RABU pagi kemarin di SD Negeri 238 Palembang terasa berbeda. Aroma ayam, wortel, dan bayam bergizi sudah menguar sebelum bel sekolah berbunyi.
“Eh… bau ayam ini bikin perut keroncongan duluan nih,”gumam Aldi, siswa kelas 4 sambil menepuk-nepuk perutnya.
Di kantin, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono BEng MM MBA, tersenyum melihat anak-anak antre untuk menu Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Lihat tuh, Bu Guru, dulu dia nggak mau sentuh sayur, sekarang berebut brokoli sama temannya!” kata Rina sambil menunjuk Teman sekelasnya yang sedang adu cepat mengambil wortel.
Sudaryono tertawa. “Nah, ini perubahan positif. Kalau teman bisa bikin kamu suka sayur, artinya teman itu lebih manjur daripada bumbu dapur yang terasa sedap!”
Di sudut lain, Andi yang terkenal pemilih makanan, menatap piringnya was-was. “Bayam… kayaknya buat jimat biar naik kelas,” gumamnya. Tapi setelah dicicipi, ia menambah lagi. “Waduh…, enak juga! Ternyata sayur itu teman perut, bukan musuh”.
Pepatah lama bilang “Air tenang menghanyutkan”. Perlahan, kebiasaan kecil makan sayur bisa membawa perubahan besar. Program MBG membuktikan, anak yang dulu anti sayur kini belajar makan bergizi dengan riang.
Program MBG bukan cuma soal anak-anak. Dari sisi ekonomi, ini seperti angin segar bagi pelaku usaha lokal. Ayam, sayur, dan bahan makanan didatangkan dari peternak, petani, dan UMKM sekitar Palembang.
Pak Tono, peternak lokal, cerita sambil menepuk bahunya sendiri
“Dulu ayam saya cuma di kandang, sekarang keliling kantin. Omzet naik, karyawan senang. Ini baru namanya gizi berputar: perut anak kenyang, ekonomi ikut kenyang”
Sudaryono menambahkan, “Kalau anak-anak senang, ibu-ibu di dapur gembira, petani tersenyum, itu namanya domino effect positif. Semua pihak diuntungkan, seperti pepatah “Memberi manfaat itu ibarat menanam pohon, rindangnya dinikmati banyak orang”
Tidak selalu serius, bro…. Ada insiden lucu yang bikin guru-guru ngakak.
“Aduh, tadi Fajar sempat menukar brokolinya dengan teman karena pikir brokoli itu rahasia superpower “, cerita Bu Lina sambil tertawa. Anak-anak lain ikut menukar sayur, seperti main trading card!
Selain tawa, Sudaryono menekankan edukasi ini agar anak-anak harus menjaga kebersihan, memastikan makanan layak konsumsi, dan melapor bila ada yang janggal.
“Bayangkan, anak-anak, kalau makanan tidak bersih, perut bisa rewel. Sama seperti main mobil-mobilan, kalau bannya kempes, mobil nggak jalan. Jadi cuci tangan dan lapor guru kalau ada masalah”.
Walikota Palembang, H Ratu Dewa, menambahkan “MBG bukan cuma anak sehat, tapi generasi cerdas dan berdaya saing. Kalau anak-anak gizi baik, belajar maksimal. Ekonomi masyarakat ikut bergerak. Sinergi yang cakep, bro!”.
Hari itu, anak-anak yang dulu sembunyi-sembunyi sayur, kini berebut wortel, brokoli, dan bayam dengan ekspresi seperti pahlawan menemukan harta karun.
Oleh karena itu, perubahan kecil, seperti makan sayur setiap hari, bisa berdampak besar. Dari gizi anak hingga ekonomi lokal, semua pihak mendapat manfaat. Kadang hal sederhana, makan bergizi atau membeli ayam lokal bisa bikin rantai kebaikan berputar.
Di akhir kunjungan, Sudaryono tersenyum sambil melihat anak-anak mencicipi makanan bergizi “Ingat, anak-anak, makanan sehat itu teman belajar, teman tumbuh, dan teman bahagia. Otak cerdas, perut senang, hati riang!”.
Dari brokoli, wortel, dan ayam rebus, tercipta bukan hanya anak-anak lebih sehat, tapi juga cerita lucu yang bikin orang tua tertawa ngakak, guru senang, dan ekonomi lokal tersenyum.
Kata pepatah “Bukan besar kecilnya yang penting, tapi manfaat yang dirasakan semua pihak”. MBG di SDN 238 Palembang membuktikan pepatah itu, lengkap dengan tawa, sayur, dan pelajaran hidup yang manis, seperti es krim vanila di hari panas.[***]