Tekno

Pembukuan Digital Koperasi: Transformasi KDMP Malang Jadi Transparan & Modern

ist

“Kemkomdigi gelar pelatihan digital untuk Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Malang, dari buku besar ke aplikasi, pembukuan digital koperasi bikin transparansi makin nyata”

COBA jika  sebuah buku besar tua, tebalnya seperti kamus bahasa Sansekerta, dengan tinta yang sudah luntur dan halaman yang sering terselip minyak gorengan karena ikut dibawa ke warung. Itulah wajah koperasi desa dulu kala ribet, manual, dan kadang penuh coretan hutang yang ditulis dengan pensil (biar bisa dihapus kalau anggota protes).

Kini, adegan itu mulai berubah, di Malang, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) tak lagi bergelut dengan buku besar yang beratnya bisa dijadikan barbel.

Berkat program pelatihan digital koperasi Malang yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), para pengurus sudah akrab dengan smartphone dan aplikasi pencatatan keuangan. Dari yang tadinya harus menghapus pakai penghapus karet, kini tinggal sekali klik beres.

Menurut Menkomdigi Meutya Hafid dalam rilis resminya (Agustus 2025), program ini bukan sekadar “kursus pegang HP”, melainkan upaya nyata mempercepat transformasi digital koperasi.

“Koperasi Desa Merah Putih di Malang menjadi contoh nyata bagaimana digitalisasi bisa meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan anggota,” ujar Meutya Hafid.

Perubahan ini ibarat pepatah lama “Kalau bisa pakai jalan tol, kenapa masih lewat jalan tikus?”. Begitu pula dengan koperasi, kenapa harus ribet dengan buku besar, kalau ada pembukuan digital koperasi yang transparan dan bisa diakses setiap saat?

Awalnya, para pengurus KDMP agak kikuk, ada yang mengetuk layar seperti ngetok pintu rumah tetangga, ada juga yang geser layar pakai kuku panjang. Tapi setelah ikut pelatihan digital koperasi Malang, mereka jadi luwes. Bahkan ada ibu-ibu yang bilang, “Ternyata nyatet di aplikasi lebih gampang daripada bikin status WhatsApp.”

Transformasi ini membawa suasana baru. Anggota koperasi tak lagi curiga soal catatan keuangan. Transparansi meningkat, laporan bisa dicek kapan saja, dan rapat anggota jadi lebih fokus ke strategi usaha, bukan lagi ribut soal angka.

Di balik tawa dan kecerobohan awal tadi, ada pesan serius: digitalisasi koperasi adalah modal sosial baru. Dengan koperasi transparan berbasis digital, masyarakat desa punya alat untuk mengelola keuangan secara lebih akuntabel.

Bahkan, Menkomdigi menekankan bahwa inisiatif ini selaras dengan strategi nasional transformasi digital. Harapannya, ribuan koperasi lain di Indonesia bisa meniru KDMP mengadopsi aplikasi sederhana, meninggalkan tumpukan buku besar, dan melangkah ke era digital dengan percaya diri.

Pepatah Jawa bilang, “Jer basuki mawa bea”, setiap kemajuan butuh biaya dan usaha. Tapi kalau usaha itu menuju keterbukaan dan kesejahteraan, bukankah itu investasi terbaik?

Kisah KDMP Malang ini bukan sekadar soal teknologi, tapi soal keberanian. Keberanian meninggalkan cara lama, mencoba sesuatu yang baru, dan membuka diri terhadap perubahan.

Kalau dulu koperasi hanya dikenal sebagai tempat simpan pinjam, kini dengan pembukuan digital koperasi, ia bisa jadi pusat inovasi desa. Dari Malang, cerita ini bisa menyebar ke seluruh Nusantara.

Sarannya pemerintah jangan berhenti di satu atau dua pelatihan. Buatlah jejaring belajar digital antar-koperasi. Pengurus koperasi harus berani belajar, meski awalnya kikuk. Anggota koperasi, jangan cuma setor simpanan. Cobalah ikut memahami sistem digital ini, supaya semua merasa memiliki.

Akhirnya, kalau KDMP bisa, kenapa koperasi lain tidak? Bukankah ada pepatah. “Kalau ada niat, selalu ada jalan,  meski jalannya sekarang pakai aplikasi di smartphone”.[***]

Terpopuler

To Top