OPERATOR seluler memerlukan bantuan pemerintah daerah (Pemda) dalam mempercepat pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan akses internet di desa-desa di Indonesia. Bantuan yang diperlukan dengan menyediakan infrastruktur pendukung seperti tanah dan listrik.
Dua hal di atas krusial dalam proses pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan akses internet untuk mendukung digitalisasi di Indonesia. Ia mengatakan tantangannya adalah membangun transmisi lokal, yang cukup mahal di Kawasan Timur Indonesia, yakni di Maluku dan Papua. ”Pembangunan tower di Papua tidak mudah karena harus membawa besi,” kata Direktur Network Telkomsel Hendri Mulya Sjam, saat diskusi “Digitalisasi Nusantara” Indonesia Digital Conference (IDC) 2020, yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Rabu (16/12/2020).
Karena itu, Telkomsel mencoba bekerja sama dengan beberapa instansi untuk menekan biaya pembangunan infrastruktur. Ia mencontohkan untuk membangun infrastruktur di Papua perlu membagun tower ke sejumlah daerah di Papua. “Hanya Telkomsel mampu yang membangun di area tersebut dan memiliki kewajiban karena itu 65 persen milik Telkom. Sehingga di pedalaman Papua, hampir semua harus memakai satelite link,” kata Hendry.
Saat ini masih ada 7000-8000 desa yang harus dibangun infrastruktur digital ke depan. “Program itu yang akan dilakukan, harapannya bisa membantu seluruh rakyat Indonesia mendapatkan akses internet dengan menggunakan jaringan seluler di desa,” kata
Dalam diskusi yang dimoderatori Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho, Hendri menambahkan harapannya pembangunan digital broadband akan memudahkan masyarakat pedesaan untuk akses informasi. “Sehingga Indonesia tumbuh dari desa akan bisa terealisasi,” ujarnya.
Pandemi COVID-19, kata Hendri, memberi nilai positif pada percepatan literasi digital. Proses digitalisasi ini bisa terjadi dengan perkembangan teknologi. Sejak pandemi COVID-19 hampir semua perkantoran melaksanakan kegiatan dari rumah. “Selama pandemi terjadi perpindahan traffic dari business area ke perumahan,” kata Hendri.
Kondisi ini sempat membuat semua operator kalang kabut menggalang kapasitas karena kebutuhan yang cukup tinggi. “Biasanya di rumah akses internet digunakan mulai pukul 19.00. Tapi sekarang pertumbuhannya sangat tinggi,” ujarnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan telah bekerja sama untuk menyediakan fasilitas akses internet wireless gratis, tidak hanya membangun jalan, jembatan, pelabuhan dan bandara. Sebanyak 189 desa telah terhubung dengan fiber optic. “Seluruh desa sudah terhubung fiber optic, jadi proses pelayanan digital sudah masuk ke kampung-kampung,” ujar Anas.
Layanan mandiri berbasis digital juga sudah tersedia di kantor-kantor desa di Banyuwangi, bahkan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan mencetak layanan seperti KTP dengan barcode. Ia mengatakan upaya termasuk menjadikan Banyuwangi masuk dalam smart network dunia bersama Jakarta karena infrastruktur yang dibangun di hingga ke desa-desa. “Kami dorong smart kampung berjalan baik, program digitalisasi ekonomi jadi lebih mudah, juga untuk penyebaran covid konsolidasi sangat cepat,” kata Anas.
Berbasis teknologi, pariwisata berkembang lebih cepat. Libur akhir pekan hingga Tahun Baru, hunian hotel, homestay dan penginapan lainnya di Banyuwangi sudah penuh. Hal ini karena teknologi dan promosi pariwisata berbasis digital.
Andi Sudirman Sulaiman, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan mengatakan teknologi sangat penting dalam pemerintahan, untuk efektivitas sistem sistem pemerintahan dan meningkatkan layanan publik. Termasuk untuk menerima laporan-laporan dari masyarakat.
Pandemi COVID-19 memaksa pemerintah daerah melakukan digitalisasi sistem pemerintahan. “Tantangannya saat ini di Sulawesi Selatan baru 50-60 persen masyarakat yang bisa mengakses internet,” ujarnya.
Meski demikian, ia menekankan digitalisasi sistem pemerintahan masih membutuhkan penguatan skill dan integritas sumber daya manusia . “Karena secanggih apapun sistem, kalau tidak menaburkan benih-benih integritas tidak akan berjalan dengan baik,” ujarnya. [***]
Ril