KAMBANG Iwak, Palembang belum lama ini berubah menjadi pelangi hidup. Bukan karena hujan atau pelangi sungguhan, tapi ribuan anak PAUD dan TK dari 18 kecamatan se-Kota Palembang memadati kawasan ini dengan tawa riang dan busana adat berwarna-warni. Dari Sabang sampai Merauke, semua budaya Indonesia seakan menari bersama di bawah langit Palembang.
Acara Gebyar PAUD, Pentas Seni, dan Karnaval Pakaian Nusantara ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi semacam “panggung cermin” bagi generasi penerus bangsa. Seperti pepatah Minangkabau, “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, yang menekankan bahwa adat dan budi pekerti harus bersatu, karnaval ini menanamkan nilai budaya sekaligus karakter pada anak-anak sejak dini.
Bunda PAUD Kota Palembang, Dewi Sastrani Ratu Dewa, membuka acara dengan senyum hangat. Ia menyaksikan anak-anak berlenggak-lenggok dengan busana adat dari berbagai daerah, ada baju Batik dari Jawa, Songket dari Sumatera, hingga Tapis Lampung yang gemerlap. “Alhamdulillah kegiatan berjalan lancar. Anak-anak begitu antusias menampilkan kreasi mereka dengan pakaian adat dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya. Dewi menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar hiburan, melainkan media pembelajaran budaya.
Dari sisi lain, karnaval ini bisa dianalogikan seperti menanam benih di taman yang subur. Anak-anak PAUD adalah benih, orang tua dan guru adalah air dan sinar matahari. Dengan stimulasi budaya sejak dini, benih-benih ini akan tumbuh menjadi pohon generasi yang kuat, cerdas, dan berakar pada nilai-nilai bangsa. Tanpa fondasi ini, bisa jadi kelak anak-anak hanya akan mengenal budaya lewat layar gadget, bukan melalui pengalaman nyata yang menumbuhkan kecintaan mereka pada tanah air.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Ir. H. M. Affan Prapanca, MT., IP, menambahkan, “Melalui kegiatan seperti ini, kita membangun karakter anak sekaligus menanamkan nilai-nilai budaya dan kebersamaan sejak dini. Insya Allah, Gebyar PAUD ini akan menjadi agenda tahunan di Palembang”.
Lebih dari seribu anak ikut serta, tapi semangat mereka seakan tak terhitung jumlahnya. Tepuk tangan dan sorak sorai orang tua membuat suasana kian meriah, bak laut kecil penuh gelombang kegembiraan.
Namun, jika menilik lebih dalam, karnaval semacam ini bukan sekadar soal pakaian cantik atau lagu-lagu daerah yang mengalun manis. Ada pesan moral yang terselip bahwa keberagaman bukan sesuatu yang menakutkan atau memecah belah, melainkan kekayaan yang harus dirayakan. Di era globalisasi, ketika pengaruh budaya asing mudah menembus batas, menanamkan kecintaan pada budaya sendiri sejak dini menjadi benteng sekaligus identitas.
Melihat anak-anak PAUD menari dengan penuh percaya diri, seolah dunia kecil mereka memberi pelajaran besar bagi orang dewasa, kebahagiaan bisa muncul dari sederhana, kreativitas bisa lahir dari batasan, dan persatuan bisa terwujud lewat perbedaan. Seperti pepatah lama, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, karnaval ini adalah refleksi mini dari semboyan itu, yang dikemas dengan tawa dan warna.
Bahkan tak kalah menarik, kegiatan ini juga memberi peluang bagi anak-anak untuk belajar empati dan kerjasama. Dalam barisan parade, anak-anak harus saling menjaga ritme, saling mendukung agar tidak tersandung, dan belajar menghargai teman yang berbeda pakaian dan budaya. Nilai ini tidak akan mereka dapatkan hanya dari buku atau layar digital, melainkan dari pengalaman langsung yang menempel di memori mereka.
Gebyar PAUD di Palembang membuktikan bahwa pendidikan bisa menyenangkan, budaya bisa dekat dengan anak, dan karakter bisa dibentuk melalui seni dan permainan. Ini adalah pelajaran penting bagi semua pihak, bahwa membentuk generasi unggul bukan hanya tentang akademik, tapi juga tentang hati, rasa, dan identitas.
Oleh sebab itu, karnaval anak PAUD ini lebih dari sekadar parade busana. Ia adalah laboratorium mini bagi pembentukan karakter, cinta budaya, dan rasa kebersamaan. Bagi orang tua dan masyarakat, momen ini menjadi pengingat bahwa menanamkan nilai sejak dini sama pentingnya dengan memberi makanan bagi tubuh karena hati yang kaya budaya akan menumbuhkan generasi yang tangguh dan bermartabat.
Seperti warna-warni baju adat yang memukau mata, pengalaman ini meninggalkan jejak di hati, bahwa Indonesia tidak hanya kaya alam, tapi juga kaya jiwa. Dan anak-anak yang hari ini menari di Kambang Iwak, suatu hari nanti bisa menari di panggung dunia, membawa pesan perdamaian, keberagaman, dan kebanggaan akan nusantara.[***]