Pendidikan

Guru Sekolah Rakyat & Tukang Sulap Masa Depan

Komdigi

MISALNYA sebuah kelas di Sekolah Rakyat, anak-anak duduk di bangku, matanya berbinar, seperti kertas kosong yang menunggu tinta ajaib. Di depan kelas berdiri seorang guru bukan sekadar guru, tapi seorang tukang sulap masa depan. Dengan kapak ilmu dan tongkat kreativitas, ia mengubah anak-anak biasa menjadi pengubah masa depan. Ya, jangan heran kalau besok lusa ada yang jadi CEO startup ternama, ilmuwan yang bikin obat kanker, atau petani sukses yang bikin sawah bisa panen tiga kali setahun.

Presiden Prabowo pernah bilang, “Anda sedang dalam rangka memutus rantai kemiskinan di seluruh dunia, mereka ini anak-anak yang dididik, nanti mereka akan kembali ke orang tua mereka, dan merekalah yang akan mengangkat orang tua mereka keluar dari kemiskinan.” Kalau dipikir-pikir, guru Sekolah Rakyat itu seperti manajer investasi keluarga. Setiap pelajaran yang mereka berikan adalah modal awal yang kelak menghasilkan dividen berupa anak-anak cerdas, kreatif, dan penuh harapan.

Sebut saja umpamanya Budi kecil, yang awalnya cuma jago main layangan dan bikin kue cilok di gang, lalu ia bertemu Bu Sari, guru matematika yang bukan sekadar ngajarin hitung-hitungan, tapi ngajarin logika, problem solving, dan percaya diri. Bu Sari itu kayak Tony Stark tapi versi pendidikan rakyat, ia bikin “baju zirah” pengetahuan untuk Budi, sehingga suatu hari Budi bisa menghadapi tantangan ekonomi seperti superhero menghadapi villain.

Guru Sekolah Rakyat bukan cuma mengajar, mereka menanam benih karakter, menyalakan api rasa ingin tahu, dan kadang harus bikin drama kelas supaya anak-anak belajar sambil tertawa. Misalnya, ketika guru sejarah bilang. “Kalau kalian pikir perang Troya itu cuma buat cerita, coba bayangkan kalian yang memimpin pasukan, tapi cuma dikasih bekal mie instan!” Anak-anak otomatis terkekeh, tapi otaknya bekerja. Humor jadi alat edukasi ampuh.

Ada pepatah lama “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Tapi di Sekolah Rakyat, pepatah itu dibalik. Guru bukan sekadar contoh, tapi inspirasi nyata. Setiap senyum, teguran, atau cerita motivasi mereka ibarat sihir kecil yang menembus hati anak-anak. Guru adalah jembatan antara mimpi dan kenyataan, antara sekarang yang sederhana dan masa depan yang gemilang.

Kalau diperhatikan, Sekolah Rakyat ini bukan cuma soal literasi atau numerasi. Ini tentang ekonomi keluarga, moral anak, dan budaya gotong royong. Anak-anak belajar menghormati orang tua, menghargai kerja keras, dan punya cita-cita tinggi tanpa kehilangan akal sehat.

Presiden Prabowo sempat menekankan “Hei anak-anak, hormati orang tuamu, cintai orang tuamu… jangan sekali kau sedih karena orang tuamu masih belum makmur sekarang”. Intinya, anak-anak diajari menyadari perjuangan orang tua, tapi tidak terbebani, melainkan terdorong untuk jadi generasi pembawa perubahan.

Tugas guru di sini hampir mirip dengan chef di restoran bintang lima. Setiap bahan setiap anak memiliki potensi berbeda. Ada yang manis, ada yang pedas, ada yang butuh waktu matang lebih lama.

Tugas guru adalah mengolah bahan mentah itu jadi hidangan yang luar biasa, bayangkan kalau satu anak yang dulunya pemalu dan minder akhirnya bisa tampil di paduan suara nasional, atau bikin inovasi pertanian yang bikin tetangganya kagum. Semua itu dimulai dari guru yang percaya pada potensi anak sejak hari pertama masuk kelas.

Di tengah pandemi informasi, guru Sekolah Rakyat juga harus jadi filter realita, mereka mengajarkan anak-anak menyaring berita hoaks, berpikir kritis, dan menemukan solusi kreatif. Sekali lagi, guru bukan sekadar transfer ilmu, tapi tukang sulap yang menyiapkan anak-anak menghadapi dunia yang kompleks. Bayangkan dunia tanpa guru: anak-anak tersesat di labirin informasi, kebingungan seperti kucing yang baru belajar main puzzle.

Tak heran kalau Presiden Prabowo menyebut guru Sekolah Rakyat sebagai pahlawan bangsa, mereka memutus rantai kemiskinan, membangun karakter, dan membuka jendela dunia bagi anak-anak. Setiap tawa, pelajaran, dan motivasi yang mereka tanamkan adalah investasi jangka panjang bagi keluarga, komunitas, bahkan negara. Jika dunia ini adalah papan catur, guru Sekolah Rakyat adalah pemain yang memindahkan pion-pion kecil menuju kemenangan besar.

Pesan moral yang bisa kita ambil menghargai guru berarti menghargai masa depan. Jangan hanya melihat mereka dari kacamata pekerjaan harian, lihat mereka sebagai tukang sulap yang mengubah kehidupan, sebagai arsitek masa depan, dan sebagai penjaga harapan bangsa. Setiap anak yang lulus dari Sekolah Rakyat adalah bukti nyata bahwa guru bisa menyalakan api di hati yang semula redup, dan membimbingnya sampai terang benderang.

Oleh karena itu, guru sekolah rakyat bukan sekadar pengajar biasa. Mereka adalah manajer investasi keluarga, chef karakter, tukang sulap masa depan, dan pahlawan yang kadang terselip di antara tumpukan buku dan papan tulis.

Dunia mungkin berubah cepat, teknologi terus melaju, tapi satu hal tetap  guru yang berdedikasi selalu punya kemampuan magis untuk menyiapkan generasi penerus yang tangguh, cerdas, dan penuh harapan. Jadi, mari kita hargai guru, bukan hanya dengan tepuk tangan, tapi dengan dukungan nyata: memberikan mereka ruang, sumber daya, dan penghargaan yang layak.

Karena, seperti kata pepatah “Guru yang baik menyalakan obor, bukan hanya memberi jawaban”. Dan Sekolah Rakyat adalah panggungnya, tempat obor itu menyala terang, menuntun anak-anak keluar dari kegelapan, menuju masa depan yang cerah.[***]

Terpopuler

To Top