Pendidikan

Cara Muba Siapkan Otak Anak Muda

ist

DI kampung, orang tua biasanya punya nasehat klasik buat anaknya.“Nak, kalau mau sukses, merantaulah. Kalau bisa, kuliah tinggi-tinggi. Biar otakmu encer, jangan cuma dompet bapak yang encer.” Nah, Pemkab Musi Banyuasin (Muba) rupanya ambil peran jadi “orang tua kolektif” buat ribuan warganya, bedanya, mereka nggak cuma nasehatin, tapi juga keluar duit, alias kuliah gratis.

Bayangkan, sudah tiga tahun Muba rutin ngirim anak-anak daerahnya kuliah ke Universitas Telkom Bandung, tahun ini 24 orang dapat beasiswa resmi, plus 1 anak yang nekat lulus mandiri. Total 25 calon sarjana berangkat, jadi jangan heran kalau nanti di Bandung ada sekelompok mahasiswa yang kalau nongkrong pasti ngomongnya, “Asal kito Muba, Cak!”

Kalau Muba dulu identik dengan minyak, sekarang pelan-pelan identitasnya bisa berubah tambang minyak boleh ada, tapi tambang otak harus lebih dijaga. Minyak itu kayak gorengan tahu isi enak kalau lagi panas, tapi cepat habis dan bikin kantong jebol kalau kebanyakan. Otak anak muda beda, makin dipupuk makin berkembang.

Pepatah bilang, “Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga.” Nah, sepintar-pintarnya Pemda bikin proyek infrastruktur, kalau nggak investasi SDM ya jatuh juga ke lubang yang sama ketergantungan pada SDA. Muba tampaknya paham, sehingga bikin jalur beasiswa yang bukan sekadar basa-basi.

Surabaya misalnya, mereka punya program Beasiswa Pemuda Tangguh. Anak-anak pinggiran bisa kuliah sampai selesai, sekarang banyak yang balik, ada yang jadi programmer, ada yang buka kafe hits, bahkan ada yang jadi anggota DPRD, kota pun dapat balik modal.

Lihat pula Malaysia dengan MARA Scholarship, sejak 70-an mereka tega “nguras dompet negara” demi ribuan anak belajar ke luar negeri. Hasilnya? puluhan tahun kemudian, mereka punya dokter, insinyur, bahkan pejabat yang memang sekolahnya beneran, bukan “beli ijazah online”

Apalagi Finlandia, yang sejak lama gratiskan sekolah sampai kuliah, negara kecil, dingin pula, tapi otak rakyatnya panas-panas semua. Bikin sistem pendidikan jadi acuan dunia, kalau mereka bisa, kenapa Muba nggak bisa?

Tapi hati-hati, program beasiswa ini jangan berhenti di seremoni pelepasan, sebab kalau hanya rame di panggung, nanti orang nyinyir bilang ini program “Open BO” – Buka Orasi saja. Bagus di spanduk, manis di pidato, tapi di lapangan anak-anaknya dibiarkan berjuang sendiri.

Oleh sebab itu, maka, Pemkab perlu jadi “orang tua jarak jauh.” Bukan cuma bayar kuliah, tapi juga ngawasin, nanyain kabar, bahkan kalau perlu datangin nasi rendang buat yang homesick. Surabaya dan Malaysia sudah contohkan ada sistem laporan rutin.

Mahasiswa beasiswa wajib setor nilai, wajib cerita perkembangan, kalau nilainya jeblok, ya ditegur halus “Nak, uang rakyat jangan kau jadikan pulsa Mobile Legends”

Kalau bikin jalan tol, bisa rusak, bikin tugu, bisa kusam, bangun jembatan, bisa retak, tapi kalau membangun manusia, hasilnya bisa puluhan tahun, bahkan lintas generasi. Pepatah Minang bilang, “anak dipangku kemenakan dibimbing, urang kampuang dipatenggangkan”. Intinya, anak muda itu amanah, harus dipelihara, karena mereka nanti yang akan gantiin kita ngurus kampung.

Muba sudah tunjukkan jalannya, mereka sadar, masa depan itu bukan soal panjangnya pipa minyak, tapi panjangnya daya pikir anak-anaknya.

Muba lewat kuliah gratis ini sedang menyiapkan otak anak muda dengan cara yang tak banyak daerah berani lakukan. Dari ladang minyak menuju ladang ilmu, dari sumur migas menuju sumur ide. Kalau ini dijaga, Muba bisa melahirkan generasi yang tak cuma jago gali tanah, tapi juga gali gagasan.

Seperti kata pepatah, “Bila tak ada rotan, akar pun jadi”, tapi untuk urusan pendidikan, jangan puas dengan akar, sudah waktunya kasih rotan yang kuat, papan yang lebar, supaya anak-anak bisa mendayung masa depan dengan perahu ilmu. Dan Muba sudah mulai mendayung, tinggal doa kita, jangan sampai perahu ini oleng gara-gara nahkodanya sibuk selfie.[***]

Terpopuler

To Top