Pendidikan

Bunda PAUD & Seragam Baru, Antara Seremoni & Janji Ubah Dunia Anak

ist

KALAU dengar kata pengukuhan, banyak orang langsung terbayang suasana sakral, yakni panggung rapi, senyum seragam, dan tepuk tangan berirama. Namun di Palembang, kemarin suasananya agak berbeda, bukan cuma sakral, tapi juga… rame dan gemas. Soalnya yang dikukuhkan bukan sembarang pejabat, tapi para Bunda PAUD, sosok yang tugasnya mirip malaikat berseragam batik yang membentuk masa depan anak-anak lewat dunia kecil penuh warna.

Ketua TP PKK Kota Palembang, Dewi Sastrani, jadi salah satu yang resmi dilantik sebagai Bunda PAUD Kota Palembang oleh Febrita Lustia Herman Deru, Bunda PAUD Provinsi Sumsel. Acara di Griya Agung itu terasa seperti reuni besar emak-emak bersemangat yang siap mengibarkan panji Sumsel Cerdas Sejak Dini.

Tapi, di balik gemerlap seremoni, ada satu pertanyaan yang (mungkin) jarang terucap ialah setelah dikukuhkan, apa yang sebenarnya akan berubah di lapangan?.

Gubernur Sumsel, Herman Deru, bilang kalau Bunda PAUD itu figur inspiratif, jembatan antara pemerintah dan masyarakat, Betul, tapi jujur saja, di lapangan kadang jembatan ini sering cuma jadi plang nama cantik dilihat, tapi jarang dilintasi.

Nah, di sinilah pentingnya mengubah seremoni jadi gerakan. Soalnya PAUD itu bukan cuma soal bangun gedung warna-warni, tapi juga tentang membangun kesadaran orang tua bahwa pendidikan anak dimulai dari rumah, bukan dari gedung.

Bayangkan saja, anak usia 3 tahun itu seperti spons baru keluar dari pabrik, cepat menyerap, tapi juga mudah kering kalau tidak dirawat.
Kalau Bunda PAUD sukses menggerakkan ibu-ibu lain untuk lebih peduli, maka satu langkah kecil itu bisa jadi tsunami perubahan di kemudian hari.

Pepatah ini bukan ajakan lomba lari, tapi sindiran halus bahwa anak-anak belajar dari contoh, bukan ceramah, jadi kalau para Bunda PAUD ini mau menanamkan nilai, ya harus dimulai dari teladan, mulai dari senyum ke anak-anak tetangga, sampai cara bicara ke petugas sekolah.

Kalau Bunda PAUDnya galak tapi kampanye soal anak bahagia, ya gagal branding.. Bu, sebab pendidikan usia dini itu bukan soal hafalan alfabet, tapi tentang bagaimana anak merasa dicintai saat belajar.

Dalam pidatonya, Dewi Sastrani bilang akan memperluas akses dan meningkatkan mutu PAUD, visi yang cantik, tapi tantangannya besar.
Masih banyak PAUD di Palembang yang ruangannya mirip garasi motor, alat peraga seadanya, dan guru yang digaji dengan niat baik.

Kalau mau PAUD berkualitas, Bunda PAUD harus jadi manajer inspirasi, bukan hanya penyemangat di panggung.
Butuh koordinasi dengan dinas, kolaborasi dengan perusahaan (CSR), dan juga edukasi ke masyarakat bahwa PAUD itu bukan penitipan anak gratisan.

Karena sering kali, masyarakat masih berpikir “ah, yang penting anak aman, nggak lari ke jalan”

Padahal esensi PAUD adalah “Bagaimana anak belajar mengenal dunia dengan cara yang menyenangkan”

Kata pepatah lagi, “Kalau tak pandai menanam padi, jangan salahkan sawah yang gersang”.

Artinya, kalau hasil PAUD belum maksimal, jangan buru-buru menyalahkan guru, anak, atau orang tua, lihat dulu sistemnya, apakah dukungan dari pemerintah sudah menyeluruh?, apakah pelatihan guru cukup?, apakah masyarakat paham pentingnya 1000 hari pertama kehidupan?

Inilah saatnya Bunda PAUD memegang cangkul metaforis: menggemburkan tanah sosial supaya benih pendidikan bisa tumbuh.
Bukan pekerjaan semalam, tapi kalau dilakukan konsisten, hasilnya bisa bikin bangga se-provinsi.

Sebetulnya, pelantikan ini bisa jadi momentum bagus, selama ini, banyak kegiatan PAUD yang berhenti di tataran acara lomba mewarnai, seminar parenting, atau foto bareng anak-anak lucu pakai topi kertas. Itu bagus untuk Instagram, tapi tidak cukup untuk perubahan sistemik. Yang dibutuhkan sekarang adalah gerakan kecil tapi konsisten.

Misalnya program kunjungan rumah oleh Bunda PAUD ke keluarga yang anaknya belum masuk PAUD. Edukasi tentang gizi dan kebiasaan belajar lewat posyandu. Kolaborasi dengan tokoh agama agar pesan pendidikan dini masuk juga di khutbah atau pengajian, karena kunci sukses PAUD itu bukan hanya di ruang kelas, tapi di dapur dan ruang tamu rumah tangga.

Kalau mau jujur, dunia PAUD itu adalah fondasi bangsa, anak usia dini hari ini adalah pemimpin yang akan menandatangani kebijakan 30 tahun lagi. Kalau hari ini mereka tidak dibimbing dengan kasih dan kecerdasan, besok kita akan memanen kebingungan kolektif, dan banyak yang pintar menghitung tapi lupa caranya berempati.

Peran Bunda PAUD sebenarnya di sini seperti rem tangan sosial, memastikan roda pendidikan tidak meluncur ke jurang ketimpangan.
Jangan sampai bunda, cuma jadi gelar manis di papan nama, tapi tak bergaung di ruang kelas dan halaman rumah.

Acara pengukuhan Bunda PAUD di Palembang seharusnya jadi simbol bukan sekadar resmi menjabat, tapi resmi berbuat, seragam boleh sama, tapi dampaknya harus terasa, karena pada akhirnya, ukuran sukses bukan dari berapa banyak yang dilantik, tapi berapa banyak anak yang tersenyum bahagia saat belajar.

Seperti kata pepatah lama yang entah siapa penciptanya tapi selalu benar “Pendidikan itu bukan menyiapkan anak menghadapi dunia, tapi menyiapkan dunia untuk menerima anak”.

Dan kalau semua Bunda PAUD di Sumsel memegang prinsip itu, mungkin nanti kita tak hanya punya provinsi yang cerdas sejak dinitapi juga lebih lucu, lebih hangat, dan lebih manusiawi.[***]

Terpopuler

To Top