Kesehatan

“Ketuk Pintu Gizi, Janji Manis Sumsel untuk Generasi Emas”

ist

KALAU kau pernah kedatangan tamu mendadak pas rumah lagi berantakan, kau pasti kenal rasa paniknya. Nah, itu terjadi, tapi tamunya bukan tetangga sebelah yang suka pinjam sendok, melainkan Wakil Menteri BKKBN plus Sekda Sumsel.

Mereka datang bukan mau numpang wifi, tapi mau ngecek langsung “Bantuan MBG ini benar diterimo dak oleh warga?”.

Begitulah suasana ketika Sekda Sumsel H. Edward Candra mendampingi Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, blusukan ke permukiman warga di Palembang. Misinya mulia, memastikan program Makanan Bergizi untuk Generasi Emas (MBG) bukan cuma jadi poster cantik di dinding kantor, tapi benar-benar masuk ke perut anak-anak dan ibu menyusui.

Ceritanya, rombongan ini turun ke lapangan dengan suasana kekeluargaan, ketuk pintu satu-satu, ngobrol, nyeletuk sana-sini, dan mendengar langsung suara warga.

Para ibu jelas antusias, ada yang cerita anaknyo sekarang lebih doyan makan. Ada yang bilang bantuan ini jadi penyelamat pas harga kebutuhan pokok macam roket naik terus tanpa aba-aba.

Petugas SPPG pun menjelaskan dengan detail soal pemenuhan gizi keluarga. Singkatnya, blusukan ini bukan sekadar seremonial tepuk tangan di aula ber-AC, ini kerja lapangan yang berkeringat, tapi menyenangkan.

Namun, di balik hangatnya suasana itu, ada satu pertanyaan yang susah hilang dari kepala “Apakah program ini bakal konsisten atau cuma sebentar macam buih iklan yang cepat hilang?”.

Karena kita sudah terlalu sering disuguhi program yang heboh di awal, lalu hilang ditelan angin. Kayak gebetan yang bilang “kita ngobrol besok ya”, besoknya malah hilang dari peredaran. Program gizi bukan boleh begitu. Ini soal masa depan anak-anak, bukan konten feed Instagram.

Oleh karena itu, kunjungan Wamen ini sebenernya bukan sekadar cek-cek stok, tapi tes kejujuran. Tes apakah program ini betul sampai ke warga, tidak nyangkut di tengah jalan, dan tidak berubah jadi sekadar proyek tahunan tanpa napas jangka panjang.

Maka di sinilah pemerintah daerah mesti tahan banting, jangan cuma semangat pas ada kunjungan pejabat pusat, lalu kendur kayak sandal jepit putus setelah acara selesai.

Wamen bilang, distribusi dan pengecekan gizi di Sumsel sudah berjalan baik. Tentu kita senang mendengarnya. Tapi tetap, masyarakat butuh kepastian bahwa baik itu akan jadi lebih baik dan tidak turun jadi lumayanlah asal jalan.

Harapan Presiden Prabowo agar anak Indonesia tumbuh kuat bukan bisa dicapai dengan program yang setengah kompor. Oleh sebab itu, perlu kepastian bahwa MBG ini hadir terus, tepat sasaran, dan diawasi bukan cuma hari ini, tapi setahun, dua tahun, lima tahun ke depan.

Saatnya bicara soal hal yang jarang disebut efektivitas distribusi. Kalau pejabat datang, semua sumringah, itu biasa. Tapi bagaimana hari-hari ketika kamera sudah disimpan dan rombongan kendaraan dinas sudah pulang?.

Apakah data penerima diperbarui? Apakah bantuan jatuh ke tangan yang memang butuh? Apakah ada evaluasi yang jujur? bukan untuk menjatuhkan. Justru untuk mengingatkan, program gizi bukan soal bagi-bagi makanan ini soal membangun generasi.

Dan ya, generasi itu mulai dari dapur rumah warga. Kalau dapurnya hangus karena minyak goreng mahal, ya tamatlah visi Generasi Emas.

Kalau ibunya stress karena bantuan tak pasti, bagaimana mau menyusui dengan tenang? Jadi pemerintah mesti hadir dengan cara yang lebih konsisten, terukur, dan adaptif terhadap masalah lapangan. Jangan repot pas akhir tahun saja karena mengejar laporan kegiatan.

Momentum kunjungan ini sebenarnya bagus menghidupkan harapan bahwa pemerintah masih mau turun ke bawah, menatap mata warga, dan memastikan program berjalan. Tapi harapan itu perlu dipupuk dengan tindakan nyata.

Sentuhan manusiawi

Apalagi menyangkut gizi anak. Kita tidak boleh bercanda. Anak-anak bukan bisa menunggu rapat koordinasi. Stunting bukan bisa ditunda sampai selesai acara peresmian.

Yang membuat kunjungan ini menarik adalah satu hal sentuhan manusiawinya. Pejabat mengetuk pintu, ngobrol, melihat langsung. Ini bentuk keseriusan yang jarang muncul.

Andai boleh kasih saran ala manusia biasa, kunjungan semacam ini harus lebih sering dilakukan diam-diam tanpa pemberitahuan besar-besaran. Karena yang paling jujur adalah realita tanpa persiapan.

Tajuk ini juga ingin menyampaikan pesan moral sederhana jangan sampai program MBG jadi ajang serah-terima foto antara pejabat. Jadikan ini kerja panjang lintas waktu, lintas jabatan. Karena gizi anak tidak kenal pergantian pejabat.

Kunjungan Wamen dan Sekda ini ibarat mengetuk pintu harapan. Tapi tugas memastikan harapan itu jadi kenyataan tidak berhenti di palu ketukan pintu itu.

Ada PR besar perbaikan data, konsistensi distribusi, edukasi gizi yang berkelanjutan, dan pengawasan yang transparan. Jika semua itu dilakukan, barulah kita bisa berharap generasi Sumsel tumbuh kuat bukan cuma kuat menghadapi harga cabe, tapi kuat menghadapi masa depan.

Program MBG adalah langkah baik. Tapi langkah baik yang tidak dilanjutkan hanya akan jadi jejak samar di lumpur. Mari berharap (dan menagih) agar pemerintah terus menjaga ritme, serius dalam kerja, dan tidak lupa bahwa anak-anak hari ini adalah pemimpin yang kelak menilai apa yang kita lakukan.

Dan ingat, kalau sudah soal gizi, jangan main-main. Karena masa depan bangsa tidak lahir dari perut kosong.[***]

Terpopuler

To Top