Ekonomi

Apersi Sumsel : Kebijakan Pusat Dinilai Tidak Berpihak Pada Pengembang di Daerah

rumah-murah

Asosiasi Pengembang dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai kebijakan pemerintah pusat dalam Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah banyak yang tidak berpihak pada pengembang daerah. 

Foto: www.jejamo.com

SUMSELTERKINI. ID,  Palembang – Asosiasi Pengembang dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai kebijakan pemerintah pusat dalam Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah banyak yang tidak berpihak pada pengembang daerah.

Sehingga program sejuta rumah yang dimulai pencanangannya pada April 2015 lalu, dinilai sulit terwujud.

Pasalnya, subsidi untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dipangkas menjadi Rp 3,1 triliun dari sebelumnya Rp 9,7 triliun.

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sumsel Syamsu Rusman mengatakan, dengan pemangkasan dana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu, maka subsidi DP yang diterapkan 1 persen akan hilang.

“Jelas berpengaruh dampaknya bagi pengembang di Sumsel. Dimana selama ini yang menyalurkan rumah bersubsidi BTN, namun sekarang tidak lagi, karena ada pemangkasan subsidi FLPP,” katanya, Selasa (2/7/2017).

Selain pemangkasan subsidi, banyaknya kebijakan pemerintah pusat yang tidak berpihak pada pengembangan rumah menjadikan realisasi 1 juta rumah sulit terwujud.

Dia menuturkan, alasan pemangkasan subsidi FLPP tidak bisa dibenarkan. Itu hanya akan memberatkan konsumen MBR dan juga pengembang. Dimana pemerintah beralasan selama ini aubsidi tidak tepat sasaran, sehingga dana banyak dialihkan ke infastruktur.

“Pemangkasan subsidi FLPP terus dikompensasi untuk Subsidi Selisih Bunga (SSB) jelas tidak menarik buat bank teknis penyalur KPR. Bukan karena risiko, melainkan bank nggak ada yang mau karena harus nanggung 100 persen.

Padahal data BPS backlock (kebutuhan) rumah murah sekitar 11 juta, hal ini menjadikan lebijakan pemerintah tidak baku dan konsiaten dengan program 1 juta,” tuturnya.

Syamsu menambahkan, target Sejuta Rumah semakin sulit terwujud, karena Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang perumahan untuk MBR juga tak jalan.

Di lapangan, kata Syamsu, banyak pemerintah daerah (pemda) yang masih belum menjalankan regulasi tersebut. Sebaliknya, yang ada malah semakin masif praktik pungutan liar.

“Kalau Pemda menolak melakukan deregulasi perumahan demi mempertahankan pendapatan asli daerah (PAD) masih bisa diterima. Tapi bila menolak hanya untuk mempertahankan pundi-pundi itu menghambat betul,” cetusnya.

Karena itu, Apersi Sumsel akan merevisi target pembangunan rumah dari realisasi tahun 2016 sebanyak 8 ribu unit. Sedangkan target tahun ini dari 12 ribu unit baru teralisasi sekitar 6 ribu unit.

“Kami wait and see saja menunggu kebijakan baru untuk langkah selanjutnya. Meski 2018 masih ada program FLPP, tetapi pada wacana 2019 subsidi FLPP akan dihapus,” tandasnya.

Terpisah Kepala Cabang PT BTN Syariah Palembang Asep Hermansyah, tidak mempermasalahkan pemotongan subsidi tersebut, karena hanya berubah mekanisme saja.

“Kalau buat kami, tidak ada pengaruh di penyaluran KPR subsidi. Tetap jalan, karena sekarang skimnya subsidi selisih margin. Berapapun demand KPR subsidi tetap bisa dilayani,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan melakukan penyesuaian anggaran untuk FLPP 2017 dari Rp 9,7 triliun menjadi hanya Rp 3,1 triliun.

Pemangkasan subsidi FLPP ini dilakukan sebagai penyesuaian target Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi menjadi menjadi 279.000 unit yang terdiri atas KPR Subsidi Selisih Bunga sebesar 239.000 unit dan KPR FLPP sebesar 40.000 unit.

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com