Features

Hidup Itu Kayak Ceret, Panas Dulu, Bermanfaat Kemudian

ist

HALO, kenalin dulu, aku ini ceret, atau ada juga yang manggil teko, jangan salah, walaupun penampilanku sederhana, tugasku di dapur itu besar, aku ibarat bodyguard air panas, setia menampung, memanaskan, lalu menuangkan dengan sabar. Dari dapur kecil sampai kafe fancy, aku selalu ada.

Setiap kali api menyala di bawah perutku, aku rasanya kayak masuk ruang sauna tanpa tiket. Panas, gerah, tapi sabar, karena aku tahu tugas mulia, mengantar air mendidih buat bikin kopi, teh, atau mie instan di jam genting.

Coba pikirkan, kalau nggak ada aku, manusia bakal panik, gimana caranya bikin kopi pagi-pagi buta?, masa iya langsung minum bubuknya? Bisa-bisa gigi jadi kayak ladang pasir.

Aku sering heran, manusia tuh suka anggap remeh aku, padahal kalau dipikir-pikir, aku ini pahlawan tanpa tanda jasa. Aku bukan cuma wadah air panas, tapi juga pengikat silaturahmi. Dari obrolan tetangga yang mampir cuma buat “ngopi bentar,” sampai rapat keluarga yang dibuka dengan kalimat, “Bikin teh dulu, yok.” Nah, di situlah aku berperan.

Bahkan dapur buatku kayak panggung sandiwara, di sanalah aku beraksi. Panci, wajan, kompor, semua jadi kawan mainku. Kadang aku minder sih, soalnya wajan sering dipuji gara-gara bisa bikin telur dadar setengah matang, panci dipuja karena bisa bikin sop hangat. Aku? Cuma dianggap alat remeh, padahal tanpa aku, air cuma dingin kayak hati mantan pas udah move on.

Kalau udah mulai mendidih, suaraku bersiul, itu bukan tanda marah, tapi kode “Halo manusia, air panas sudah siap!”, Kadang aku merasa jadi MC kondangan, yang tugasnya cuma ngumumin giliran orang lain, tapi tetap penting. Bayangin kalau nggak ada MC, tamu bisa bingung,  kalau nggak ada aku, manusia juga linglung.

Banyak yang nggak tahu, jadi ceret itu ada suka-dukanya, pernah sekali, aku dipakai tanpa air, bayangin aja, perutku kosong, tapi aku disuruh duduk di atas kompor yang menyala. Rasanya pedih, kayak di-ghosting pas lagi sayang-sayangnya. Untung aku nggak gampang patah hati, cuma gosong sedikit di pantat, wajar lah namanya juga dapur.

Aku juga sering dengar manusia ngobrol sambil nunggu aku mendidih. Ada yang curhat soal kerjaan, ada yang curhat soal cinta. Pokoknya aku jadi saksi bisu kehidupan mereka. Dari cerita patah hati sampai gosip artis, semuanya mampir ke telingaku. Kadang aku pengin ikutan nimbrung, tapi ya gimana, aku cuma bisa mendesis, “ssstttt…”

Manusia suka bilang, “air mendidih itu tanda matang.” Nah, sama juga kayak hidup, hidup itu nggak akan matang kalau nggak dipanaskan oleh cobaan. Aku ini bukti nyata, kalau air cuma diem di perutku tanpa api, ya dingin terus. Tapi begitu api menyala, air jadi panas, naik, bahkan sampai mendidih. Itulah titik emas, saat air siap berguna.

Pepatah bilang, “Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit”, aku juga begitu, panas nggak datang sekaligus, tapi perlahan. Begitu pula manusia, sabar aja jalani proses, jangan pengin instan, nanti gosong kayak pantatku.

Pepatah lain bilang, “Air beriak tanda tak dalam”, tapi aku nggak gitu, aku mendidih justru tanda aku penuh, jadi kalau kamu lihat orang rame banget tapi kosong isinya, mungkin dia belum belajar sama aku.

Dari semua pengalaman di dapur, aku belajar satu hal, hidup ini bukan soal siapa yang paling panas, tapi siapa yang paling bermanfaat. Air panas yang aku simpan bisa bikin kopi untuk menyemangati pagi, teh buat nenangin sore, atau mie instan buat pengganjal perut anak kos di tanggal tua. Manfaat itu yang bikin aku merasa hidupku berharga.

Aku cuma ceret, tapi aku sadar, setiap benda di dunia punya perannya masing-masing, jangan remehkan yang kecil, karena bisa jadi justru yang kecil itulah yang bikin hidupmu lebih hangat.

Jadi, kalau suatu hari kamu lagi di dapur dan lihat aku mendidih, jangan cuma buru-buru matiin kompor lalu tuang air panas. Coba ingat pesan dariku, hidup itu kayak ceret. Kamu harus rela dipanaskan, bersabar menunggu, lalu akhirnya bermanfaat buat orang lain. Jangan takut jadi sederhana, karena kesederhanaan justru yang bikin kamu dekat dengan banyak orang.

Ingat, kopi enak, teh harum, atau mie instan gurih nggak akan pernah ada tanpa aku. Jadi, hormatilah teko dan ceret di rumahmu. Kalau manusia bisa menghargai sesama manusia seperti kamu menghargai ceret, mungkin dunia bakal lebih damai.

Aku bukan siapa-siapa, tapi aku selalu ada di setiap momen penting di dapurmu, jadi jangan lupa kalau butuh kehangatan, carilah aku, si ceret yang selalu setia di sudut dapur.[***]

Terpopuler

To Top