KEMENTERIAN Sosial RI melalui Balai “Phala Martha” Sukabumi membebaskan dan mengevakuasi 2 (dua) orang korban pasung warga Kampung Cikamunding, Desa Cikamunding, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang diduga mengalami gangguan jiwa untuk mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Menteri Sosial, Tri Rismaharini bahwa Balai Kemensos harus segera merespon informasi tentang permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Informasi tentang adanya Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) korban pemasungan diperoleh dari masyarakat yang disampaikan ke Balai “Phala Martha”. Mengetahui hal tersebut, Kepala Balai “Phala Martha” Cup Santo menugaskan Tim terjun ke lokasi untuk melakukan asesmen cepat, koordinasi dengan pihak setempat, pembebasan pasung dan evakuasi ke Rumah Sakit Jiwa.
ODGJ yang berinisial GI (42 tahun) sudah 24 tahun dalam pasungan dengan kondisi sangat memprihatinkan. Hidup sendiri dengan kurungan yang sangat kecil berukuran dua kali satu meter, tanpa penerangan dan sangat tidak layak. Tempat tinggal ini lebih mirip dengan kandang. Aktivitas buang air besar dan kecil pun dilakukan didalam kurungan tersebut.
“Masalah rumah tangga dan kondisi ekonomi yang tidak baik, menjadi titik awal GI mengalami Gangguan kejiwaan. GI pernah berumah tangga namun sudah ditinggal pergi istri tercintanya,” tutur Arinah, adik kandung GI.
GI mempunyai kakak yang berinisial UP (50 tahun) juga mengalami hal yang sama, hidup terkurung selama 24 tahun. UP ditempatkan di sebuah kamar kecil di dalam rumah yang berukutan tiga kali lima meter.
“Setelah GI (adiknya UP) mengalami gangguan kejiwaan, UP juga mengalami depresi yang cukup berat akibat diceraikan oleh suaminya. Dahulu dia ceria dan bisa berkomunikasi dengan orang lain, namun sekarang berputar 180 derajat dimana UP terlihat murung dan tanpa ekspresi dari wajahnya. UP seolah-olah ingin mencurahkan isi hatinya kepada orang lain,” tambah Arinah.
Pihak keluarga mengaku terpaksa memasung GI dan UP lantaran khawatir bisa membahayakan keselamatan orang lain di sekitarnya. “Terpaksa kami pasung karena takut, jangan sampai dia mengganggu atau dipukul orang jika dibiarkan berkeliaran bebas karena kondisinya yang tidak sehat,” ucap Jajang selaku suami Arinah.
GI dan UP pernah mendapatkan pelayanan medis dari Puskesmas. GI pernah diberikan obat, tetapi setelah menggunakan obat tersebut hanya sembuh beberapa saat, namun akhirnya kembali sering berontak dan mengganggu lingkungan.
Pihak keluarga tak mau lagi menggunakan jalur medis karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan GI dan UP.
“Kami juga tidak mempunyai biaya untuk GI dan UP selama mereka menjalani perawatan. Saat ini hanya menggunakan pengobatan tradisional saja seperti pergi ke orang pintar,” kata Jajang.
Tim Balai “Phala Martha” yang dipimpin Pekerja Sosial Madya Umar Khaerudin memberikan edukasi kepada keluarga dan masyarakat bahwa tindakan pemasungan adalah tindakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Pada hari ini kami tim Kementerian Sosial akan membebaskan pasung dan mengevakuasi GI dan UP untuk mendapatkan perawatan medis dari Rumah Sakit Jiwa Bogor,” ucap Umar.
Pasca perawatan medis dari Rumah Sakit, GI dan UP akan menjalani layanan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) di Balai “Phala Martha” untuk memulihkan kondisi kejiwaan dan mengembalikan fungsi sosialnya.
Proses pembebasan pasung dan evakuasi dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dilakukan rapid test antigen terhadap GI dan UP untuk memastikan tidak terpapar COVID-19. Hasil rapid test menunjukkan negatif, sehingga proses evakuasi dapat dilanjutkan. Adik Ipar GI dan perwakilan Aparat Desa Cikamunding ikut bersama tim balai mengantarkan ke Rumah Sakit.
Ma’mun Soleh selaku Kepala Desa Cikamunding sekaligus mewakili keluarga mengucapkan terima kasih banyak kepada Kementerian Sosial melalui Balai “Phala Martha” yang sudah peduli terhadap warga Desa Cikamunding.
“Mudah-mudahan GI dan UP bisa sembuh dan sehat kembali,” pungkas Ma’mun.
Kemensos (***)
Ril