Properti

Wajo Tunjukkan Strategi Perumahan Berkelanjutan 2025

RUMAH itu ibarat tanaman, maka kawasan kumuh adalah tanah yang kering dan berdebu, tapi dengan pupuk yang tepat, air yang cukup, dan tangan yang rajin merawat, tanaman itu bisa tumbuh subur, harum, dan memberi buah. Begitulah yang terjadi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, di mana program perumahan layak huni dan revitalisasi permukiman kumuh tidak sekadar “menata rumah”, tapi juga menumbuhkan ekonomi, produktivitas, dan kualitas hidup warganya. Dengan alokasi anggaran yang cukup besar, sekitar 45.000 unit BSPS secara nasional dan porsi signifikan untuk Wajo, kabupaten ini menjadi laboratorium nyata strategi pemerintah menekan permukiman kumuh secara sistematis.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, bersama jajaran DPR RI, SMF, PNM, dan pemerintah kabupaten, meninjau langsung kawasan Wiring Tappareng.

Tujuan mereka jelas, memastikan setiap rupiah yang dikucurkan menghasilkan perubahan nyata. “Sebelum negara hadir, dan sesudah negara hadir,” kata Menteri Ara, menekankan perbedaan mencolok yang bisa dirasakan warga. Dan memang, hasilnya bukan sekadar cat baru di tembok atau atap genteng diganti, tetapi rumah-rumah yang dulu rapuh kini memberi perlindungan, kenyamanan, dan bahkan peluang ekonomi baru bagi penghuninya.

Renovasi rumah bukan hanya soal memperbaiki dinding yang retak atau atap bocor. Di Wajo, setiap rumah yang direnovasi lewat BSPS dan CSR SMF membawa efek domino ekonomi. Tukang bangunan lokal mendapat pekerjaan, pedagang material bangunan meningkat omzetnya, dan warga yang dulu tinggal di rumah tidak layak kini memiliki aset yang nilainya meningkat.

Pepatah lama mengatakan, “Rumahku adalah istanaku”, dan di sini, rumah layak huni benar-benar menjadi istana kecil yang menumbuhkan semangat kerja dan produktivitas.

Misalnya, seorang ibu rumah tangga yang dulunya harus menempuh jarak jauh untuk mandi karena fasilitas sanitasi buruk, kini bisa lebih sehat dan hemat waktu.

Anak-anak pun bisa belajar dengan nyaman di rumah yang lebih aman, sehingga kualitas sumber daya manusia Wajo ikut terdongkrak. Properti layak huni, dalam konteks ini, berperan sebagai investasi sosial, bukan hanya meningkatkan kualitas hidup individu, tapi juga memberi nilai tambah bagi ekonomi lokal.

Apa yang membuat Wajo berbeda dari kabupaten lain? Data menunjukkan bahwa dari total 45.000 unit BSPS di Indonesia, Wajo mendapatkan porsi signifikan. Ini bukan kebetulan. Pemerintah tampak memilih Wajo sebagai pilot project karena tingkat kebutuhan tinggi sekaligus kesiapan lokal untuk kolaborasi antara pemerintah dan CSR.

Dalam konteks urban planning, strategi ini menarik Wajo menjadi studi kasus bagaimana perencanaan kawasan kumuh secara sistematis bisa membawa perubahan besar.

Setiap rumah direnovasi, setiap sanitasi dibenahi, dan setiap kawasan ditata, bukan hanya mempercantik pemandangan, tapi menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan layak huni. Model ini bisa direplikasi di kabupaten lain bukan sekadar menyalurkan anggaran, tapi membangun blueprint revitalisasi yang bisa ditiru di seluruh Indonesia.

Revitalisasi permukiman di Wajo juga menekankan pentingnya keterlibatan warga dan pemangku kepentingan lokal. Dari Bupati Andi Rosman hingga Kepala Balai BP3KP Sulawesi III, semua bekerja sama memastikan program tepat sasaran. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras, menegaskan pentingnya kontinuitas program agar jumlah penerima manfaat terus bertambah.

Kunci suksesnya terletak pada keseimbangan antara program pemerintah (BSPS, APBN, APBD) dan kolaborasi CSR. Ini seperti pepatah, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Kolaborasi semacam ini tidak hanya mempercepat proses pembangunan, tapi juga menanamkan rasa memiliki dan tanggung jawab di masyarakat.

Dari Wajo kita belajar bahwa properti bukan sekadar komoditas yang dijual-beli. Rumah yang layak huni bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi, peningkat kualitas hidup, dan pemantik produktivitas masyarakat. Renovasi rumah, perbaikan sanitasi, dan penataan kawasan ketiganya adalah investasi jangka panjang yang memberi dampak nyata, baik secara sosial maupun ekonomi.

Kawasan kumuh yang dulu tampak seperti “tanah tandus” kini mulai bersemi. Anak-anak bermain di halaman yang aman, ibu rumah tangga bekerja lebih produktif, dan ekonomi lokal bergerak lebih cepat. Wajo menjadi contoh nyata bahwa pembangunan properti yang terencana dengan baik bisa menimbulkan efek domino positif.

Wajo membuktikan bahwa strategi perumahan berkelanjutan tidak melulu soal angka unit rumah direnovasi atau jumlah anggaran. Lebih dari itu, ini soal perencanaan kota, pemberdayaan ekonomi lokal, dan membangun kualitas hidup masyarakat. Dengan model kolaborasi pemerintah dan CSR, Wajo menunjukkan arah baru dalam urban planning di Indonesia: pembangunan properti yang memberi manfaat nyata bagi warga, sekaligus menjadi blueprint bagi kabupaten lain.

Seperti pepatah, “Air tenang menghanyutkan”. Wajo membuktikan bahwa perubahan yang tampak sederhana rumah direnovasi, sanitasi diperbaiki, kawasan ditata bisa membawa arus transformasi besar bagi masyarakat. Dan di sinilah letak keunikan Wajo bukan sekadar kabupaten dengan program rumah layak huni, tapi laboratorium hidup perumahan berkelanjutan di Indonesia.[***]

Terpopuler

To Top