SEBAGAI industri pupuk pertama di Tanah Air, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) mulai berbenah, bukan saja fokus memproduksi pupuk urea dan amoniak sebagai bisnis utamanya. Kini di zaman now perseroan yang pernah menjadi pimpinan Holding di industri pupuk Tanah Air mulai merambah ke bisnis lain, salah satunya agribisnis.
Hal ini patut diacungkan jempol, karena di usianya yang ke -58 tahun ini, pabrik pupuk yang juga menjadi salah satu iconnya Kota Palembang ini terus berkarya, meski tak muda lagi di dalam industri pupuk Nasional. Kini tantangan di industri pupuk semakin berat, sudah selayaknya pabrik yang pernah diklaim terbesar di Asia Tenggara ini dituntut untuk lebih baik lagi.
Bahkan karyawan juga dituntut untuk lebih berkreativitas dan inovasi, karena, jika tidak dibarengi dengan hal itu sudah barang tentu, Pusri yang sebagian pabriknya telah ‘uzur’ bakal tertinggal jauh dari competitor.
Pada akhirnya bisa ‘bangkrut,’ seperti pabrik pupuk ASEAN Aceh Fertilizer hasil kerjasama ekonomi dan industri Negara ASEAN yang berlokasi di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam/NAD (dulunya, Aceh) dibangun era Orde Baru pada tahun 1981, serta berproduksi perdana pada 1984. Kala itu, pabrik pupuk tersebut tutup seiring dengan berakhirnya era kejayaan migas di Provinsi NAD.
Selain AAF, Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang berada di Lhokseumawe, NAD juga mengalami hal yang serupa. Hingga kini produksinya terseok-seok lantaran suplai gas dari PT Perta Arun Gas (PAG) terputus.
Bahkan di era Perdangangan bebas/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pupuk impor, seperti dari China dan Malaysia mulai diterima dan digunakan petani di Indonesia, karena harganya memang relatif murah dibanding harga pupuk hasil industri di Tanah Air.
Inilah tantangan nyata yang dihadapi industri pupuk, terutama Pusri seiring dengan harga pasokan gas untuk produksi pupuk urea dinilai masih tinggi dibanding harga gas di China maupun Malaysia.
Harga gas di Indonesia untuk industri pupuk di Tanah Air pernah menyentuh harga US$9-12, sementara kebutuhan gas Pusri sendiri sekitar 215 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), yang digunakan untuk bahan baku Pusri I B, Pusri II B, Pusri III, dan Pusri IV.
Jika satu pabrik diperoleh gas dengan harga US$ 6/ Million Metric British Thermal Unit (MMBTU), Pusri menilai masih relatif mahal. Oleh sebab itu, di zaman now ini Pusri butuh dukungan kreativitas dan inovasi dari segenap karyawan guna mengembangkan bisnis dibidang lain, salah satunya pupuk produk agribisnis.
Meski demikian, pengembangan bisnis sudah barang tentu tidak segampang membalikan telapak tangan, karena butuh waktu, riset serta dana yang cukup besar untuk memulai bisnis baru, sehingga ke depan hasilnya mampu memberikan kontribusi terhadap perusahaan dan negara.
Berkat dari kreativitas dan inovasi, riset yang dilakukan karyawan, akhirnya menuai hasil positif, karena menghasilkan pupuk produk agribisnis maupun produk non pupuk lainnya dan mampu bersaing dipasaran. Bahkan harganya terjangkau oleh petani, seperti kemasan pupuk urea, NPK dari 1 kg, 5 kg, 10 kg, 25 kg hingga 50 kg. Selain itu pupuk Organik Cair (Randex) Pupuk Hara Mikro (PusriNutremag), Pupuk Hayati (PusriBioripah), Urea Humat, Pusri Sridek,B Fitalik, Pusri Hydro (Nutrisi Hydroponik), Bio Pestisida (B- Verin).
Selain itu, Pusri juga memproduksi Pestisida, Insektisida, Fungisida misalnya Principal, Fiery, Tebas, Utama, Vicious, dan Agresor. Dari hasil riset di kebun percontohan yang berlokasi di Jalan Abadi itu sudah menuai hasil. Dari hasil riset itu pula produk-produk agribisnis itu mulai dipasarkan, seperti Benih Padi Unggul (Pusri Seed), Benih Jagung Hibrida, Benih Unggul Cabai Keriting.
Tidak berhenti disitu saja, untuk mempermudah petani memperoleh produk-produk agribisnis, Pusri juga mendirikan Toko Pertanian (Pusri Mart). Kini toko tersebut sudah berjumlah 12 toko yang tersebar diseluruh di Pemasaran Pupuk Daerah (PPD) dan Kantor Perwakilan Pupuk Daerah di wilayah kerja Pusri.
Pada 2017, perseroan meluncurkan mantri tani dan klinik tani yang diharapkan dapat membantu petani yang mengalami kesulitan dalam bidang pertanian. Mantri Tani ini sudah berjalan disejumlah daerah, seperti Kabupaten Lahat, Lampung dan lainnya di wilayah pemasaran produk Pusri.
Bahkan Pusri yang baru tahun lalu mengoperasikan pabrik barunya (NPK, dan II B), juga melakukan kerjasama dengan salah satu perusahaan Lokal Palembang milik H. Halim yang bergerak di bisnis sawit dan karet, yakni PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB). SMB meminta Pusri membantu dalam bidang penelitian dan demplot guna memberikan edukasi terkait pemupukan secara benar.
Harus Berubah
Direktur Utama PT Pusri Palembang, Mulyono Prawiro mengatakan perusahaan sedang menghadapi perubahan dilingkungan bisnis serta tantangan yang harus siap dihadapi.
“Perubahan lingkungan bisnis itu, merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakkan, kita semua harus mau berubah, beradaptasi dan terus belajar untuk bisa terus survive”, ujar Mulyono saat Upacara HUT Pusri ke-58 belum lama ini.
Dia berharap seluruh insan Pusri mampu berbenah dan memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Selalu berfikir kreatif, berinovasi, serta selalu bekerja dengan hati agar PT Pusri Palembang mampu bertahan.
Ditemui, pekan lalu di Kebun Percontohan milik Pusri, Jalan Abadi, May. Zen Palembang, General Manager Riset & Pengembangan PT Pusri, Hasanal Kemal menjelaskan pengembangan usaha dibidang agribisnis tak lain guna mendukung ketahanan pangan Nasional, sehinggga ke depannya Pusri menjadi perusahaan pupuk terkemuka ditingkat regional.
Dalam mendukung program ketahanan pangan yang disuarakan pemerintah, papar Hasanal, Pusri melakukan pengembangan usaha pangan melalui toko tani dan memperkuat distribusi pangan masyarakat melalui produk-produk pangan yang berkualitas.
“Komitmen kami memproduksi, memasarkan pupuk yang berhubungan dengan agribisnis secara efisien, berkualitas prima dan mampu memuaskan pelanggan, tuturnya.
Menurutnya pengembangan produk pupuk dan non pupuk, melalui hasil riset sudah menghasilkan pendapatan, meskipun baru sebesar Rp1 miliar. Namun, hal itu sudah menunjukan kinerja yang positif. Oleh sebab itu, pihaknya terus menggenjot riset yang berkualitas sehingga menghasilkan produk agribisnis yang inovatif.
Dia menerangkatan sesuai Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) perusahaan, target produksi riset tahun ini, yakni benih padi sebanyak 250 ton, benih jagung 50 ton, pupuk mikto 100 ton, pupuk hayati 100 ton dan nutrisi hidroponik mencapai 10 ton.
“Kami optimistis semua bisa berjalan sesuai target RKAP, apalagi saat ini permintaan akan produk yang dihasilkan Pusri sudah sangat banyak, ke depannya diharapkan dapat berkontribusi terhadap Pusri serta meningkat mutu pangan Indonesia,”ulasnya.
Apalagi, lanjut dia, Pusri memiliki beberapa armada mobil untuk mengukur tanah, jika pemerinah daerah maupun perusahaan yang bekerjasama dalam hal edukasi pemupukan, kendaraan itu siap digunakan untuk mengetes kondisi lahannya.
Manager Riset PT Pusri, Hanung Haryono menambahkan guna mengembangan riset berhubungan dengan agribisnis ini, Pusri menganggarkan dana senilai Rp30 miliar pada 2018. Dana yang dialokasikan tersebut, Rp 3 miliar-nya digunakan untuk biaya konsultasi, pengujian dan lainnya sebagai komitmen Pusri dalam rangka inovasi dari produk agribisnis.
Hanung mencontohkan pada plant project 2018, perseroan juga berencana meningkatkan roduksi pupuk hayati berkapasitas 500 ton dan mikro berkapasitas 400 ton.
Pujiati, Kabag Pemuliaan Tananaman & Pangan PT Pusri menjelaskan, di kebun percontohan juga sudah banyak dikerjakan riset, selain buah-buahan dan sayur-sayuran, pihaknya melakukan riset pengembangan sapi ternak, ikan gurami dan mujair, bahkan melakukan penelitian budidaya ikan Belida khas Palembang, karena jenis ikan ini sudah hampir punah.
Ia pun menambahkan di kebun percontohan yang dibangun di atas lahan sekitar 7,5 hektare dan diresmikan pada 2014 lalu oleh Direktur Utama Pusri sebelumnya, yakni Musthofa. Kebun percontohan milik Pusri juga terbuka untuk tempat edukasi bagi mahasiswa, baik untuk prakek kerja Lapangan (PKL). Bukan saja dari Sumsel, namun mahasiswa dari semua Perguruan Tinggi di Indonesia.
Terobosan di bidang agribisnis yang inovatif mau tidak mau harus dilakukan, dan perlu dukungan dari semua pihak. Bahu membahu untuk memajukan industri pupuk Nasional, sehingga ke depannya tetap bisa bertahan. Bahkan lebih berkembang lagi ditengah persaingan pupuk impor yang harganya lebih murah. [Irwan Wahyudi].