SEKUMPULAN anak muda, tampak asyik ngobrol di bangku kayu. Beberapa di antaranya nggelosor di lantai keramik warna cream. Candaan mereka diselingi kesibukan memencet-mencet tombol telepon seluler. Tas ransel tampak berserakan dilantai, bercampur dengan beberapa buku yang tampak tak beraturan. Sebuah poster besar bertuliskan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah terpampang di bagian belakang mereka. “Kuliah sudah selesai, tinggal tugas yang harus dikerjakan,” ujar salah seorang di antara mereka sambil membetulkan posisi jilbab pinknya.
Hari itu, 10 Juni 2021, suasana kampus FISIP UIN Raden Fatah tak jauh beda dari biasanya. Efek pandemi Covid 19 memaksa semua aktifitas berlangsung secara online, baik kuliah maupun layanan kemahasiswaan. Kampus tak lagi ramai, candaan mahasiswa hanya sesekali terdengar. Kalaupun ke kampus karena memang tak bisa dilakukan secara online, atau karena mencari Wifi untuk melaksanakan kuliah virtual dengan dosennya, sebagaimana contoh di atas.
Gedung baru berlantai 7 tampak megah di antara sederetan gedung-gedung lama yang tampak sudah sesak di perguruan tinggi Islam terbesar di Sumatera Selatan ini. Sebuah lapangan sepak bola berada di sebelah depan, seakan menjadi oase di tengah padatnya kampus yang berdiri sejak 1960-an. Kantin-kantin yang berjejer di pinggir lapangan, tampak lengang, lokasi yang di masa normal menjadi tempat berkumpulnya hampir semua sivitas kampus ini.
FISIP UIN Raden Fatah sendiri menjadi salah satu fakultas baru semenjak transformasi dari IAIN ke UIN di tahun 2014. Terhitung 2016, FISIP dinyatakan resmi berdiri dengan mengusung dua program studi (Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik). Kendati baru, dua program studi ini ternyata mampu menyedot ribuan pelamar yang ingin mencicipi kuliah di fakultas baru ini. Keterbatasanlah yang kemudian menyebabkan jumlah mahasiswa yang diterima sangat selektif.
“Ayo segeralah menyelesaikan skripsinya, apalagi yang ditunggu, toh akreditasi kita sudah B semua,” ujar salah seorang mahasiswa yang baru lulus menyemangati rekannya.
Ya terhitung sejak 2018, Program Studi Ilmu Politik menjalani akreditasi pertamanya. Kendati saat itu belum ada lulusan, tapi semangat yang kuat dari pengelola fakultas, capaian B untuk akreditasi pertama kali berhasil di raih. “Alhamdulilah, ini sejarah bagi UIN Raden Fatah karena inilah program studi pertama yang berhasil meraih B untuk akreditasi pertama,” ujar Prof. Izomiddin, sang Dekan yang tampak selalu low profile. Setahun kemudian, program studi Ilmu Komunikasi juga menyusul dengan status tak kalah tentunya, B gemuk, istilah orang saat itu.
Di pelataran parkir, meluber sampai ke jalan, ratusan mahasiswa terdengar riuh rendah. Ada yang membawa spanduk dengan berbagai corat coretnya, ada yang berteriak dengan Toa, dan ada yang sibuk mengatur teman-temannya yang lain. Hari itu, demonstrasi besar-besaran akan dilakukan para mahasiswa, bukan memprotes kebijakan kampus tapi isu dari Jakarta yang mereka suarakan. Di barisan depan tampak berdiri gagah mahasiswa dengan tulisan besar di punggungnya, FISIP. Ya, perkara demonstrasi, mahasiswa FISIP memang selalu yang terdepan. “Kita ini belajar berdemokrasi, belajar mengemukakan pendapat, karena itu aksi unjuk rasa kiranya adalah bagian dari praktek yang kami lakukan,” ujar sang Ketua Demaf bersemangat. Riuh rendah aksi demonstrasi menjadi pemandangan biasa dan seakan menjadi ciri khas bagaimana demokrasi itu harus dipraktekkan. Praktek public speaking, propaganda, komunikasi politik, seakan menemukan ruhnya dalam kegelisahan para mahasiswa.
Di tengah keriuhan aksi unjuk rasa, beberapa mahasiswa juga tampak sibuk memotret, merekam video, dan sesekali mewawancarai. Layaknya wartawan mereka tampak begitu cekatan, memantau dan merekam semua situasi. “Jika teman-teman berunjuk rasa, maka kami adalah tim dari pers kampus. Sebagian dari kami juga ada yang sudah menjadi wartawan freelance di media massa lokal. Kami mahasiswa Ilmu Komunikasi,” ujar salah satunya sambil menenteng kamera bertuliskan laboratorium FISIP UIN Raden Fatah.
Mahasiswa ilmu komunikasi memang dibekali kemampuan menjadi seorang jurnalis, mulai dari praktek wawancara, membuat liputan hingga membuat berita. Fasilitas pada laboratorium FISIP UIN Raden Fatah sudah menyiapkan semuanya, praktek jurnalistik, photografi, public speaking, desain komunikasi visual, tulis menulis, termasuk kehumasan.
Keriuhan mahasiswa yang bergerombol di teras FISIP, masih berlanjut. Di lantai 4 gedung bertingkat 7 itu seakan menjadi tempat favorit bagi mahasiswa. Posisinya yang persis di depan lift, tembus pandang pula dari kaca transparan ke arah lapangan sepak bola, cukup strategis untuk sekedar kongkow dan menikmati sejuknya hembusan AC sesekali ditingkahi tiupan angin yang masuk dari sela-sela kaca.
Menjadi sebuah fakultas dengan keilmuan sosial dan politik pada perguruan tinggi Islam tentu menjadi tantangan tersendiri. Tuntutan untuk bisa mengkolaborasikan antara pengetahuan umum dan nilai-nilai keislaman, mengharuskan sebuah fakultas menciptakan inovasi-inovasi khusus. Program studi ilmu umum akan bersaing dengan program studi dari perguruan tinggi umum lainnya yang sudah lama eksis, bukan sesama perguruan tinggi keagamaan. Dengan kata lain, FISIP UIN Raden Fatah harus bisa mengejar kiprahnya FISIP UI, FISIP Unsri, FISIP Unpad, dan berbagai perguruan tinggi umum lainnya.
Untuk itulah diperlukan adanya distingsi, kekhususan. Apa kekhususan yang diemban, itulah nilai-nilai keislaman, keprofetikan, kenabian dan berkolaborasi dengan Kemelayuan sebagai ciri khas Sumatera Selatan. Walaupun hanya kecil, tapi setitik akan diusahakan menjadi lautan, sekepal akan didorong menjadi gunung, dengan Bismillah usaha dimulai.
Dari lorong-lorong ruang kuliah, sayup sayup sampai terdengar suara mahasiswa semester 1 yang sedang melatih kemampuan baca tulis Al Qur’an. Dengan terbata-bata mereka diasah, dengan telaten mereka di asuh. Tentu tak akan lucu jika sarjana dari UIN Raden Fatah tapi gagap membaca Al Qur’an. Suara mahasiswa mengaji semakin lama makin terdengar syahdu.[***]
Oleh: Dr. Yenrizal M.Si
Dosen FISIP UIN Raden Fatah