembangunan. Angku Masyhur dikenal sebagai imam bersuara merdu ketika melantunkan ayat-ayat suci Alquran dalam bacaan salatnya sehingga banyak dikagumi orang. Angku Labai kerap bertindak sebagai bilal atau pelantun azan penanda masuknya waktu salat.
Seperti halnya Angku Masyhur, suara Angku Labai pun terbilang nyaring dan merdu saat melantunkan azan. Sehingga, orang yang mendengarnya tertarik untuk datang dan melaksanakan ibadah salat bersama di masjid itu.
Bangunan masjid memadukan ciri Islam dengan corak Minangkabau yang sangat kental. Atapnya yang bersusun tiga tingkat melambangkan tiga tungku sajorangan yang dalam budaya Minangkabau merupakan alim ulama, ninik mamak, dan kelompok cerdik pandai.
Pada puncak atap berbentuk limas yang di ujungnya diberi mestaka ini ditutupi anyaman ijuk setebal 15 sentimeter dan disusun pada kerangka bambu. Bentuk atap masjid sedikit cekung, dimaksudkan untuk mempercepat aliran air hujan menuju ke bawah. Sayangnya pada beberapa sisi atap ijuk sudah ditumbuhi lumut dan semak kecil.
Pada tiap bagian atap susun diberi pembatas dengan hiasan ukiran terawangan tembus bermotif geometris. Pembatas berukir ini dimanfaatkan juga sebagai ventilasi udara dan jalur masuk cahaya ke dalam masjid. Antara satu tingkat atap dan lainnya ada dua ukiran lingkaran seperti roda.
Ukiran unik juga dapat dijumpai pada keempat sudut dinding bagian luar dan permukaan beduk. Sedangkan tonggak dan pondasi masjid terbuat dari kayu jao yang dikenal kuat, keras, dan sangat alot.
Masjid berbentuk bujur sangkar ini tampak menjorok keluar pada bagian barat, ukurannya 2,1 meter x 3,5 meter dan beratap ijuk membentuk seperti tanduk atau dikenal sebagai gonjong. Tepat di bawah gonjong ini, yaitu di bagian dalam masjid berdiri sebuah mihrab, atau area imam memimpin salat dipadu sebuah mimbar dari kayu berukir motif sulur.
Untuk masuk ke dalam masjid, kita mesti melewati lima anak tangga yang melambangkan rukun Islam. Lebar anak tangga 80 sentimeter. Sebuah pintu masuk selebar 1 meter tipe ganda atau dua daun pintu akan langsung menyambut kita. Posisi pintu berada di sisi timur bangunan. Seluruh material dinding, plafon dan tiang terbuat dari bahan kayu dan dicat cokelat tua dari sebelumnya berwarna putih. Terdapat pula 13 jendela yang melambangkan rukun salat.
Kecuali tiang tengah mulai dari tanah sampai pada permukaan plafon lantai dua telah diganti cor beton oleh masyarakat karena material sebelumnya dari kayu telah lapuk dan hancur. Lantai masjid terbuat dari papan dan dibuat lebih tinggi 30 sentimeter dari permukaan tanah. Meskipun pernah dipugar, bentuk asli masjid ini masih dipertahankan.
Sebanyak 27 tiang setinggi 15 meter dan sebuah tiang utama di bagian tengah bangunan yang disebut sebagai tiang macu. Ke-27 tiang tadi selain menjadi penyangga kokohnya masjid, sekaligus simbolisasi dari enam suku di kawasan masjid berdiri, ditambah empat unsur pemerintahan, serta tiga unsur agama yaitu khatib, imam, dan bilal atau pelantun azan.
Saat ini masjid selain tetap dipakai untuk beribadah, juga telah menjelma sebagai objek wisata religi masyarakat. Masjid ini oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Solok telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya bernomor 06/BCB.TB/A/15.2007. Masjid Tuo Kayu Jao menurut Pendri Agusmal Rianto, pernah menerima bantuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai bagian dari Program Sosial BI 2017. Bantuan itu berupa karpet masjid warna hijau yang menutupi seluruh lantai dalam masjid dan pembangunan fasilitas toilet dan tempat wudu. Indonesia.go.id (***)