“…… Hari depan Indonesia adalah angsa putih yang berenang-renang
Sambil main pingpong di atas Pulau Jawa yang tenggelam…”
Demikian petikan puisi buah karya Taufik Ismail yang dibawakan tiga penyair Palembang, Jaid Saidi, Yos Ilyas, dan Anto Narasoma.
Ketiganya berkolaborasi membawakan puisi berjudul “Kembalikan Indonesia Padaku” dengan ciri khas masing-masing. Namun terasa menyatu dalam pandangan dan pendengaran para seniman maupun pejabat dan undangan yang menghadiri pembukaan Sepekan Seni
Dewan Kesenian Palembang (DKP) Senin (10/2) di Gun’s Cafe Palembang.
Jaid Saidi tampil mengejutkan seusai pembawa acara menyebut namanya. Dari sisi kanan panggung, penyair yang pernah mondok bersama WS Rendra ini berdiri dengan tegas dengan suara menggelegar membaca bair pertama. Lalu berjalan ke arah panggung menuntaskan puisinya. Dilanjutkan Yos Ilyas dari sisi kiri juga tak kalah garangnya meneriakkan puisi bernada nasionalis yang diciptakan Taufik Ismail di Paris tahun 1971 ini. Di panggung, penyair asal Prabumulih ini juga menuntaskan hingga bait terakhir.
Selanjutnya, Anto Narasoma dari sisi kiri panggung juga membawakan puisi karya Taufik Ismail yang cukup terkenal itu dengan gaya dan ekspresi berbeda. Di panggung, bait terakhir pun dituntaskan. Tak berbeda dengan kedua penyair sebelumnya, penyair yang juga aktif sebagai wartawan ini juga mendapat aplaus cukup ramai. Lalu, ketiganya pun mengulang kembali puisi tersebut bersamaan. Tentu aplaus pun kembali bergema.
Sajian ketiga penyair ini, menurut Ketua Komite Sastra DKP, Imron Supriyadi, seakan mengingatkan hadirin akan nasionalisme dan persatuan dan kesatuan bangsa. “Seni, termasuk sastra, dibangun atas karya nasional dan daerah. Seperti puisi yang dibawakan itu, mewakili semua unsur kebangsaan Indonesia. Namun, kita tak boleh melupakan seni, termasuk sastra daerah, ujarnya di sela-sela pembacaan puisi.
Pembukaan even yang digelar DKP dan mengusung tema “Sepekan Seni Ekspresi dan Apresiasi” ini, memang sangat kental nuansa daerah dan kearifan lokal Palembang. Semuanya disajikan oleh enam komite seni yang ada di DKP. Yakni komite tari, komite seni rupa, komite musik, komite sastra, komite teater, dan komite film. Pembacaan puisi merupakan penyajian dari komite sastra.
Dimulai dengan atraksi tari kuntau. Merupakan racikan beladiri kuntau yang digubah menjadi tarian yang luwes, persembahan komite tari. Sekaligus menyambut tamu yang datang. Dilanjutkan teaterikal simbol Palembang sebagai daerah aliran Musi yang digambarkan bagian dari Batanghari Sembilan dengan sajian mengusung perahu bidar oleh enam penari pria yang mengiringi penari wanita membawa tampah dengan taburan asap sajian.
Perahu yang di atasnya bertengger tulisan Sepekan Seni Ekspresi dan Apeasiasi kemudian diletakkan di depan panggung menjadi simbol even yang digelar selama seminggu. Lalu, undangan di antaranya Staf Ahli Bidang Keuangan, Pendapatan Daerah, Hukum dan HAM, Altur Febriansyah, SH, Ms, Kepala Dinas Kebudayaan Hj Zanariyah, Ketua DKP M Iqbal Rudiyanto menggoreskan polesan cat di sisi perahu. Kemudian, polesan berikutnya dilanjutkan siswa dari SMKN 7 Palembang hingga terbentuk menjadi lukisan utuh. Ini merupakan sajian komite seni rupa.
Dentingan gitar tunggal Ribuan Nata menghibur penonton dengan lagu Batanghari Sembilan-nya. Tembang berpantun mengalir, melengkapi sajian biduk perahu sebelumnya.
Meski membawakan lagu daerah Cup Mak Ilang, DJ Bian Kids yang tergolong belia, membuat suasana berubah total ke era kini. Dengan piawai bocah yang belum genap 10 tahun ini piawai memainkan ritme-ritme beraliran electronic Dance Music (EDM). Makanya, dari dentingan batanghari sembilan yang melankolis, penonton seakan diubah 180 derajat menikmati musik penuh godaan untuk bergoyang.
Komite Musik menampilkan Randi P Ramadhan Dkk yang mengiringi Rosa, Putri Remaja Indonesia Sumsel 2020, membawakan lagu berbahasa Palembang Ya Salam. Dilanjutkan, lagu Semele ciptaan M Qori Ali pun mengalir menghibur penonton.
Kepuasan penonton akan sajian buah karya seniman Palembang masih ditambah dengan tampilan dalang Ki Agus Wirawan Rusdi. Lakon Arjuna dibawakan singkat namun memberi info kuat pembeda wayang Palembang dengan wayang Purwo, terutama bahasa yang digunakan.
“Paling fenomenal lagi, DKP fokus mempromosikan wayang kulit Palembang. Artinya, wayang kulit menjadi salah satu aset utama untuk dipromosikan terus di masyarakat dan pihak manapun,” ujar Didit, panggilan akrab Ketua DKP dalam sambutannya.
Pamungkas, film pendek berjudul ‘Lenget” ditampilkan komite film. Film karya Sedulur yang disutradarai Aldosyah Reza ini menang juara I di Musee Indie Fest yang diikuti 49 film nasional dan 1 dari Australia. Film berdurasi 15 meniti ini menceritakan tentang tiga pemuda yang salah satunya, Sopran, melanggar tradisi pingitan. Diangkat dari cerita daerah Tulung Selapan, Sumsel, namun shootingnya di Kota Palembang. Pemain utamanya Dodot Sikidot, Pahlan Ciboy, dan Ari Cihuy memang dikenal sebagai komika di Palembang.
Sepekan
DKP menggelar Sepekan Seni yang dimulai Senin (10/02) Sampai Minggu (16/02). Dalam acara tersebut DKP menampilkan berbagai pertunjukan seni diantaranya pertunjukan sastra, pameran fotografi, teater, musik, tari, dan workshop film.
Walikota Palembang diwakili Staf Ahli Bidang Keuangan, Pendapatan Daerah, Hukum dan HAM, Altur Febriansyah, SH, Ms, mengapresiasi program-program yang ditunjukkan DKP, diharapkan melalui wadah DKP bisa lebih mengangkat budaya seni Palembang, terutama generasi muda agar terus berkreasi melakukan inovasi. (***)
Penulis : Nasir