Otomotif

M. Badly Ayatullah, Gagal Start tapi Tak Pernah Berhenti Gas

Foto :astra-honda.com

SEPANJANG panas, bukan cuma aspalnya, tapi juga hati M. Badly Ayatullah, pebalap muda Astra Honda yang harus menonton dari pinggir lintasan Idemitsu Asia Talent Cup 2025.
Bukan karena malas, bukan karena kalah. Tapi karena cedera, ironisnya, tulang boleh retak, tapi semangatnya malah tambah getar.

“Badly, kau nggak turun?” tanya Davino Britani, sambil menepuk bahu temannya di paddock.
Badly senyum. Senyum itu tipis, tapi jelas-jelas berat.
“Turun juga percuma, Vin, kaki belum kuat nendang motor, tapi tenang, aku tetap ngegas dari sini, lewat doa”

Semua tertawa. Tapi tawa itu aneh, antara geli dan kagum. Soalnya cuma Badly yang bisa nyelipin humor di antara sakit dan sedih.

Di dunia balap, cedera itu bukan berita, tapi cara Badly menyikapinya, nah, itu baru cerita.
Dia cedera pas sesi kualifikasi di Mandalika. Jatuhnya gaya MotoGP, tapi sakitnya gaya rakyat jelata, yaitu perih, mahal, dan susah tidur.
Dokter bilang butuh waktu buat pulih. Tapi jiwa balapnya kayak motor dua tak,  kalau diem, malah ngebul sendiri.

Makanya, waktu rekan-rekannya siap tempur ke Sepang, Badly tetap ikut ke Malaysia.
Bukan buat liburan. Tapi buat nyemangatin, bantu tim, dan kadang jadi “konsultan nggak resmi” di paddock. “Davino, hati-hati di tikungan 9. Aspalnya licin kayak janji mantan,” katanya sambil ketawa.

Semua orang di paddock kenal Badly bukan cuma karena kecepatan di lintasan, tapi karena sense of humor-nya yang bisa bikin mekanik ngopi sambil ngakak di tengah tekanan balapan Asia.

Di pinggir lintasan, Badly belajar sesuatu yang jarang disadari pebalap muda bahwa kadang yang tercepat bukan yang paling duluan nyentuh garis finish, tapi yang paling sabar menunggu kesempatan berikutnya.

Dia tahu, kecepatan bisa dilatih, tapi keteguhan cuma bisa diuji lewat kehilangan. “Kalau cuma ngebut sih gampang, tapi nahan diri buat nggak ngebut, itu yang susah,” ujarnya pelan.

Ada kedewasaan yang nggak bisa dia dapet dari akselerasi motor, tapi justru dari jeda. Dari momen di mana dia harus duduk diam, sementara teman-temannya melesat di sirkuit Sepang.

Di situlah filosofi balap itu terasa yaitu, setiap pebalap butuh pit stop dalam hidupnya, dan bukan buat menyerah, tapi buat isi ulang tenaga dan ngerapiin arah.

Walau satu pebalap absen, tim Astra Honda tetap solid.
Nelson Cairoli Ardheniansyah, Alvaro Mahendra, Davino Britani, dan wildcard Bintang Pranata Sukma jadi ujung tombak di Sepang.
Tapi di paddock, semangat mereka nggak lepas dari teriakan Badly. “Ayo gaspol!, jangan kasih kendor, bro!, kalau podium, kopi aku yang bayar!”

Kopi yang dimaksud mungkin cuma sachet-an, tapi niatnya tulus.
Badly tahu, energi tim bukan cuma datang dari mesin motor, tapi dari kebersamaan.
Dari tawa, candaan, dan semangat yang gak mau kalah sama panasnya Sepang.

Buat banyak orang, nonton balapan mungkin cuma hiburan. Tapi buat anak-anak Astra Honda ini, tiap putaran itu seperti bab dalam buku perjuangan mereka.
Mereka belum selevel Rossi, tapi mereka punya sesuatu yang lebih penting ketulusan dalam belajar jatuh dan bangkit.

Badly jadi contoh nyata. Meski kaki belum bisa nendang starter, semangatnya tetap nyala.
Di saat banyak orang sibuk ngejar kecepatan, dia justru belajar arti “melambat dengan makna.”

Kalau dipikir serius (sedikit aja), semangat seperti Badly ini sebenarnya mencerminkan DNA balap Indonesia.
Kita ini bangsa yang nggak pernah benar-benar berhenti, walau sering “nyungsep” di tikungan hidup.
Kadang jatuh, kadang sakit, tapi tetap cari cara buat ngebut lagi.

Dan Astra Honda sadar betul, pembinaan pebalap muda bukan cuma soal podium, tapi soal membentuk karakter yang tahan banting  mental baja ringan yang lentur tapi nggak gampang patah.

Badly mungkin nggak start di Sepang. Tapi di hati rekan-rekannya, dia tetap starter utama.
Dia mengajarkan satu hal penting bahwa kecepatan bukan cuma soal throttle, tapi soal niat yang nggak mau berhenti.

Kadang hidup memang kayak balapan, kita pengen ngebut, tapi semesta nyuruh masuk pit stop dulu.
Dan kalau udah begitu, jangan ngeluh. Nikmati aja kopinya, betulin mental, dan siap ngegas lagi begitu lampu hijau nyala.

Karena kayak kata Badly sebelum race dimulai “Aku mungkin nggak di lintasan, tapi semangatku tetap di garis start”

Oleh karena itu,  begitulah, dari balik pit dan tawa, M. Badly Ayatullah membuktikan satu hal gagal start itu biasa, tapi berhenti gas, itu yang nggak pernah ada di kamusnya.[***]

Terpopuler

To Top