PAGI yang cerah di Palembang, tepatnya pada Jumat (12/9/2025), suasana TK Nurul Insan di Jalan Sersan Sani mendadak lebih semarak dari biasanya. Bukan karena ada pasar malam, bukan pula karena badut keliling, melainkan karena kedatangan Bunda PAUD Kota Palembang, Dewi Sastrani Ratu Dewa.
Sebelum masuk ke inti kunjungan, mari kita lihat dulu bagaimana anak-anak menyambutnya, dengan suara mungil yang kadang sumbang tapi penuh semangat, mereka melantunkan shalawat Badar. Setelah itu, Dhuha berjamaah, lalu lanjut senam ceria. Nah, di sinilah esensi kunjungan ini terasa, Dewi tidak datang sekadar formalitas, tapi benar-benar menyelipkan pesan hidup sehat sejak dini.
“Bangun pagi, ibadah, olahraga, makan makanan bergizi, jangan jajan sembarangan,” begitu pesannya kepada anak-anak.
Kalau dipikir-pikir, pesan sederhana ini justru relevan sekali di zaman sekarang, di era ketika sarapan anak sering diganti dengan snack instan, minuman manis, atau gorengan depan sekolah yang lebih banyak minyaknya daripada kasih sayang, kampanye gaya hidup sehat terasa mahal nilainya.
Kalimat Dewi tadi sebenarnya bukan sekadar nasihat klise, ia menyentuh inti dari parenting modern, keseimbangan antara IMTAK (iman dan takwa) dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Pendidikan karakter itu bukan hanya soal anak pintar membaca atau berhitung sejak TK, tapi juga membangun kebiasaan sehat dan pola pikir yang baik.
Orang tua kadang terjebak pada target akademik. Anak TK dipaksa bisa baca-tulis-hitung, padahal fondasi paling penting di usia dini adalah karakter, disiplin, dan kesehatan tubuh. Bayangkan, percuma anak jago berhitung kalau tiap pagi dia malah batuk-batuk karena kebanyakan ciki.
Pepatah lama bilang “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.” Di PAUD, pepatah ini bukan sekadar slogan, tapi pondasi pendidikan.
Coba kita tengok kehidupan sehari-hari, seorang ibu di Talang Aman mungkin memilih cepat-cepat beli nasi uduk buat anaknya sebelum sekolah. Praktis, murah, dan bikin kenyang. Tapi, bandingkan dengan gaya parenting di negara lain.
Di Jepang misalnya, anak-anak TK mereka terbiasa membawa bekal bento nasi, ikan panggang, sayuran rebus, plus buah segar. Semua diatur cantik dalam kotak bekal warna-warni. Di Finlandia, sarapan anak-anak biasanya sereal gandum atau oatmeal dengan susu segar.
Nah, kalau di Indonesia? Oatmeal dianggap “makanan orang diet,” sementara gorengan depan sekolah malah jadi snack favorit. Padahal kalau gorengan itu dites di laboratorium, mungkin kadar minyaknya bisa dipakai buat servis motor.
Pesan Bunda Dewi soal “jangan jajan sembarangan” itu seperti satire kecil terhadap budaya kita yang doyan jajan tanpa pikir panjang. Anak-anak kita lebih hafal merek ciki ketimbang nama sayur hijau. Kalau ditanya “siapa Presiden RI?”, mereka bisa jawab dengan mantap. Tapi kalau ditanya “sayuran apa yang kaya vitamin A?”, mereka cuma jawab “Apa itu vitamin?”
Mengacu data UNICEF, hampir 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting atau gizi buruk, karena pola makan yang tidak seimbang. Padahal, usia emas 0–6 tahun adalah fondasi perkembangan otak dan tubuh.
Artinya, pesan Dewi untuk “makan bergizi” bukan basa-basi, tapi strategi jangka panjang untuk mencetak generasi Palembang yang sehat. Kalau anak-anak terbiasa makan bergizi sejak dini, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan global.
Generasi sehat
Sebagai perbandingan, Kota Bandung sudah lama punya program “Sarapan Sehat Bersama” di beberapa sekolah dasar, bekerja sama dengan PKK setempat.
Di Seoul, Korea Selatan, pemerintah bahkan menyediakan makan siang gratis bergizi untuk anak TK dan SD. Jadi, apa yang dilakukan Bunda PAUD Palembang ini sejalan dengan tren dunia menekankan gizi sejak dini.
Pepatah kedua yang cocok di sini “Sedia payung sebelum hujan” membiasakan anak makan bergizi ibarat menyiapkan payung agar mereka tidak “kehujanan penyakit” di masa depan.
Pesan penting lainnya adalah soal kolaborasi, jangan sampai semua dibebankan ke sekolah atau ibu rumah tangga. Ayah pun harus turun tangan. Kalau anak diajari olahraga, jangan cuma disuruh “ayo jogging,” sementara ayahnya sendiri jogging di depan TV pakai remote.
Di sinilah peran komunitas baik PKK, kader posyandu, maupun pemerintah kota menjadi penting. Gizi anak bukan cuma tanggung jawab rumah tangga, tapi juga urusan negara, kalau generasi mudanya sehat, kota ini akan kuat.
Kunjungan Bunda PAUD Dewi Sastrani ke TK Nurul Insan bukan sekadar agenda formal. Ia adalah momentum untuk mengingatkan kita bahwa pendidikan anak usia dini harus seimbang iman, karakter, dan kesehatan.
Membangun generasi emas tidak bisa dengan cara instan. Butuh pola asuh konsisten, makanan bergizi, serta teladan dari orang tua. Kalau anak terbiasa bangun pagi, salat, olahraga, makan sehat, dan tidak jajan sembarangan, maka bukan mustahil Palembang akan melahirkan generasi cerdas yang tangguh menghadapi zaman.
Jangan lupa, seperti kata pepatah tadi dalam tubuh yang sehat, ada jiwa yang kuat, dan jiwa yang kuat itu lahir dari anak-anak yang sejak kecil diajari makan tempe, sayur bayam, bukan ciki dan minuman bersoda.Jadi, dukung pesan sederhana tapi visioner dari Bunda PAUD mulai hari ini, sarapan sehat untuk masa depan cemerlang.[***]