KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan berbagai strategi untuk menggenjot nilai ekonomi perikanan budidaya. Khusus subsektor ini setidaknya KKP telah menyiapkan tiga terobosan yang diyakini akan memberikan daya ungkit bagi peningkatan nilai ekspor dan ekonomi masyarakat.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat membuka acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Perikanan Budidaya Tahun 2021 di Bandung beberapa waktu lalu.
Slamet menegaskan bahwa sesuai arahan Menteri Sakti Wahyu Trenggono, subsektor perikanan budidaya mesti menjadi tumpuan ekonomi nasional. Slamet merinci ketiga terobosan tersebut yakni : transformasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai salah satu pusat bisnis yang memberikan kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lebih besar bagi negara dan penggerak ekonomi masyarakat; pengembangan shrimp estate; dan pengembangan kampung-kampung budidaya ikan.
“Mulai saat ini UPT Ditjen Perikanan Budidaya harus bertransformasi bukan hanya fokus pada kegiatan perekayasaan tapi harus menjadi bagian dalam pengembangan bisnis sehingga memberikan kontribusi pemasukan lebih besar bagi kas negara dan tentu bagaimana menggerakkan ekonomi masyarakat,” tegas Slamet dalam rilis dilaman KKP, sabtu [10/4/2021].
Mengenai terobosan pengembangan shrimp estate, Slamet menjelaskan bahwa konsep ini akan menjamin ekosistem bisnis yang efisien dari hulu hingga hilir. Kita berdayakan peran Badan Layanan Umum (BLU)/UPT untuk mendorong siklus bisnis yang dilakukan masyarakat bisa berjalan efektif.
“Shrimp estate ini kita fokuskan untuk komoditas udang dengan target optimalisasi lahan mencapai 10.000 hektare hingga tahun 2024 dengan perkiraan target kapasitas produksi bisa mencapai 400.000 ton. Konsepnya nanti kami menunjuk BLU/UPT untuk memfasilitasi akses kemudahan berusaha bagi masyarakat. Intinya nanti kita kolaborasi dengan stakeholders terkait. Tentu ini penting mengingat Pemerintah punya keterbatasan anggaran.
Kaitannya dengan pengembangan kampung budidaya ikan, Slamet menjelaskan bahwa konsep ini selain difokuskan pada komoditas ekspor juga didorong untuk pengembangan komoditas bagi kebutuhan konsumsi dalam negeri, diantaranya untuk tahap awal akan dibangun kampung lobster, kampung rumput laut, kampung kakap putih, kampung nila salin, dan kampung lele bioflok. Menurutnya, kampung budidaya ikan sangat relevan untuk menggerakkan ekonomi lokal melalui pengembangan ekonomi berbasis unggulan lokal/daerah.
Khusus untuk konsep kampung lobster, tahun ini KKP akan memulai pengembangan di Kabupaten Lombok Timur. Mengenai konsep bisnisnya, menurut Slamet nanti akan diterapkan pola segmentasi.
Mengingat kalau pembudidaya langsung pelihara dari benih bening lobster (BBL) tingkat risikonya tinggi. Nanti kami akan tunjuk UPT sebagai buffer yakni beli BBL dari nelayan dan didederkan sampai ukuran yang memiliki tingkat risiko rendah. Pola ini menurutnya akan menekan risiko kematian saat pemeliharaan benih oleh pembudidaya dan dari sisi waktu pemeliharaan lebih efisien.
“Saya kira tiga terobosan utama di atas cukup untuk mengaktualisasikan keinginan pak Menteri ya. Beliau sangat ingin ekonomi subsektor perikanan budidaya ini dapat berkontribusi besar terhadap devisa ekspor dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Slamet.
Sebagaimana diketahui, sejak dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Trenggono langsung menekankan kebijakan optimalisasi kontribusi sektor perikanan bagi pemasukan negara melalui PNBP. Menteri Trenggono menargetkan ada pemasukan PNBP pada tahun 2024 dari subsektor perikanan tangkap menjadi Rp12 triliun. Sementara dari subsektor perikanan budidaya senilai lebih kurang Rp139,39 miliar.[***]