DARI bawah tebing yang tingginya puluhan meter mungkin terlihat kecil, begitu pula sampai puncak, kelihat ke bawah tambah kecil, Kabupaten Muba akhirnya berkibar lagi, sebesar bendera kemenangan.
Di ajang PORPROV XV Sumatera Selatan, cabang olahraga Panjat Tebing, Muba kembali membuktikan diri sebagai mesin penghasil emas sekaligus mesin penguras tenaga lawan.
Coba, jika misalnya lomba ini disandingkan dengan dunia perang, maka atlet Muba adalah pasukan elit yang tak kenal ampun. Mereka datang, manjat, menang, pulang, hehehe.., dengan tas penuh medali dan senyum lebar yang bikin lawan tersungkur, bukan karena jatuh, tapi karena patah semangat.
“Alhamdulillah, tradisi juara umum bisa kita pertahankan,” ucap Dr. Iskandar Syahrianto, MH, Ketua FPTI Muba, dengan wajah yang lebih bersinar dari medali emas itu sendiri.
Tak tanggung-tanggung, tim Panjat Tebing Muba mengantongi 10 medali emas, 4 perak, dan 2 perunggu. Kalau medali itu dijajarkan, bisa dijadikan kalung panjang buat satu regu dan bikin iri atlet daerah lain.
Di bawahnya, Kota Palembang mencoba mengejar dengan 6 emas, 9 perak, dan 6 perunggu, tapi apa daya, kaki mereka terpeleset di dinding prestasi Muba yang licin karena keringat juara.
Sementara Pagaralam juga menduduki posisi ketiga dengan 2 emas, 5 perak, dan 8 perunggu, cuma bisa menatap tebing kemenangan Muba dari kejauhan, padahal Pagar Alam punya Gunung Dempo tempat latih atletnya.hehehe, tapi bisa disalip Muba, sambil bertanya dalam hati, “Mereka ini makan apa, kok kuat banget manjatnya?”, resepnya jauh beli dari Jepang..!!.
Pelatih Laus Martidi mengaku bangga, saking senangnya ia berucap, para atlet bukan cuma kuat tangan, tapi juga kuat hati. Nah, kalo nyebut-nyebut hati berarti tekad udah bulat seperti tahu bulat..
“Latihan kami bukan sekadar fisik, tapi juga latihan menenangkan diri. Karena di atas tebing, satu detik panik bisa bikin semua buyar,” ujarnya.
Panjat tebing, kalau dipikir-pikir, memang olahraga yang menguji iman, coba bayangkan, tubuh menggantung puluhan meter di udara, cuma dipegang seutas tali dan rasa percaya diri.
Kalau yang manjat orang biasa, mungkin baru naik setengah udah minta turun sambil janji tobat. Tapi atlet Muba beda. Mereka naik dengan kepala tegak, kayak lagi bilang ke dunia, “Ketinggian bukan penghalang, tapi tantangan”.
Bupati HM Toha Tohet, SH, tak ketinggalan memberikan apresiasinya. “Selamat kepada atlet Panjat Tebing Muba, terima kasih sudah bertanding sportif dan menjaga nama baik daerah,” ujarnya penuh bangga.
Apalagi Toha tahu betul, olahraga ini bukan cuma urusan medali, tapi juga gengsi daerah. Di setiap PORPROV, Muba selalu jadi momok buat lawan.
Kayak pepatah bilang, “Kalau sudah terbiasa di puncak, jangan heran kalau orang lain susah nyusul”.
Oleh karena itu, Muba ibarat gunung tinggi, tenang, tapi selalu bikin orang kagum.
Jadi sebenarnya olahraga panjat tebing itu memang unik sebab bisa jadi cermin kehidupan. Kita semua sebenarnya sedang manjat versi kita masing-masing: ada yang manjat karier, ada yang manjat tangga rumah tangga, ada juga yang manjat ekspektasi orang tua. Bedanya, atlet Muba ini beneran manjat tebing dan beneran sampai puncak.
Filosofinya sederhana “Kalau kamu takut jatuh, kamu nggak akan pernah naik”. Dan itu yang membedakan mereka, setiap lecet di tangan, setiap gores di lutut, adalah bukti perjuangan, bukan alasan untuk menyerah. Mereka tahu, tebing setinggi apa pun akhirnya tunduk juga pada keberanian.
Sebab itu, jangan dikira suasana di arena panjat tebing itu tegang semua. Kadang juga ada momen kocak. Ada atlet yang salah dengar aba-aba pelatih, harusnya Gas!, malah dikira Lepas!, ya… langsung melayang dengan gaya spiderman gagal audisi. Tapi dari situ justru tumbuh solidaritas, tawa, dan semangat baru.
Ada keyakinan
Karena pahlawan sejati bukan yang nggak pernah jatuh, tapi yang jatuhnya bergaya. Dan anak-anak Muba ini jatuh pun keren, apalagi kalau menang.
Kalau ditanya apa rahasianya Muba bisa terus di puncak, mungkin jawabannya bukan sekadar latihan. Ada DNA juara yang sudah tertanam, perpaduan antara kerja keras, kebersamaan, dan rasa cinta pada daerah.
Mereka bukan manjat buat nama pribadi, tapi buat ngebawa harum nama Muba di puncak prestasi.
Inilah yang bikin lawan susah menandingi. Karena orang yang bertanding dengan hati, akan selalu menang bahkan sebelum peluit dibunyikan.
Kalau kita pahami bahwa panjat tebing itu ngajarin kita satu hal penting, yakni taklukkan ketakutanmu dulu, baru tebingnya menyusul.
Kadang dalam hidup, yang paling bikin berat bukan bebannya, tapi bayangan ketakutannya. Tapi seperti atlet Muba, kalau berani mulai langkah pertama, ujungnya pasti bisa juga sampai puncak.
Mereka bukan cuma atlet, mereka juga bisa dikatakan sebagai filosofi hidup yang bergerak, karena di balik setiap tali pengaman, ada keyakinan bahwa “semakin tinggi kamu naik, semakin luas dunia yang kamu lihat”
Dengan torehan 10 emas, 4 perak, dan 2 perunggu, Muba sekali lagi membuktikan diri di cabang Panjat Tebing, mereka bukan sekadar juara, mereka legenda hidup. Dari bawah tebing hingga podium tertinggi, semangat mereka nggak pernah kendur.
Kalau pepatah lama bilang, air mengalir ke laut, maka di dunia olahraga Sumsel, pepatahnya ganti jadi “Setiap medali emas, ujung-ujungnya ke Muba juga!”.[****]