Sumselterkini.co.id, Palembang – Berbagai program telah digagas Hadi Prayogo sebagai kandidat Ketua PWI Sumsel. Khusus pembelaan wartawan, tak sekadar bentuk tim advokasi dan komitmen lisan. Tapi akan siapkan dana taktis sehingga pembelaan yang dilakukan akan sangat optimal.
Di bidang pembelaan, menurut Hadi Prayogo, wartawan akan dididik liputan dan teknik tulisan sesuai etika jurnalistik sehingga mengurangi masalah dengan narasumber. Selain itu menyiapkan tim jika wartawan bermasalah/bersengketa dengan narasumber.
“Dan yang tak kalah penting bahkan paling utama adalah menyiapkan dana taktis untuk operasional pembelaan wartawan,” papar Hadi Prayogo yang akrab dipanggil HDP (sesuai dengan inisial di koran).
Selama menggeluti profesi wartawan, HDPi menyadari bahwa kekerasan yang terjadi dalam profesi jurnalis di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Baik dari segi jumlah korbannya, maupun dari ragam profesi pelaku kekerasannya. Termasuk juga di Sumsel tentunya.
“Saya menyadari bahwa dalam menjalankan profesinya, jurnalis terkadang tersadung masalah. Baik dalam proses mendapat informasi maupun ketika produk jurnalistiknya dinikmati masyarakat. Sebagai organisasi profesi, tentu sangat wajar kalau PWI Sumsel juga dapat mengoptimalkan pembelaan ini,” ujar HDP yang menikah dengan gadis Palembang dan saat ini dikaruniai dua putra dan satu putri ini.
Dengan program yang digagas, menurut Sehingga wartawan merasa nyaman dan terlindungi saat menjalankan tugasnya. Kode etik tentu saja harus menjadi pedoman utama. Diungkapkan Hadi. “Mengacu Peraturan Dewan Pers No 1/P-DP/III/2013 tentang Pedoman Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan, diketahui bahwa beragam ancaman didapati wartawan ketika menjalani profesi jurnalistiknya ataupun akibat karya jurnalistiknya,” tambah kandidat yang sejak 2017 sampai sekarang menjadi penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) nasional dari PWI Pusat.
Setidaknya, berbagai bentuk kekerasan yang dialami wartawan itu, berbentuk kekerasan fisik. Bisa juga kekerasan nonfisik seperti ancaman verbal, penghinaan, pengunaan kata-kata penghinaan dan pelecehan. Termasuk juga perusakan peralatan kerja. Bahkan ada juga berupa dan upaya menghalangi kerja sehingga terhambatnya proses menghasilkan karya jurnalistik.
Hadi menekankan, prinsip penanganan kekerasan wartawan tersebut, terutama yang terkait kerja jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan (termasuk PWI), dan Dewan Pers.
Untuk itulah, menurutnya, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan kekerasan wartawan dengan difasilitasi Dewan Pers.
Tak dapat dipungkiri, perusahaan pers merupakan pihak pertama yang segera memberikan perlindungan terhadap wartawan dan keluarga. Termasuk diantaranya, biaya pengobatan, evakuasi, pencarian fakta.
Begitu juga koordinasi dengan organisasi pers, Dewan Pers, dan penegak hukum. “Selain itu, harus memberi pendampingan hukum sampai proses hukum di kepolisian bahkan di Pengadilan. Bila perlu, sampai didapat keputusan hukum tetap. Jika penyelesaian melalui jalur nonligitasi, diusahakan tidak merugikan wartawan yang menjadi korban ataupun profesi waratwan secara umum,” tuturnya.
Sebagai kandidat Ketua PWI Sumsel, HDP bertekad bahwa organisasi wartawan diharuskan mengambil peran yang lebih besar dan bertindak proaktif untuk memberikan advokasi bagi wartawan dan keluarganya.
“Mengupayakan dana bagi penanganan kasus dan tidak membuat pernyataan menyalahkan pihak tertentu sebelum melakukan pengumpulan data dan verifikasi data,” jelas kandidat yang pernah menjabat Sekretaris Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumsel (2009-2014). Pihaknya akan bersikap adil dalam membela wartawan tanpa melupakan solidaritas terhadap sesama profesi.
Kalau terpilih sebagai Ketua PWI Sumsel , bersama pengurusnya akan bisa berperan lebih besar dan proaktif, serta bersinergi dengan perusahaan pers dan Dewan Pers. Yang paling penting, menyiapkan lumbung dana taktis. Serta dalam menangani kasus kekerasan wartawan senantiasa mengikuti tahapan yang ditetapkan Dewan Pers. “Yakni pengumpulan informasi, veifikasi data, identifikasi keperluan korban, baru menyimpulkan dan memberikan rekomendasi. Sehinggan bisa ditetapkan langkah penyelesaiannya melalui ligitasi atau nonligitasi. Dan tak pernah lepas dari koodinasi dengan pihak terkait, seperti perusahaan pers, Dewan pers, LSM Media, LSM HAM, dan penegak hukum,” tutur HDP yang pada 2004-2005 sempat menjadi Pemred Tribun Batam ini.
Pembelaan wartawan, lanjutnya, tidak cukup dalam tataran lisan dan komitmen. Tapi harus didukung dengan tersedianya dana yang cukup dalam pembelaan dan pendampingan. “Tentu saja, perusahaan media yang pertama harus memberikan back up. Tetapi, organisasi wartawan harus dapat memberikan porsi yang besar serta proaktif,” tambah wartawan yang memiliki jam terbang cukup tinggi di dunia jurnalistik yakni lebih dari 25 tahun. Dimana 20 tahun dihabiskan di Palembang, dengan menjadi Wapemred Sriwijaya Post, lalu Pemred Sriwijaya Post merangkap Pemimpin Perusahaan Sriwijaya Post dan Kepala Newsroom Tribun Sumsel ini.
Dari mana mendapat dana taktis? Menurutnya, ini terkait program di bidang kesejahteraan sosial. Hadi akan mengupayakan dana abadi guna membikin unit usaha koperasi sehingga roda organisasi bisa digerakkan dengan keuntungan koperasi. Juga lebih menghidupakn aktivtas organisasi dengan banyak menggelr berbagai even yang bisa memberi manfaat bagi organisasi termasuk menambah pendapatan organisasi.
“Dari sanalah nanti akan disiapkan dana taktis khusus untuk alokasi pembelaan wartawan,” tambah Hadi yang aktif menjadi pengurus pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), organisasi media siber di bawah PWI, sejak tahun 2017.
Hadi Prayogo sangat paham dengan permasalahan wartawan saat ini. Karena itu dirinya dan tim mengusung program dengan tagline refresh atau penyegaran. Visinya adalah mewujudkan PWI Sumsel sebagai rumah besar bagi seluruh anggotanya untuk meningkatkan pembelaan, kualitas, pendidikan, kesejahteraan sosial dan keguyuban.
HDP yang sudah memastikan bersaik dalam suksesi Ketua PWI Sumsel periode 2019-2024 ini mengusung tagline PWI Zaman Now.
Nantinya tim Refresh akan membangun digitalize (serba digital) lingkungan kantor PWI Sumsel termasuk free hotspot di kantor PWI Sumsel. “Wartawan Sumsel harus siap menghadapi era zaman now dan PWI Sumsel ingin mendorong dan memfasilitasi hal itu,” katanya sembari enambahkan program ini bersinergi dengan visi dan misi PWI Pusat . [**]
Penulis : Sir