Di tengah pandemi Covid-19, dengan menerapkan Protokol Kesehatan yang ketat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Sekolah Lapang Gempabumi di Kabupaten Lebak, Banten, dengan tema “Membangun Masyarakat Lebak Tanggap Gempabumi dan Tangguh Tsunami”.
Kabupaten Lebak menjadi salah satu fokus karena memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempabumi dan tsunami. Sebagai gambaran, gempabumi di wilayah ini terjadi karena aktivitas subduksi megathrust di Selatan Banten, yang berpotensi mengakibatkan gempa kuat yang dapat disertai tsunami.
Gempabumi Pangandaran 17 Juli 2006, merupakan salah satu contoh peristiwa gempa megathrust yang membangkitkan tsunami, mengakibatkan kerusakan infrastuktur pantai dan menelan korban jiwa cukup besar.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, “kejadian bencana sebelumnya adalah jejak-jejak sejarah yang harus kita baca dan analisis dg cermat, untuk menguatkan langkah nyata dalam mitigasi dan kesiapan penyelamatan masyarakat di daerah rawan. Dengan dukungan data kegempaan yang ada, BMKG berupaya untuk menganilisis dan mensimulasikan secara matematis, agar dapat memperhitungkan potensi kejadian terburuk yang harus dimitigasi”, tambahnya.
“Mengetahui potensi dengan skenario terburuk tersebut, kita harus selalu berlatih untuk mengantisipasi kemungkinan dampak terburuk akibat gempabumi yg dapat disertai tsunami di pesisir Pantai Lebak, Propinsi Banten”, ucap Dwikorita dalam pembukaan Sekolah Lapang Gempabumi, Senin, 24 Mei 2021.
Dwikorita mengatakan dengan melakukan latihan rutin menggunakan skenario atau kemungkinan terburuk, masyarakat akan menjadi mahir dalam meresponse lanjut Peringatan Dini tsunami BMKG yang disampaikan melalui BPBD/PUSDALOPS setempat.
“Kita tidak pernah tahu kapan bencana itu terjadi, sehingga kita perlu melakukan langkah antisipasi dan mitigasi yang tepat sejak dini ” ucap dia.
Dwikorita menyebut, selain untuk mengantisipasi, Sekolah Lapang Gempabumi adalah bentuk ikhtiar untuk keselamatan bersama.
“Yang tidak kalah penting adalah juga selalu berdoa sambil berikhriar agar terhindar dari bencana”
Pada kesempatan yang sama, Kepala BMKG bersama dengan Wakil Bupati dan Perangkat Pemerintah Daerah juga melakukan “fact finding” dan verifikasi lapangan terhadap Peta Bahaya Tsunami yang disiapkan BMKG, melalui pengecekan jalur evakuasi di wilayah Pantai Panggarangan, Kabupaten Lebak. Temuan di lapangan, menunjukkan fasilitas sarana dan prasarana evakuasi tsunami di wilayah tersebut masih perlu untuk diperbaiki dan lebih disiapkan. Jalur evakuasi yang terjal dengan kondisi jalanan yang kurang memadai, tanpa rambu yang jelas, dikhawatirkan akan menghambat proses dan kelancaran ataupun kecepatan evakuasi. Disamping itu perlu dipertimbangkan untuk segera melengkapi sarana-prasarana evakuasi, termasuk tempat evakuasi sementara di wilayah pantai, yang hingga saat ini belum tersedia.
Sementara itu, Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi mengatakan pelatihan ini mendorong komunitas di Lebak agar lebih paham dan siap dalam penanggulangan bencana. “Selain berdoa kepada Allah meski tidak ada kejadian tetapi ada potensi, juga tetap harus berikhtiar,” ucap Ade.
Pemerintah Daerah juga akan segera melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk membenahi jalur evakusi, melengkapi fasilitasnya, menyusun rencana kontinjensi dan Prosedur Standard Operasional Kedaruratan saat menerima dan meresponse Peringatan Dini Tsunami BMKG, serta melakukan pelatihan rutin agar semua yang berada di zona rawan menjadi mahir mengevakuasi diri dengan tepat.
Deputi bidang Geofisika BMKG, M. Sadly mengatakan Sekolah Lapang Gempabumi berupaya memperkuat dan meningkatkan kapasitas daerah untuk lebih tanggap dan tangguh terhadap gempabumi dan tsunami, terutama bagi masyarakat dan sekolah.
“Tingkat risiko tsunami tersebut dapat kita kurangi dengan meningkatkan kapasitas, kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar dalam menghadapi bencana tersebut,” kata Sadly.
Sekolah Lapang Gempabumi ini juga menjadi bentuk upaya untuk mewujudkan Masyarakat Siaga Tsunami yang ditetapkan Unesco-IOC. Untuk mewujudkan Masyarakat Siaga Tsunami, maka komunitas harus memiliki 12 indikator yang telah ditetapkan, diantaranya ialah membuat Peta Rawan Bahaya dan Peta Evakuasi Tsunami.
Kepala Stasiun Geofisika Klas I Tangerang, Suwardi mengatakan Sekolah Lapang Gempabumi memperkuat peran BPBD dan SKPD terkait dalam meneruskan Peringatan Dini tsunami dari BMKG/BNPB ke masyarakat. Menurut dia, Sekolah Lapang Gempabumi ini dihelat di Balai Desa Panggarangan sejak 24 hingga 25 Mei 2021. Jumlah peserta kegiatan ini yaitu 43 orang yang terdiri dari anggota BPBD, TNI dan Polri, karang taruna, tagana, sekolah, media massa, serta tenaga kesehatan. Empat puluh tiga orang kunci yang dilatih ini, nantinya berperan sebagai “Penggerak Utama” dalam menyiapkan rencana kontijensi, SOP, fasilitas, program pelatihan rutin bagi masyarakat, bahkan menjadi garda terdepan, pemandu dan fasilitator dalam proses evakuasi saat meresponse Peringatan Dini Tsunami dari BMKG yang diteruskan BPBD ke masyarakat.
Suwardi menyebut seluruh peserta diminta mematuhi protokol kesehatan Covid-19. “Semoga acara ini dapat mewujudkan masyarakat siaga tsunami atau Tsunami Ready Community di Kabupaten Lebak, yang insya Allah nantinya diakui secara internasional sebagai Indian Ocean Tsunami Ready Community” kata Suwardi.[***]
ril