PEMERINTAH Kota (Pemkot) Palembang terus memberikan edukasi kepada para wajib pajak yang berada di Kota Palembang.Kali ini, Walikota Palembang, Harnojoyo melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI), untuk melakukan pendampingan dalam memaksimalkan pendapatan daerah.
“Kita bersama para wajib pajak di Kota Palembang, mulai dari hotel, restoran dan usaha hiburan didampingi tim Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK, menggelar sosialisasi pentingnya pajak terhadap pembangunan daerah,” terangnya.
Melalui pertemuan hari ini, Harnojoyo berharap, kedepan Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang, dapat lebih mengoptimalkan penerimaan pajak daerah.
“Kami memohon dukungan dari semua wajib pajak. Karena tanpa pajak, tidak akan ada pembangunan yang dapat dilakukan Pemkot Palembang,” tuturnya, kemarin.
Harnojoyo mengatakan, melalui pendampingan ini, kedepan Pemkot Palembang akan lebih percaya diri dalam melaksanakan apa yang telah diamanatkan Undang-undang, dengan melakukan monitoring dan pendampingan setiap program yang akan dijalankan.
Dimana, dirinya juga tidak segan-segan untuk memberikan sanksi, baik itu kepada petugas pajak maupun pelaku usaha itu sendiri.
“Sanksi terberat yang dapat dijatuhkan bagi pelaku usaha jika tidak membayar pajak sesuai ketentuan adalah pencabutan izin usahanya. Kami juga meminta mereka melaporkan jika ada petugas pajak ‘nakal’. Nanti bila perlu bisa kita berhentikan,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Wilayah II Sumatera KPK, Abdul Haris, mengatakan alokasi penerimaan daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terus menurun setiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya dapat lebih meningkatkan penerimaannya. Khususnya di sektor pajak.
“Jika penerimaan daerah meningkat, maka dapat digunakan lebih maksimal untuk pembangunan daerah itu sendiri,” kata Abdul Haris.
Menurutnya, pajak menurupakan salah satu sektor penerimaan negara yang rentan akan tindak korupsi. Oleh karena itu, KPK mendorong agar pungutan pajak dapat dilakukan secara online, dan memberikan sejumlah saran agar penerimaan pajak dapat lebih transparan dan optimal.
“Setiap tiga bulan akan kami monitor, apakah saran tersebut sudah dijalankan, dan melihat bagaimana progres peningkatannya. Jika dinilai ada yang janggal, maka kami berikan peringatan. Intinya kami ini sifatnya triger,” katanya.
Tidak hanya dari sektor internal, hal serupa juga berlaku pada pengusaha yang dalam hal ini merupakan wajib pajak. Menurut Abdul, pihaknya meminta agar dapat lebih transparan membuka data pembayaran pajak mereka, seperti di sektor pajak restoran, hotel, dan hiburan.
“Kami ingatkan saat ini pembayaran pajak tidak bisa diatur-atur lagi dengan bekerjasama dengan oknum tertentu. Jadi jangan bermain-main, karena zaman saat sudah serba digital,” tandasnya. [**]
Penulis : one